Ulama Dikriminalisasi, Pakar Hukum Unpad: Pemerintah Memusuhi Rakyat Sendiri

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Dosen Fakultas Hukum Unpad, Atif Latiful Hayat, Ph. D menilai beberapa kasus yang dituduhkan kepada para ulama seperti Habib Rizieq, dll merupakan tindak kriminalisasi dan jika dibiarkan akan ada anggapan pemerintah memusuhi rakyatnya sendiri.

“Yang namanya kriminalisasi itu kan orang yang tidak berbuat kesalahan, kemudian dinyatakan salah. Ya itu jelas melanggar HAM. Kriminalisasi seolah-olah bersalah atau diposisikan sebagai orang yang bersalah,” kata Dr. Atif kepada jurnalislam.com di Bandung, Sabtu (20/5/2017).

Atif menyarankan, umat Islam agar bergerak mengingatkan pemerintah bahwa kriminalisasi ulama itu sama halnya pemerinta memusuhi rakyatnya sendiri.

“Kalau rakyat sendiri dimusuhi berarti pemerintah sedang menyatakan pemerintah itu sebenarnya tidak sehat. Masa rakyat sendiri di musuhi,” katanya.

Pakar Hukum Unpad ini menilai bahwa ulama itu adalah panutan umat Islam yang mayoritas di negeri ini. “Apabila memusuhi ulama sama dengan memusuhi rakyat sendiri,” pungkasnya.

Harlah ke-92 Al-Khairiyah, Menjaga Kemaslahatan Menuju Ummatan Wasaton

CILEGON (Jurnalislam.com) – Pengurus Besar Al-Khairiyah menggelar peringatan Hari Lahir (Harlah) Al-Khairiyah ke-92 tahun. Bertemakan 92 tahun Al-Khairiyah menjaga kemaslahatan menuju ummatan wasaton, diharapkan dalam peringatan Harlah ini dapat menggalang semangat kebersamaan dalam rangka memperkuat keadaban masyarakat Indonesia.

Ketua Panitia Harlah Al-Khairiyah Ke-92 Sayuti Zakaria menjelaskan Perguruan Islam Al-Khairiyah merupakan identitas sebuah karya besar dari perjuangan panjang yang lahir dari gagasan KH. Syam’un yang dibangun sebagai media “Perubahan” Sumber Daya Manusia. Nama “Al Khairiyah”, diambil dari nama salah satu “bendungan di sungai Nil” di Mesir.

“Filosofi bendungan tersebut mencurahkan aliran air yang dapat memberikan manfaat bagi banyak kehidupan, dan diharapkan dapat terus menerus mengalir sehingga dapat dinikmati bagi kehidupan setiap mahluk dimuka bumi ini,” kata Sayuti.

Al Khairiyah didirikan oleh KH. Syam’un pada tanggal 5 Mei 1925 di Citangkil dengan sistem tradisional shalafi, hingga kemudian telah dikembangkan menjadi sistem pendidikan modern. “Seiring dengan berbagai dinamika dan berbagai perkembangan waktu, Al-Khairiyah terus berbenah maju dan berkembang dan diharapkan dapat terus menerus menjadi pelopor perubahan bagi generasi Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia,” kata Sayuti.

Adapun rangkaian kegiatan Harlah sudah mulai dilaksanakan sejak 9 Mei 2017 dengan diisi oleh berbagai Lomba Kreasi dan Seni, disebutkan Sayuti, perlombaan tersebut diantaranya adalah lomba Tahfidz Quran, doa harian, Pildacil, Cerama Agama, Marawis, Qosidah, Hijab Fashion, Futsal, Sepak bola, Tari kreasi, Mewarnai, dan menggambar dengan jumlah peserta sekitar 1.000 orang yang berasal dari berbagai daerah di Provinsi Banten.

“Perlombaan ini merebutkan piala Brigjen KH. Syamun dan uang pembinaan dengan total puluhan juta rupiah. Para pemenang lomba akan diumumkan dan sekaligus penyerahan hadiah pada hari puncak 23 Mei 2017 bertempat di Gedung Serbaguna Al-Khairiyah Citangkil, Kota Cilegon,” kata Sayuti.

Sementara itu, pelaksanaan dihari puncak Harlah, 23 Mei 2017 mendatang akan diselenggarkan secara meria. 2.000 undangan akan menghadiri acara tersebut, diantaranya adalah 3 mentri yaitu Mentri Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Prof. H. Mohamad Nasir, Mentri Pemuda dan Olahraga H. Imam Nahrawi, S.Ag, dan Mentri Agama Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin.

“Wakil Gubenur Banten Adika Hazrumi rencananya akan datang menyampaikan sambutan. Seluruh pejabat di Provinsi Banten dan juga Kota Cilegon khusunya sudah diundang,” kata Sayuti.

Sayuti berpesan, yang paling penting momentum Harlah ini menjadikan Al-Khairiyah tetap konsisten untuk senantiasa memberikan maslahat untuk umat diusianya yang hampir satu abad ini.

Wakil ketua umum 1 Bidang Organisasi, Kaderisasi dan Pembinaan Pengurus Besar Al-Khairiyah Alwiyan Qosid Syam’un mengatakan momentum Harlah Al-Khairiyah ke-92 diharapkan dapat menjadi untuk semakin mempererat persatuan warga al-khairiyah dan tetap menjaga kemaslahatan serta insan Al-Khairiyah harus mengupayakan dirinya menuju ummatan wasaton.

“Dengan demikian, dimasa yang akan datang, Al-Khairiyah akan sanggup menjadi pusat peradaban islam. Spirit dar’ul mafasid muqoddamun ala jalbil masholih, akan tetap dipegang tegu sebagai bagian dari spirit islam rahmatan lil alamin,” kata Alwiyan.

Pelaksanaan agenda-agenda Al-Khairiyah tentu saja dibutuhkan kordinasi dengan seluruh cabang-cabang yang merupakan bagian dari organisasi Al-Khairiyah secara struktural maupun kultural.

Lebih lanjut, Alwiyan mengatak tugas Pengurus Besar Al-Khairiyah adalah menjalankan amanat muktamar dan rakernas yang menghasilkan butir-butir program kerja diantaranya adalah mendaftarkan Al-Khairiyah di pemerintah pusat untuk dicatat sebagai ormas Islam nasional.

“Usia Al-Khairiyah sudah hampir satu abad dengan melahirkan kader-kader yang telah tersebar di seluruh indonesia. Insyallah dengan keyakinan dan dukungan pengurusserta Keluarga Besar Al-Khairiyah, niat menjadikan Al-Khairiyah sebagai organisasi islam nasional bisa terwujud,” kata Alwiyan.

 

Seminar Internasional ‘Meraup Peluang Emas Bisnis Halal Global’

Bisnis halal dunia ​telah berkembang semakin pesat​. ​​Tidak kurang dari US$ 2,3 triliun dihasilkan dari bisnis halal di seluruh dunia setiap tahunnya, dan ​ke depan diperkirakan akan ​terus meningkat. Sayangnya perkembangan bisnis halal di ​Indonesia masih jauh dari dari potensinya. Padahal, sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia seharusnya menjadi ​yang terdepan dalam ​pengembangan bisnis halal.

CORE Indonesia mengundang Bapak/Ibu/Saudara untuk ​menghadiri acara seminar internasional, peluncuran buku, dan pameran dengan tema “Meraup Peluang Emas Bisnis Halal Global” ​Seminar yang akan menghadirkan pakar dan tokoh dari dalam dan luar negeri ini akan diselenggarakan ​pada ​hari ​Selasa, 23 Mei 2017, Pukul 08.30 – 16.00 WIB bertempat di ​Ruang Mawar, Balai Kartini, Jl. Jend​ral​ Gatot Subroto, Kuningan Timur, Jakarta Selatan.

Diskusi Publik JITU ‘Ranu dan Ancaman Kriminalisasi Jurnalis’

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tercatat sebanyak 71 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2016. Jumlah itu meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Belum lagi terdapat delapan pembunuhan jurnalis yang kasusnya tidak terselesaikan.

Sayangnya, dari jumlah itu, sebagian besar justru dilakukan oleh aparat keamanan. Belum lama ini, kasus kriminalisasi juga menimpa jurnalis muslim. Adalah Ranu Muda Adi Nugroho yang dituduh ikut melakukan perusakan saat sweeping tempat hiburan malam Social Kitchen oleh Laskar Umat Islam Solo (LUIS). Sempat juga disebut membiarkan perusakan.

Banyak pihak yang menyayangkan tindakan yang diambil penegak hukum tersebut. Pasalnya, Ranu yang akhirnya dikenakan dakwaan melakukan kekerasan dan perusakan dinilai hanya menjalankan peliputan yang merupakan tugas seorang jurnalis.

Kuasa Hukum menyebut dakwaan JPU tak jelas. Sebab, selain berbeda dengan saat rekonstruksi, tidak dijelaskan dengan detail perusakan seperti apa yang dilakukan.

Menyikapi hal tersebut, kegiatan Diskusi Publik 2017 bertema “Ranu dan Ancaman Kriminalisasi Jurnalis” kepada lembaga dan organisasi pers, termasuk juga para pekerja pers agar dapat mengantisipasi kejadian serupa kedepannya.

Inilah waktunya,

Hari/Tanggal: Ahad, 21 Mei 2017

Jam: 13.00 s.d. selesai

Tempat: Hotel Sofyan Inn, Tebet, Jakarta Selatan

Abu Fatiah Sebut Kriminalisasi Ulama Bagian dari Fitnah Duhaima

SUKOHARJO (Jurnalislam.com) – Penulis buku-buku akhir zaman Ustadz Abu Fatiah Al Adnani menilai, maraknya kriminalisasi terhadap ulama dan umat Islam serta pelecehan terhadap Islam adalah bagian dari fitnah Duhaima. Fitnah Duhaima adalah fitnah akhir zaman dimana saat itu pemahaman bathil, aliran sesat dan ideologi menyimpang merajalela.

“Pengkhianat akan dipercaya, orang jujur dikhianati. Maka dalam fitnah terhadap ulama saat ini begitu terasa,” katanya di Masjid Arafah, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo, Rabu (17/5/2017).

Menurutnya, Fitnah Duhaima adalah fase menjelang kemunculan Dajjal. Fitnah ini akan membelah manusia menjadi dua kelompok, yaitu kelompok mukmin dan kelompok munafik.

“Kelompok mukmin yang tidak memiliki kemunafikan dan kelompok munafik yang tidak punya keimanan. Kapan itu terjadi? Detik-detik sebelum munculnya Dajjal,” terangnya.

Dua kelompok tersebut, lanjutnya, diperlihatkan Allah SWT dalam kasus penistaan agama oleh Ahok. Kelompok mukmin menjadi bagian dalam aksi bela Islam dan kelompok munafik menjadi pembela penista agama.

“Pada peristiwa di Jakarta, wajah-wajah kaum munafik dan wajah-wajah mukmin mulai terlihat,” cetusnya.

“Puncaknya nanti, Allah akan tunjukkan mana mukmin dan mana munafik. Fenomena di Indonesia ini bukan hal yang biasa. Maka, menjadi pelajaran berharga. Di zaman Al Mahdi nanti, manusia semacam itu akan semakin nyata,” pungkasnya.

Keppres Tak Bisa Bubarkan Ormas Tanpa Persetujuan Pengadilan

Oleh Yusril Ihza Mahendra

Profesor Jimly Asshiddiqy kemarin menyarankan agar Presiden membubarkan ormas yang bertentangan dengan Pancasila melalui Keputusan Presiden (Keppres) dengan tetap memberikan peluang bagi ormas tersebut untuk melakukan perlawanan melalui pengadilan. Kalau pengadilan memenangkan Presiden, maka ormas tersebut bubar selamanya. Namun jika Presiden dikalahkan pengadilan, ormas tersebut dapat dihidupkan kembali.

Bersamaan dengan Profesor Jimly, Presiden Joko Widodo usai bertemu dengan pemred berbagai media, mengatakan akan “menggebuk” ormas yang bertentangan dengan “empat pilar kebangsaan”, yakni Pancasila, UUD 45, Negara Kesatuan RI dan Bhineka Tunggal Ika. Penggebukan itu, menurut beliau, akan dilakukan tanpa pandang bulu, termasuk kepada gerakan komunis, jika sekiranya PKI — yang dulunya adalah partai politik, bukan ormas — akan dihidupkan kembali.

Pembubaran ormas seperti disarankan Prof Jimly itu menyimpang jauh dari norma hukum positif yang kini berlaku, yakni UU No 17 Tahun 2013 yang di dalamnya mengatur prosedur pembubaran ormas. Ormas yang sudah disahkan sebagai badan hukum, tidak dapat dibubarkan begitu saja oleh Pemerintah, melainkan setelah ada izin/persetujuan pengadilan. Ini semata-mata dilakukan untuk mencegah Presiden bertindak sewenang-wenang membubarkan ormas yang mungkin saja berseberangan dengan dirinya.

Dalam negara hukum yang demokratis sebagaimana dianut oleh UUD 45, tidak ada tindakan penyelenggara negara yang dapat dilakukan tanpa landasan hukum yang jelas. Karena itu, kita wajib mencegah dibukakannya pintu bagi Presiden untuk bertindak sewenang-wenang di luar hukum, kecuali ada situasi sangat genting yang memaksa Presiden untuk mengambil langkah revolusioner dalam keadaan yang tidak normal untuk menyelamatkan bangsa dan negara.

Membubarkan ormas dengan cara “menggebuk” jika hal itu diartikan sebagai tindakan di luar hukum positif yang berlaku, akan membawa implikasi politik yang luas, karena sumpah jabatan Presiden mengatakan akan berlaku adil serta memegang teguh undang-undang dasar, undang-undang dan segala peraturannya dengan selurus-lurusnya. Pelanggaran sengaja atas sumpah jabatan bisa membuka peluang bagi pemakzulan.

Kalau Presiden diberi kewenangan membubarkan ormas lebih dahulu, meskipun ormas itu dapat melakukan perlawanan ke pengadilan, secara diam-diam kita telah membuka pintu untuk Presiden bertindak sewenang-wenang. Kalau kedudukan Presiden makin kuat akibat kesewenang-wenangan itu, lambat laut Presiden akan kembali memusatkan kekuasaan di tangannya dan mendikte lembaga lain termasuk pengadilan.

Ingat saja ketika Presiden Sukarno membubarkan Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dengan Keppres Nomor 200 Tahun 1960. Ketika Masyumi melawan ke pengadilan melalui Mohamad Roem, pengadilan mengatakan tidak berwenang mengadili perkara itu, karena membubarkan partai adalah “beleid” atau kebijakan eksekutif yang tidak dapat dinilai oleh badan yudikatif.

Kalau Presiden bisa membubarkan ormas melalui Keppres, maka sebagai sebuah penetapan (beschikking) kewenangan mengadili keputusannya ada di pengadilan tata usaha negara. Di era Presiden Joko Widodo ini alangkah banyaknya putusan tata usaha negara yang berkaitan dengan politik yang sudah berkekuatan hukum tetap yang tidak mau dilaksanakan oleh Pemerintah, bahkan yang paling depan tidak mau melaksanakannya adalah Menteri Hukum dan HAM.

Keinginan agar negara kita ini benar-benar menjadi negara hukum yang demokratis adalah keinginan sejak lama, yang diperkuat kembali menjelang Reformasi 1998. Kalau kita membuka peluang kembali bagi kesewenang-wenangan, maka demokrasi dan konstitusipun akan kembali terkubur. Di atas kuburan itu berdiri tegaklah seonggok batu nisan, yakni batu nisan kediktatoran. Ini yang harus kita cegah agar tidak terulang kembali di negeri ini.

Menyadari bahwa Pemerintah tidaklah mudah membubarkan ormas, maka Jaksa Agung menyarankan agar Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Maksudnya kiranya jelas, Perppu bukan diterbitkan untuk membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), tetapi untuk mengubah UU No 17 Tahun 2003 agar memberi kewenangan kepada Presiden membubarkan ormas tanpa perlu meminta persetujuan pengadilan, persis yang disarankan Prof Jimly.

Saya makin prihatin saja menyaksikan perjalanan bangsa dan negara kita lebih dua tahun terakhir ini. Arah penegakan hukum makin hari makin tidak jelas. Terlalu banyak pertimbangan di luar hukum yang dijadikan dasar untuk menegakkan hukum, sehingga tebang pilih penegakan hukum yang dulu banyak dikritik di era pemerintahan Presiden SBY, kini malah dipraktekkan secara makin meluas. Ujung dari semua ini adalah makin meluasnya rasa ketidak-adilan di tengah-tengah masyarakat. Seharusnya ini dijadikan sebagai lampu kuning bagi Pemerintah Presiden Joko Widodo.

Turnamen Bola Voli Antarwaria Diprotes Umat Islam, Bupati Bima Sampaikan Klarifikasi

BIMA (Jurnalislam.com) – Bupati Bima, Hj Indah Damayanti Putri menyampaikan klarifikasi sehubungan dengan turnamen bola voli Bupati Cup Antarwaria yang menuai protes dari tokoh dan ulama di Bima. Indah dinilai telah melegitimasi LGBT.

“Untuk turnamen bola voli yang di gelar di Desa Cenggu Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, itu pesertanya bukan khusus waria, tetapi laki-laki yang memang di dalam tim yang bertanding itu ada beberapa waria,” kata Indah kepada Forum Umat Islam (FUI) Bima yang menemuinya di rumah dinas, Kamis (18/5/2017).

Baca:

“Pada pelaksanaannya mereka tetap memakai pakaian laki-laki, karena sebelumnya saya juga sudah mengingatkan tidak boleh ada pakaian yang menyerupai perempuan,” sambungnya.

Surat edaran Turnamen Bola Boli Antarwaria Bupati Cup

Ketua FUI Bima, Ustadz Asikin menanyakan pamflet dan surat edaran yang isinya menyebut turnamen tersebut khusus wari. Indah pun mengakui ada kekeliruan dalam edaran tersebut.

“Kami mengakui ada kekeliruan di dalam pembuatan serta penyebaran suratnya. Jadi untuk mengetahui lebih jelasnya tentang turnamen bola voli tersebut nanti bisa langsung dicek ke lapangan,” katanya.

Indah juga meyakinkan umat Islam bahwa turnamen itu murni kegiatan olahraga tanpa agenda lainnya. Ia pun meminta maaf dan berterimakasih kepada FUI yang telah mengingatkan.

“Mungkin ini adalah kekeliruan kami. Apapun yang disampaikan akan menjadi bahan koreksi serta evaluasi untuk kita, serta nanti ke depan sebelum pelaksanaan kita akan meminta dulu pendapat dari semuanya agar tidak terjadi salah persepsi,” pungkasnya.

 

Adakan Turnamen Bola Voli Waria, Pemkab Bima Dikecam

BIMA (Jurnalislam.com) – Turnamen Bola Voli antar waria Se-Pulau Sumbawa yang diadakan Pemkab Bima dikecam umat Islam. Ketua Forum Umat Islam (FUI) Bima, Ustadz Asikin menyayangkan hal tersebut karena dinilai bertentangan dengan adat Bim yang relijius islami.

Ketua FUI Bima, Ustadz Asikin (tengah)

“Kami umat Islam Bima jelas sangat menolak turnamen bola voli ini, dan sebagai langkah tegas dalam menolaknya kami akan mendatangi Bupati Bima untuk mendesak agar sesegera mungkin menghentikan turnamen ini,” katanya kepada Jurnalislam.com, Rabu (17/5/2016).

Sebelumnya, Ketua MUI Kabupaten Bima TGH. Abdurrahim Haris MA juga menyatakan kekecewaannya terhadap turnamen bola voli waria tersebut.

“MUI Kabupaten Bima sangat menyayangkan digelarnya turnamen ini, apalagi didukung oleh pemerintah daerah,” tutur TGH. Abdurrahim.

Senada dengan itu, anggota DPRD Sulaiman MT juga menyesalkan perhelatan tersebut. “Harusnya bupati bisa mengisi kegiatan yang positif,” katanya.

Lebih jauh, Sulaiman menegaskan, mendukung kegiatan waria sama dengan melegitimasi keberadaan LGBT.

Bupati Bima, Hj Indah Dhamayanti Putri membuka turnamen tersebut pada Ahad, (14/5/2017). Indah berkilah, turnamen tersebut semata-mata sebagai ajang pencarian bakat.

Rencananya, hari ini FUI Bima akan mendatangi kantor Bupati untuk menyampaikan keberatan umat Islam.

ASOUM Sebut Pemeriksaan KH Hasyim Yahya Sebagai Upaya Kriminalisasi Ulama

SURABAYA (Jurnalislam.com) – Terkait pemanggilan beberapa pengurus Masjid Mujahidin yang juga Ketua Aliansi Solidaritas Untuk Muslim (ASOUM), Ustadz Hasyim Yahya pada Selasa (16/05), ASOUM menyampaikan pernyataan sikapnya di depan ribuan umat Islam yang memadati ruang utama Masjid Mujahidin pada Selasa (16/5/2017) pagi.

Berikut butir-butir pernyataan sikap ASOUM, Bersama ini kami dari ASOUM (Aliansi Solidaritas Untuk Muslim) menyatakan sikap berbagai kasus aktual di negeri ini yg terkait dengan Umat Islam :

  1. Melihat bahwa ada keberpihakan yang ditujukan oleh aparat negara dan birokrat kepada kepentingan kelompok asing dan aseng yang memberikan imbas terjadinya beberapa kedzoliman yang menimpa kaum muslimin Indonesia
  2. Upaya-upaya kedzoliman yang tergambar sangat kasat mata dan transparan diantaranya adalah upaya sistemik untuk mengkriminalisasi para ulama umat Islam Indonesia
  3. Upaya yang sama untuk mengkriminalisasi para pengurus masjid dengan ditandainya pemanggilan mereka yang dilakukan oleh aparat negara sampai pada aksi pembubaran kegiatan-kegiatan dakwah melalui tangan ormas tertentu dengan adanya pembiaran oleh aparat negara
  4. Hal ini juga terjadi pada beberapa ormas Islam yang sedang diupayakan pembubaran eksistensinya seperti yang menimpa ormas HTI. Ini adalah preseden buruk bagi legalitas keberadaan ormas Islam lainnya, karenanya upaya ini harus dilawan dengan kekuatan hukum
  5. Sementara pada saat yang bersamaan pemerintah menutup mata dan pasif terhadap aksi-aksi separatis yang dilakukan kelompok-kelompok tertentu disejumlah wilayah NKRI yang berpotensi mengakibatkan disintegrasi bangsa ini. Contoh : kegiatan OPM di Papua, aksi RMS di Maluku, deklarasi negara Minahasa di Sulawesi
  6. Kebangkitan NEO PKI dan Syiah yang sudah sangat jelas penampakannya diberbagai media, menjadi sebuah ancaman bagi bangsa ini yang tidak bisa dibiarkan. Sejarah telah merekam aksi pemberontakan PKI di negeri ini dan ini adalah pelajaran yang tidak boleh dilupakan.
  7. Karena itu kami menyeru kepada pemerintah untuk bersikap tegas terhadap upaya-upaya dari berbagai kelompok disintegrasi beserta pendukung dan simpatisannya yang nyata-nyata hendak memisahkan diri dari NKRI. Dan tidak menjadikan kaum muslimin sebagai kambing hitam atas pengalihan aksi yang justru menggambarkan ketidakmampuan aparat dalam memprioritaskan dan memetakan problematika negeri ini.
  8. Segala upaya yang dimaksudkan untuk mengkriminalisasi umat Islam di Indonesia hanya akan menimbulkan perlawanan dari kaum muslimin

Sebagaimana diketahui, lima pengurus Yayasan Masjid Mujahidin diperiksa Bareskrim Mabes Polri pada Selasa (16/5/2017) terkait video ceramah Ustadz Alfian Tanjung di Masjid Mujahidin beberapa waktu lalu. Ceramah tersebut intinya untuk mewaspadai kebangkitan PKI.

Kontributor: Bahry, Surabaya

Pengurus Masjid Mujahidin Diperiksa Terkait Video Ceramah Ustadz Alfian Tanjung

SURABAYA (Jurnalislam.com) – Bareskrim Mabes Polri memerika para pengurus Masjid Mujahidin Surabaya terkait ceramah Ustadz Alfian Tanjung di masjid tersebut pada Januari lalu.

Dalam video ceramah itu, ustadz Alfian Tanjung itu membahas tentang bahaya Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai Komunis China (PKC). Video tersebut dilaporkan seorang warga bernama Sujatmiko dengan tuduhan melanggar pasal 156 KHUP tentang penghinaan terhadap kelompok dan UU ITE.

Surat panggilan mabes polri kepada ketua yayasan masjid mujahidin

“Pada dasarnya kasus yang ditimpakan pada kita sebagai saksi itu memang kurang jelas apa masalahnya. Kita tidak mengetahui apa ada konten kebencian atau SARA dan sebagainya dalam video itu,” kata Ustadz Maman Rusdiawan kepada Jurnalislam.com di Masjid Mujahidin, Selasa (16/5/2017).

“Kalaupun mereka mempermasalahkan masjid karena kita mengunggah kajian ustadz Alfian tanjung secara khusus untuk menyebar kebencian jelas ini batal, karena kita tidak bermaksud ke sana,” tambahnya.

Sementara itu, Sekretaris Yayasan Masjid Mujahidin, Muhammad Syahrul Mukarom mengungkapkan dirinya dicecar 16 pertanyaan oleh penyidik.

Syahrul menambahkan, semua ceramah atau pengajian di Masjid Mujahidin diunggah ke youtube. Tujuannya semata-mata penyebaran dakwah.

“Hanya niat menyebar dakwah, itu saja. Tidak ada tujuan lainnya,” terangnya.

Kontributor: Bahry, Surabaya