Oposisi Suriah Tolak Pengerahan Pasukan Rusia ke Zona Demiliterisasi Idib

Oposisi Suriah Tolak Pengerahan Pasukan Rusia ke Zona Demiliterisasi Idib

IDLIB (Jurnalislam.com) – Aliansi oposisi di Suriah Idlib mengatakan bahwa mereka menentang pengerahan pasukan Rusia ke zona demiliterisasi yang akan dibentuk di bawah kesepakatan Turki-Rusia untuk kubu oposisi.

Juru bicara Front Pembebasan Nasional Naji Mustafa mengatakan kepada Al Arabiya English bahwa “Idlib berada dalam situasi baik dengan opini publik yang dapat menerima perjanjian Sochi, tetapi sekarang beberapa daerah sering sekali diserang oleh artileri rezim Suriah.”

Kesepakatan yang disepakati bulan lalu antara Ankara dan Moskow menyediakan pembentukan zona penyangga berbentuk U di sekitar Idlib yang akan bebas dari pejuang dan senjata berat.

Baca juga: 

Buffer akan dipatroli oleh pasukan Turki dan polisi militer Rusia.

Front Pembebasan Nasional, sebuah aliansi oposisi dukungan Turki yang kuat di Idlib, dengan hati-hati menyambut kesepakatan itu tetapi sejak itu mengajukan keberatan.

“Pertemuan panjang diadakan dengan sekutu Turki kami mengenai unsur-unsur perjanjian, dan terutama masalah kehadiran Rusia di daerah penyangga,” kata Mustafa pada Ahad malam.

“Kami membahas masalah ini, dan NLF mengambil posisi yang jelas menolak masalah ini,” katanya, menambahkan bahwa Turki “berjanji bahwa itu tidak akan terjadi”.

Baca juga: 

Mustafa menambahkan bahwa zona penyangga tidak akan membuat dampak besar.

“Senjata berat kami berada di pangkalan kami yang bukan bagian dari zona ini karena sebagian besar berada dekat pertempuran,” katanya.

Mustafa juga mengatakan kepada Al Arabiya English bahwa mereka tidak akan mengubah lokasi pangkalan dan front mereka, dan bahwa pejuang mereka akan “tetap siap”, oleh karena itu zona penyangga tidak akan mempengaruhi kegiatan militer mereka.

Kesepakatan atas Idlib dicapai pada 17 September oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitra Turki Recep Tayyip Erdogan di kota wisata Rusia, Sochi.

Berdasarkan perjanjian itu, semua faksi di daerah penyangga yang direncanakan harus menyerahkan senjata berat mereka pada 10 Oktober dan kelompok radikal harus mundur pada 15 Oktober.

Baca juga: 

Pernyataan Mustafa pada hari Ahad adalah indikasi terbaru dari berlanjutnya perpecahan dan kebingungan atas kesepakatan itu.

Observatorium Suriah untuk Pemantau Hak Asasi Manusia mengatakan pada hari Ahad bahwa sebuah faksi NLF yang dikenal sebagai Faylaq al-Sham telah mulai menarik keluar senjata berat mereka dari tiga kota di zona yang direncanakan.

Baik Faylaq al-Sham dan NLF menolak penarikan ke AFP.

“Tidak ada perubahan lokasi senjata atau redistribusi pejuang, bahkan saat kami tetap berkomitmen dengan kesepakatan yang dicapai di (resor Rusia) Sochi,” kata Sayf al-Raad.

Idlib terletak di perbatasan dengan Turki dan dikuasai oleh sejumlah faksi oposisi dan jihadis, yang diperkirakan oleh para pengamat akan mempersulit penciptaan zona penyangga.

Sebagian besar wilayah di mana penyangga akan didirikan dipegang oleh Hayat Tahrir al-Sham, aliansi pimpinan jihadis, dan kelompok jihadis utama.

HTS belum secara resmi mengomentari kesepakatan itu, tetapi pemimpinnya Syeikh Abu Muhammad al-Jaulani sebelumnya telah memperingatkan bahwa senjata oposisi adalah “garis merah (the red line)”.

Baca juga: 

Hurras al-Deen, kelompok kecil yang terkait dengan Al-Qaeda, telah menolak perjanjian itu.

Sebelumnya pada hari Sabtu, kelompok oposisi yang didukung AS Jaish al-Izza mengikutinya, mengatakan kesepakatan itu “member jaminan bagi Bashar al-Assad”.

Hamitoglu mengatakan bahwa setelah Turki menempatkan titik pengamatan di Idlib, Hayat Tahrir al-Sham mulai “melihat secara rasional pada peristiwa-peristiwa itu”.

“HTS hanya diam atas kehadiran Turki di Idlib. Tidak ada konflik atau keberatan. Oleh karena itu mereka mungkin berpikir bahwa kehadiran Turki di Idlib akan lebih baik untuk Suriah,” katanya. Pada Anadolu Agency.

“Di antara oposisi – termasuk HTS – ada kepercayaan terhadap Turki tetapi pada saat yang sama ada ketidakpercayaan terhadap Rusia dan Assad,” katanya.

Oposisi saat ini terjebak di antara dua sikap ini,” tambahnya.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.