Pemuda Muhammadiyah: Kriminalisasi Ranu Potret Ketidakadilan yang Menyayat Hati

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Sekretaris Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah, Pedri Kasman menilai, kasus kriminalisasi yang menimpa jurnalis muslim Ranu Muda Adi Nugroho merupakan potret ketidakadilan yang menyayat hati. Menurutnya, kesalahan Ranu tidak lebih berat dari pelaku kejahatan lain seperti koruptor maupun penista agama yang jelas didakwa bersalah.

Karenanya, Pedri mempertanyakan kenapa Ranu harus ditahankan sedemikian rupa, bahkan surat penangguhan Pemuda Muhammadiyah juga tidak diindahkan pihak kepolisian. Padahal, kata dia, Ranu memiliki keluarga, dan dia tidak mungkin melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.

“Ini potret ketidakadilan yang menyayat hati di tengah negara yang berpanglimakan hukum,” ujarnya dalam Diskusi Publik 2017 Jurnalis Islam Bersatu “Ranu dan Ancaman Kriminalisasi Jurnalis” di Hotel Sofyan Inn, Tebet, Jakarta, Ahad (21/05/2017).

Pedri juga mengatakan, kriminalisasi dalam rezim saat ini lekat dengan para pecinta keadilan. Sehingga banyak aktivis yang dengan mudah dikenakan penahanan melalui pasal-pasal yang tidak jelas.

Ia menilai, penegak hukum seperti polisi dan kejaksaan saat ini seperti bekerja atau tunduk dengan kemauan penguasa.

“Bukan untuk kepentingan keadilan dan hukum. Banyak kasus yang bisa dijadikan hipotesisnya,” pungkas Pedri.

Reporter: Yahya G. Nashrullah | Islamic News Agency (INA)

Adanya Celah Hukum Dinilai Salah Satu Penyebab Kriminalisasi Jurnalis

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Gading Yonggar mengungkapkan, terdapat 83 kasus kekerasan termasuk kriminalisasi terhadap jurnalis sepanjang 2016 dengan pola beragam, baik fisik maupun verbal. Menurutnya, hal itu disebabkan adanya celah hukum yang menyebabkan tindakan kekerasan dan kriminalisasi terhadap jurnalis itu terjadi.

“Beberapa terdapat dalam KUHP yang notabene adalah pasal warisan kolonial,” katanya dalam Diskusi Publik 2017 Jurnalis Islam Bersatu “Ranu dan Ancaman Kriminalisasi Jurnalis” di Hotel Sofyan Inn, Tebet, Jakarta, Ahad (21/05/2017).

Ia menyebutkan, regulasi itu diantaranya pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik, pasal 311 KUHP tentang fitnah, dan pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa.

Selain itu, sambungnya, juga pasal lex specialis yang secara eksplisit sama namun menyasar media sosial yakni pasal 27 ayat 3 Undang-undang ITE.

Menurutnya, frasa-frasa dalam pasal-pasal tersebut rancu, multitafsir dan interpretasi. Serta tidak mempunyai kepastian hukum.

“Dan tidak hanya bisa menyasar jurnalis atau organisasi masyarakat sipil, tapi juga rakyat biasa yang mengkritik pemerintah dapat dikriminalisasi dengan pasal-pasal ini,” ungkapnya.

Gading mengungkapkan, ruang-ruang kriminalisasi itu terbuka lebar dan kerap kali dimanfaatkan penguasa untuk membungkam suara publik.

“Jadi tantangannya juga di regulasi. Kalau dibiarkan akan banyak Ranu yang lain. Konsekuensinya pasal ini harus dicabut,” pungkasnya.

Reporter: Yahya G. Nashrullah | Islamic News Agency (INA)

Pimred Hidayatullah: Ranu Terkategori Melakukan Tugas Jurnalistik

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Jurnalis Islam Bersatu (JITU) bekerjasama dengan Pusat Edukasi, Rehabilitasi, dan Advokasi Yayasan Perisai Nusantara Esa pada Ahad (21/5/2017), menggelar diskusi publik bertema “Ranu dan Ancaman Kriminalisasi Jurnalis” di Hotel Sofyan Inn, Tebet, Jakarta.

Hadir pada kesempatan itu sebagai pembicara Dewan Syuro JITU Mahladi Murni, Pengacara Publik LBH Pers Gading Yonggar, Anggota Komisi I DPR Arwani Thomafi, Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman, Advokat Senior Munarman, dan Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Mustofa Nahrawardaya.

Pimpinan Redaksi (Pimred) Kelompok Media Hidayatullah (KMH), Mahladi Murni menyampaikan, Ranu Muda Adi Nugroho terkategori melakukan tugas jurnalistik saat terjadi sweeping sebuah tempat hiburan malam oleh ormas Laskar Umat Islam Solo (LUIS) beberapa waktu lalu. Ia menjelakan, bahwa definisi jurnalistik adalah kegiatan mencari, mengedit berita yang dipublikasikan di media baik cetak maupun elektronik.

“Dari definisi tersebut Ranu termasuk kategori jurnalis,” ujarnya.

Hal itu, sambung Mahladi, karena Ranu bekerja di sebuah media yang memiliki legalitas, melakukan aktivitas jurnalistik, dan apalagi juga sebagai redaktur pelaksana dalam struktur redaksi.

Terkait pertanyaan apakah dibenarkan seorang jurnalis mengikuti rapat dengan narasumber sebagaimana Ranu yang diundang oleh LUIS sebelum melaksanakan aksinya, Mahladi mengatakan, hal itu adalah suatu yang wajar.

Mantan jurnalis Harian Republika ini mencontohkan, bagaimana biasanya jurnalis juga mengikuti pengarahan dari kepolisian ketikan akan melakukan penggerebekan suatu tindak kejahatan. Termasuk, lanjutnya, ikut bersama dalam satu kendaraan dengan narasumber.

Hanya saja, setelah tiba di lokasi sang jurnalis melakukan tugasnya dalam peliputan seperti memotret, mencari informasi sebanyak mungkin, yang mana membuat jurnalis tidak sempat membantu korban.

“Karena memang biasanya mendahulukan tugas jurnalistiknya. Itu juga yang dilakukan Ranu,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut Mahladi, yang menegaskan bahwa apa yang dilakukan Ranu adalah aktivitas jurnalistik karena usai kejadian Ranu telah membuat dan mempublikasi hasil liputannya.

“Paginya sudah membuat artikel tentang liputannya semalam. Jelas Ranu melakukan tugas jurnalistik,” tandasnya.

Namun, Dewan Syuro Jurnalis Islam Bersatu (JITU) ini menyayangkan, pihak kepolisian yang menganggap Ranu bagian dari ormas LUIS yang melakukan sweeping terhadap tempat maksiat Social Kitchen.

Untuk diketahui, saat ini kasus Ranu sedang bergulir di persidangan. Ranu dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman 6 bulan penjara. Sedangkan pembacaan putusan akan dibacakan oleh hakim pada 29 Mei mendatang.

Reporter: Yahya G. Nashrullah | Islamic News Agency (INA)

Muhammadiyah Multimedia Kine Klub Rilis Film ‘Toedjoeh Kata’

YOGYAKARTA (Jurnalislam.com) – Muhammadiyah Multimedia Kine Klub (MMKK) mengadakan peluncuran film doku-drama mengenai Ki Bagus Hadikusumo yang berjudul “Toedjoeh Kata” di Auditorium IFI-LIP, Jalan Sagan, Yogyakarta, Rabu (17/5/2017) malam. Acara ini merupakan rangkaian kegiatan peluncuran film MM Kine Klub UMY di Kineidoscope 2017. Film ini diluncurkan bersamaan dengan karya sineas MMKK yang lain, diantaranya Aanisah Pangrutiningtias yang merangkap sebagai produser film “Toedjoeh Kata”. Sebelumnya, film ini berhasil meraih prestasi juara 2 pada lomba doku-drama dalam Pekan Seni Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah ke 3 yang diadakan di Universitas Muhammadiyah Jakarta mulai 9 sampai 11 Mei 2017.

Film ini terbilang doku-drama pertama dalam sejarah Indonesia yang mengungkap peristiwa di balik pengubahan Piagam Jakarta. Doku-drama yang menyoroti pencoretan 7 kata di Piagam Jakarta ini lebih dari sekadar merangkai kronologi yang dialami Ki Bagus dan Kasman Singodimejo pada peristiwa itu. Secara menyeluruh, “Toedjoeh Kata” juga merangkum testimoni dari keluarga Ki Bagus dengan disertai analisa historis dari Dr. Tiar Anwar Bachtiar selaku sejarawan INSISTS sekaligus pembina komunitas Jejak Islam untuk Bangsa (JIB). Keberhasilan film ini mendaulat beliau sebagai narasumber juga tidak terlepas dari jasa komunitas Teras Dakwah yang menghadirkan kajian JIB di Jogja. Setelah pemutaran di Jogja, rencananya film “Toedjoeh Kata” akan diputar pula di kota lain melalui kerjasama dengan JIB.

Film “Toedjoeh Kata” memberi ilustrasi bagi tragedi yang dialami umat Islam di Gedung Cuo Sangi In, Jakarta, pada permulaan sidang PPKI, 18 Agustus 1945. Adegan monumental dalam film ini adalah saat sosok Kasman –akibat siasat para tokoh sekuler (nasionalis)– dengan bahasa Jawa kromo membujuk Ki Bagus sebagai tokoh Islam untuk merelakan pencoretan 7 kata di Piagam Jakarta yakni, “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Dengan gambaran suasana hening usai Ki Bagus shalat istikharah, adegan ini menjadi sangat tragis karena sampai 30 tahun kemudian airmata Kasman selalu menetes setiap mengingat kesalahannya merelakan 7 kata itu terhapus dan membujuk Ki Bagus.

 

Terungkapnya fakta sejarah ini mematahkan mitos ‘gentlemen agreement’ yang selama ini diyakini oleh kalangan awam bahwa seolah-olah para ulama dulu dengan sukarela meniadakan kewajiban syariat Islam. Padahal para tokoh Islam kala itu sesungguhnya sangat kecewa terhadap penghapusan 7 kata ini. Pemaparan dari Dr. Tiar Anwar Bachtiar sepanjang film turut memperkuat narasi yang disajikan secara berkelanjutan melalui rangkaian adegan di Gedung Cuo Sangi In sekitar 7 dekade lalu.

Kajian narasumber dan adegan perdebatan saling melengkapi dalam mengungkap bahwa pencoretan syariat Islam hanyalah bersifat sementara. Tetapi janji mengembalikan 7 kata itu ternyata tidak pernah ditunaikan oleh golongan nasionalis. Bahkan kemudian Soekarno secara otoriter justru menelikung aspirasi umat Islam melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang kemudian disusul dengan pembubaran Masyumi selaku partai paling lantang dalam berjuang untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara.

Seusai pemutaran film “Toedjoeh Kata”, 2 sesi diskusi diadakan antara sutradara dengan penonton. Pada kedua sesi ini sutradara film, Bayu Seto, sempat mendapat sejumlah pertanyaan cukup kritis dari para penonton. Diantaranya penonton yang bertanya dari mahasiswa UGM mengenai riset, referensi, dan narasumber terkait sejarah konstitusi yang diungkap film ini. Kemudian ada pula mahasiswa dari kampus Sanata Dharma yang mempertanyakan tujuan pembuatan film dan kecenderungan ke golongan tertentu. Kemudian penanya dari UMS yang ingin mengetahui relevansi antara tema film yang diangkat dengan kasus penodaan agama yang telah menimbulkan kegaduhan di Indonesia belakangan ini.

Menanggapi para penanya ini, Bayu Seto selaku sutradara memberikan penjelasan cukup gamblang. Diantaranya soal proses riset yang bukan tanpa kendala tetapi sanggup dijalani dengan ketekunan menggali referensi literatur secara mendalam. Bayu juga tidak memungkiri bahwa tema yang diangkat memiliki relevansi dengan krisis pluralitas yang terjadi saat ini. Di kesempatan itu Bayu juga ungkapkan bahwa kurangnya upaya penokohan pejuang Islam selama ini menjadi motivasinya mengangkat sosok Ki Bagus ke dalan film. Poin penting yang disampaikan Bayu ini bisa digarisbawahi sebagai kepedulian dan keberpihakan generasi muslim di era milllenial untuk melestarikan keteladanan para ulama pendahulu yang berjuang dari era kolonial. Kesadaran mahasiswa akan pentingnya sejarah ini layak diapresiasi.

Dari rangkaian diskusi ini dapat terlihat bahwa sebagian penonton ternyata cukup terkejut dengan narasi historiografi yang telah tersaji melalui film ini, karena memang tidak pernah mereka ketahui sebelumnya dalam pelajaran sejarah di sekolah atau kuliah. Disinilah film ini mampu memberi kontribusi guna membuka wawasan generasi muda untuk menyadari pentingnya mengungkap fakta sejarah yang selama ini tersembunyi, sehingga refleksi masa silam bisa menjadi proyeksi masa kini dan masa depan. [DW]

Soal Kasus Ranu, Panjimas Ucapkan Terima Kasih kepada JITU

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Pimpinan Umum Panjimas.com, Ahmad Widad membenarkan bahwa Ranu Muda Nugroho merupakan wartawan Panjimas. Hal itu disampaikannya dalam Diskusi Publik bertemakan “Ranu dan Ancaman Kriminalisasi Jurnalis” di Hotel Softan, Tebet, Jakarta Selatan pada Ahad (21/5/2017).

Dalam kasus Sosial Kitchen, Ranu disangkakan dengan pasal permufakatan jahat bersama Laskar Umat Islam (LUIS). Widad yang merupakan anggota Forum Jurnalis Muslim (Forjim) itu mengucapkan terimakasih terhadap Jurnalis Islam Bersatu (JITU) yang yang terus mengawal kasus tersebut.

“Saya berikan apresiasi besar terhadap kawan-kawan JITU,” tuturnya.

Ranu sendiri telah bergabung dengan Panjimas.com sejak 2015 silam. Selang setahun setelah itu, tepatnya tahun 2016 Ranu bergabung dan resmi terdaftar sebagai anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU).

Reporter: Ali Muhtadin | Islamic News Agency (INA)

30 Mahasiswa Stikes Kusuma Husada Ikuti Pelatihan Imam Rowatib

SURAKARTA (Jurnalislam.com) – Stikes Kusama Husada dan Yayasan An Nubala adakan pelatihan Imam Rowatib di Masjid Al Fatah Kampus Stikes Kusuma Husada, Mojosongo Surakarta, Ahad (21/5/2017). Pelatihan diikuti oleh 30 mahasiswa dan dosen.

Pelatihan diisi oleh dua pemateri, yaitu Ustadz Faiz Baraja Mudir dari Markaz Iqro Surakarta dan Ustadz Andriyono, Ketua ICID (Islamic Center I’dadu Du’at) Isykarima Karangpandan.

Dalam paparannya, Ustadz Faiz memaparlan syarat-syarat menjadi imam di suatu Masjid. Salah satu syarat seorang imam adalah mempunya pemahaman yang mendalam tentang hukum-hukum shalat.

”Seorang Imam adalah seorang yang paling paham mengetahui hukum-hukum Sholat,” katanya.

Sedangkan Ustadz Andriyono selaku pemateri kedua lebih menekankan pentingnya seorang imam mempunyai kemampuan membaca Al Qur’an yang baik dan benar.

Ketua Pembina Yayasan An Nubala, Ustadz Abdul Rohim Ba’asyir

Ketua Pembina Yayasan An Nubala, Ustadz Abdul Rohim Ba’asyir mengapreasi kegaitan tersebut. Ia berharap adanya kajian lanjutan dengan tema-tema yang lain.

“Insya Allah kami dari Yayasan An Nubala akan membantu semampu kami untuk mengadakan kajian keilmuan yang lain,” tuturnya.

Senada dengan itu, Ketua Yayasan Stikes Kusuma Husada, Ediy Mulyono menyatakan kesiapannya untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatanya keagamaan lainnya. “Terutama kegiatan dalam rangka memakmurkan masjid,” kata dia.

Tarhib Ramadhan 1438 H Semarang Usung Semangat Persatuan

SEMARANG (Jurnalislam.com) – Dengan semangat persatuan, ribuan umat Islam Semarang dari berbagai ormas dan elemen mengikuti Tarhib Ramadhan 1438 H di area Car Free Day (CFD) Simpanglima, Semarang, Ahad (21/5/2017).

Selain pawai, acara juga diisi dengan taujih para ulama, dongeng islami dan dimeriahkan dengan nasyid-nasyid. Peserta terdiri dari berbagai ormas Islam di Semarang

Pesan-pesan persatuan pun disampaikan oleh perwakilan organisasi. Seperti diutarakan Ketua Pelajar Islam Indonesia (PII), Syakir, berharap persatuan ormas Islam Semarang tersebut bisa membangun ruh persatuan dan saling memperbaiki diri.

“Umat Islam Semarang bisa membangun euforia atau semangat bareng-bareng menyambut kedatangan bulan yang suci untuk membangun ruh, supaya dalam satu bulan ini tidak menjadi bulan yang biasa-biasa saja tapi benar-benar bulan yang menjadi titik temu umat Islam untuk memperbaiki diri,” ucapnya kepada Jurnalislam.com di sela-sela acara.

Sementar itu, perwakilan PC Muhammadiyah Kota Semarang, Eko Prayitno menyatakan, persatuan tersebut membawa harapan baru bagi perkembangan pergerakan Islam selanjutnya.

“Karena sebesar apapun perekonomian itu terbangun kalau persatuan antarumat Islam tidak ada, ya akan menjadi satu yang tidak manfaat,” tukasnya.

Di penghujung acara, perwakilan Forum Umat Islam Semarang (FUIS), Ustadz Amur Yuda juga menyampaikan pesan senada. Ia mengimbau umat Islam untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam ketundukan kepada Allah SWT.

“Buktikan kami tidak anti-NKRI, kita tidak anti Bhineka Tunggal Ika. Justru komunis, justru Syiah, justru OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang ingin memerdekakan diri dari Indonesia. Wallahi Justru kaum muslimin tidak ingin memerdekakan diri, kami hanya ingin pemerintahan ini tunduk dan patuh kepada Allah SWT,” tegasnya.

Umat Mart, Mahakarya Kombinasi Masyarakat Elit dan Alit

BANDUNG (Jurnalislam.com)—Komunitas Yayasan Ibnu Hajar Asqilani (YIHA) bekerja sama dengan PT Asqilani Persada Pratama secara resmi membuka gerai perdana Umat Mart, Sabtu (20/05/17), di Jl. Raya Banjaran No. 428 Pameungpeuk, Kabupaten Bandung.

Acara yang diresmikan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung ini dihadiri oleh aparatur pemerintahan, MUI Jawa Barat, ormas Islam, tokoh masyarakat, DKM se-Kecamatan Pameungpeuk, LSM se-Kabupaten Bandung, pemegang saham U-Mart, masyarakat umum, serta media cetak dan online.

Grand Opening ini merupakan golden momentum dalam mencapai kebangkitan ekonomi pribumi Indonesia yang diinisiasi masyarakat elit dan alit dari berbagai daerah di Indonesia yang diawali dengan pengenalan terhadap masyarakat luas. Kemudian, tumbuh kepercayaan dan ketertarikan mereka terhadap Umart dengan mengetahui kelebihan atau keunggulan dari produk dan layanan U-Mart.

Logo U-Mart yang merupakan tipografi huruf “U” sebagai simbol untuk melambangkan “Umat” dibentuk oleh empat pilar, yang melambangkan 4 sifat Rasulullah saw. yang wajib diteladani; shiddiq, amanah, fathanah, dan tabligh dengan mencampurkan warna jingga dan hitam; warna jingga melambangkan kebahagiaan dan kepercayaan, sementara warna hitam melambangkan kekuatan namun tetap elegan.

Selain itu, simbol “U” tersebut digambarkan sebagai sebuah pegas yang mana memiliki fungsi menyerap dan melepaskan energi. Bertolak dari fungsi pegas, diharapkan mini market milik umat ini menjadi media yang bisa menyerap kekuatan, kemudian menghasilkan kekuatan yang lebih besar lagi bagi umat.

Upaya tersebut dilalui dengan memperkenalkan dan memasarkan produk-produk U-Mart yang merupakan perwujudan dari keinginan masyarakat mengenai produk kebutuhan sehari-hari yang berharga murah dengan kualitas yang baik. Hal ini didukung dengan pengelolaan tim manajemen yang terdiri atas para ahli yang berpengalaman puluhan tahun di bidang usaha mini market.

Di samping itu, model Grand Opening U-Mart yang menghadirkan berbagai kalangan masyarakat bertujuan untuk menjawab kekhawatiran sebagian pihak bahwa gerakan Islam adalah anti kebinekaan, anti pancasila, dan anti kedamaian. Nyatanya, kekhawatiran itu tidak masuk akal.

Untuk itu, U-Mart mengundang beragam kalangan baik di ormas Islam, LSM, tokoh politik dan tokoh masyarakat agar hidup sauyunan; untuk ormas Islam, rapatkan barisan dengan menutup celah upaya pecah belah; untuk LSM, jaga persatuan dan kesatuan, jangan mau dibenturkan sesama anak bangsa; untuk aparat kepolisian dan TNI jangan mau diadudomba dengan umat Islam karena memiliki hubungan persaudaraan; untuk aparat pemerintahan, perhatikan masyarakat kecil karena mereka sebenarnya mutiara terpendam yang jika diberdayakan akan menjadi energi dalam membangun negeri.

Siaran Pers

Spirit 212 Dorong 500 Muslim Bandung “Patungan” Bangun Umat Mart

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Sekitar 500 orang menjadi pemilik saham Umat Mart (U-Mart). Saham yang dikumpulkan bernilai minimum Rp.50.000,- dan maksimum Rp.15.000.000,-. Demikian disampaikan oleh member U-mart, Wahyu AS, dalam acara Grand Opening U-mart, Pameungpeuk, Kabupaten Bandung, Sabtu (20/05/2017).

“Saham yang ditanam minimal lima puluj ribu dan maksimal lima belas juta. Walau dibatasi, akhirnya ada saja yang menyimpan saham hing lima puluh juta, dan itu semua berasal dari 500 orang yang sama-sama ingin membangun ekonomi umat,” jelas Wahyu.

U-mart merupakan Waserba yang dirintis oleh komunitas Yayasan Ibnu Hajar Asqilani (YIHA) yang bekerjasama dengan PT Asqilani Persada Pratama. Kemunculannya terinspirasi dari spirit 212.

“Waserba U-mart berangkat dari spirit 212. Spirit 212 menginspirasi umat untuk membangun jihad ekonomi berjama’ah. Hal ini sebagai lanhkah awal untuk mengambil kembali kekuatan ekonomi islam,” papar Komisaris PT Asqilani Persada Pratama, H.Kusmiardi, SE.

Tokoh masyarakat Pameungpeuk, Wahyudin, S.Pd.I, menanggapi pendirian U-mart dengan harapan akan kebangkitan Islam.

“Ekonomi Muslim saat ini sedang terpuruk dan harus dibangkitkan kembali, sebagai salah satu modal kebangkitan Islam. Ekonomi umat Islam harus bangkit. Dari umat, oleh umat, dan untuk kesejahteraan umat,” pungkas Wahyudin.

Siaran Pers

Ustadz Arifin Ilham Minta Kapolri Bebaskan Ustadz Al Khaththath

JAKARTA (Jurnalislam.com) – KH. Muhammad Arifin Ilham meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk segera membebaskan Sekjen FUI, KH Muhammad Al Khaththath.

“Semoga ayahanda KAPOLRI tercinta diberi hidayah Allah untuk segera membebaskan guru kami tercinta, demikian pula babe Sadli dan para mahasiswa yg masih ditahan,” kata Ustadz Arifin dalam status facebook, Sabtu (20/5/2017).

Ustadz Arifin mengingatkan Tito tentang kewajiban hidup seorang muslim untuk beribadah dan berbuat baik kepada sesamanya.

“Ingat hidup kita sangat sebentar di dunia fana, tidak ada yg tidak dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Semua kita akan pensiun, akan wafat, jangan berbuat zholim pada siapapun,” ujarnya.

Ia juga mengabarkan kondisi ustadz Al Khaththath berangsur membaik setelah dirawat di RS Bhayangkara karena asam uratnya kambuh.

“SubhanAllah walhamdulillah sahabatku, kondisi guru kita tercinta fillah ustadz Khottot sudah membaik sebelumnya sempat dirawat. Semoga Allah beri kesabaran, keikhlasan, baik sangka, sejuta hikmah untuk ustadz Khottot,” tuturnya.