SURIAH (Jurnalislam) – Alasan yang dikemukakan ke publik oleh Turki adalah untuk mengusir faksi-faksi jihad yang terkait al-Qaeda di Suriah. Tapi ketika diselidiki lebih dalam, indikasi intervensi Turki di Idlib ini adalah upaya untuk membangun pengaruh di Suriah sebelum terlambat, kata para analis, Selasa (10/10/2017), lansir Middle east Eye.
Dorongan tersebut juga menandai penerimaan Ankara terhadap rezim Syiah Bashar al-Assad – hampir enam tahun setelah memintanya untuk mundur – dan sebuah konflik yang telah berubah menjadi pertarungan nyata politik.
Pada hari Sabtu (7/10/2017), setelah berbulan-bulan membangun militer Turki di sekitar Idlib dan mengatakan di media pemerintah bahwa sebuah intervensi akan terjadi, presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengumumkan dimulainya kampanye melawan koalisi faksi jihad Hayat Tahrir al-Sham (HTS).
Sejak 2014, pasukan oposisi telah menguasai provinsi Suriah utara yang sekarang dikendalikan penuh HTS, koalisi faksi jihad yang dipimpin oleh Jabhat Fath al Sham, nama baru Jabhah Nusrah, pada akhir Juli.
HTS Kini Mengendalikan Penuh Fasilitas Umum Provinsi Idlib
“Hari ini ada operasi serius di Idlib dan ini akan berlanjut, karena kita harus mengulurkan tangan kepada saudara-saudara kita di Idlib dan saudara-saudara kita yang tiba di Idlib,” kata Erdogan dalam pidato di televisi.
Turki, lanjutnya, tidak akan mengizinkan terbentuknya “koridor perang” di sepanjang perbatasannya dan operasi tersebut, yang dipimpin oleh pasukan oposisi Suriah yang didukung Turki, akan “memberi kami inisiatif baru mengenai masalah ini”.
Empat hari dalam misi tersebut, telah ada laporan tentang jihadis HTS yang melepaskan tembakan ke pasukan Turki di sebuah dinding di sepanjang perbatasan antara Turki dan Idlib, namun sedikit darah yang ditumpahkan.
Itu karena menurut analis pertempuran sengit tidak akan terjadi, setidaknya di awal, dengan adanya kesepakatan win-win: HTS akan mempertahankan kehadirannya di utara Suriah; sedangkan Turki, akan menghentikan orang-orang Kurdi Suriah yang berusaha mendirikan sebuah koridor ke Mediterania dengan mengisolasi daerah kantong Afrin milik mereka.
Amerika Serikat Ketakutan jika Hayat Tahrir al Sham Mendominasi Provinsi Idlib
“Sejauh ini, menurut sumber yang berbeda – yaitu warga Suriah yang berada di lapangan dan juga pengamat – mereka mengatakan bahwa ada semacam pemahaman antara HTS dan pasukan Turki tentang ke mana harus pergi, apa yang harus dilakukan dan siapa yang akan berada di sana,” kata Haid Haid, seorang jurnalis dan pakar riset Chatham House.
“Turki ingin memaksakan kehadiran pasukannyanya di daerah itu sebelum orang lain melakukannya,” kata Haid. “Mereka bergerak sekarang untuk menciptakan zona penyangga yang akan berisi pejuang-pejuang HTS yang akan memungkinkan mereka beroperasi pada dasarnya di wilayah sekitar Afrin tanpa ada keberatan dari Rusia atau AS atau masyarakat internasional, yang mungkin merupakan hasil dari kesepakatan Astana baru-baru ini.”
Tapi masalahnya adalah apa yang terjadi setelah bab pertama ini selesai dan di sini Turki menemukan dirinya berada di tempat yang sulit.

Bisakah Turki meyakinkan HTS untuk membatasi aktivitasnya dan mengisolasi dirinya sendiri di dalam koridornya? Dan jika Turki mampu melakukan hal yang diragukan itu – apakah itu cukup untuk mencegah serangan udara pemerintah Rusia atau rezim Suriah terhadap kelompok jihadis – dan gelombang pengungsi yang akan datang bersama mereka?
Galip Dalay, seorang direktur peneliti di Sharq Forum dan rekan senior di Al Jazeera Center for Studies, mengatakan anggota HTS mempunyai kemampuan untuk bergabung dengan kelompok sipil setempat atau menyusup ke kelompok lain dalam perang, kemungkinan kecil untuk membelot.
“Bahkan dalam skenario ini, bahaya dan tingkat ancaman akan berkurang secara signifikan. Turki percaya bahwa mereka dapat melakukan hal ini tanpa mempertaruhkan sebuah konfrontasi besar,” katanya.
Tapi Aymenn al-Tamimi, seorang peneliti Forum Timur Tengah yang berbasis di AS, kurang yakin. Menurutnya pembelotan sangatlah tidak mungkin, dan jika kemudian terjadi pertempuran, bergantung pada FSA yang didukung Turki, seperti yang dilakukan Ankara selama operasi Euphrates Shield tahun lalu, tidak akan cukup.
“Jika Anda secara militer akan melakukan intervensi terhadap HTS, pastilah ada pasukan darat Turki yang berpartisipasi dalam hal itu, bukan hanya pasukan Euphrates Shield, yang ketika benar-benar terlibat dalam pertempuran militer – ketika mereka benar-benar harus menghadapi IS – mereka butuh waktu lama dan itu bukan pertarungan yang mudah melawan HTS,” katanya.
Ada juga dinamika lokal yang bisa menyulitkan pertempuran itu. Selama sepekan terakhir, HTS merilis sebuah pernyataan mengkritik oposisi moderat yang akan bekerja sama dengan Turki untuk melawan HTS, dengan menyoroti bahwa usaha mereka akan didukung oleh dukungan serangan udara Rusia musuh mereka sendiri.
Sepakati Zona Aman pada Rezim Assad, HTS Peringatkan Oposisi Moderat
“Sudah ada keyakinan bahwa pasukan FSA/Perisai Euphrates ini tidak populer. HTS telah memberikan informasi pada warga Idlib bahwa jika FSA/Perisai Euphrates menyerang itu akan didukung oleh serangan udara Rusia untuk melawan HTS, dan ini akan mencitrakan FSA/Perisai Euphrates lebih buruk dan gelomban warga sipil untuk bergabung dengan HTS akan lebih banyak.”
Seorang teman yang tinggal di daerah Druze di Idlib baru-baru ini mengatakan kepada Tamimi bahwa walaupun dia hidup bawah peraturan HTS, dengan Syariat Islam, dia masih akan memilih HTS untuk tetap menguasai wilayahnya daripada FSA.
“Dia mengatakan meskipun HTS mengatur kita, situasi keamanan jauh lebih baik,” kata Tamimi.

HTS masih mengendalikan – bahkan andaikan dalam kapasitas yang berkurang – ada yang mengatakan serangan akan terjadi.
“Jika banyak HTS yang mundur, kemungkinan Assad serta Rusia akan datang mengalahkan mereka dari selatan,” Josh Landis, direktur Pusat Studi Timur Tengah Universitas Oklahoma, mengatakan kepada Inside Story Al Jazeera pada hari Ahad.
“Itu akan menjadi negosiasi terakhir – apakah mereka akan berdiri sampai mati sebagai Negara Islam Suriah atau apakah mereka akan menyelesaikan kesepakatan dengan Turki untuk menyebrang ke Turki?”
Operasi baru tersebut juga terjadi kurang dari sebulan setelah putaran keenam perundingan Astana di mana Rusia, Turki dan Iran memutuskan untuk mendirikan zona de-eskalasi di Idlib, di antara beberapa lokasi lainnya.
Meskipun Turki telah bersiap selama berbulan-bulan untuk intervensi kedua yang harus diikuti pada Perisai Euphrates, sekarang mereka terlihat sangat mencolok untuk masuk sebelum pihak lain masuk, kata para analis.
“Turki melihat dirinya sebagai negara adidaya regional. Jika Iran memiliki saham di Suriah, mengapa Turki tidak?” kata Simon Waldman, seorang rekan penelitian tamu di King’s College London dan rekan Carter IPC di Pusat Kebijakan Istanbul (Istanbul Policy Centre-IPC). “Rusia memiliki latar belakang kekaisaran, tapi bagaimana dengan Turki? Turki juga.”
Rusia Ingin Kuasai Idlib dengan Zona De-eskalasi
Meskipun ada rumor selama beberapa bulan bahwa Turki akan menyerang Afrin, Ankara menahan diri karena, mengingat kehadiran Rusia di daerah tersebut, ini berarti pertempuran dengan Moskow.
Jadi Turki, katanya, harus menemukan cara lain untuk mengukir wilayah dengan pengaruh dan menjamin perannya dalam membentuk masa depan kawasan ini.
“Ini 100 tahun setelah Sykes-Picot, tapi sekarang bukan Inggris dan Prancis, melainkan Rusia, Iran dan Turki,” kata Waldman.
Salah satu perhatian utama Ankara adalah, dengan pertarungan melawan kelompok Islamic State (IS) yang berakhir, kini agresor AS dan Rusia akan menargetkan HTS, melakukan pemboman tanpa pandang bulu tepat di perbatasan Turki, membuat jutaan pengungsi melarikan diri.
HTS Bongkar Sel-sel al Bagdadi di Provinsi Idlib, 100 Pasukan IS Ditangkap

Tapi bersamaan dengan hal itu, kapan pun AS melakukan intervensi di Suriah, dia mengatakan, Kurdi telah memperluas wilayah mereka.
“Ketakutan itu, meski Idlib adalah provinsi yang cukup besar – kita berbicara tentang 2,5 juta orang – kita tidak dapat mencegah AS atau Rusia pergi dengan orang-orang Kurdi di jalan. Mereka mungkin akan membentuk sebuah pemerintahan,” kata Dalay. “Apakah orang-orang Kurdi akan sampai di Laut Tengah atau tidak? Ini adalah salah satu ketakutan terburuk bagi Turki.”
Mengisolasi Afrin tidak akan menjadi satu-satunya keuntungan bagi Turki: mempertahankan HTS sebagai sebuah kekuatan yang layak, kata Haid, dapat memberi Turki pengaruh yang dapat digunakan untuk menekan rezim Suriah, terutama jika, seperti yang diprediksi beberapa analis, perundingan Turki dengan Assad bisa segera terjadi.
Tapi Dalay mengatakan bahkan jika perundingan semacam itu terjadi, Turki pasti sudah mencapai tujuannya dengan intervensi ini, yang mencerminkan penerimaannya bahwa kontrol Kurdi Suriah hanya bisa dibatasi, tidak dihilangkan.
“Kami menghentikan kontaminasi wilayah SDF. Sekarang kita berada di Idlib. Ok, apa yang bisa Assad berikan untukmu?” kata dia.