Begini Kabar Terakhir Pengungsi Muslim Rohingya di Perbatasan Bangladesh

Begini Kabar Terakhir Pengungsi Muslim Rohingya di Perbatasan Bangladesh

BANGLADESH (Jurnalislam.com) – Dr Mohammad Hossain telah melihat lebih dari 50 Muslim Rohingya yang terluka dalam dua jam terakhir. 40 orang lainnya menunggu giliran mereka di sebuah masjid di desa Daylpara di tepi sungai Naf yang memisahkan Bangladesh dengan Myanmar.

Setelah menjelajahi jalur berlumpur sepanjang beberapa kilometer, juga bukit kecil, dan daerah rawa dengan kaki telanjang, ribuan warga Rohingya akhirnya mendapat perawatan medis yang sangat mereka butuhkan.

Dr Hossain, yang memimpin sebuah tim beranggotakan 32 orang, adalah satu dari sedikit petugas medis yang maju membantu masyarakat yang kelelahan dan teraniaya yang telah melarikan diri ke Bangladesh selama tiga pekan terakhir.

“Saya mengambil cuti dari rumah sakit saya dan datang ke sini untuk membantu warga Rohingya, yang sangat membutuhkan bantuan medis,” kata Hossain, yang bekerja di Institut Penelitian dan Rehabilitasi Diabetes, Endokrin dan Metabolik Bangladesh di Dhaka.

Someran, 25, melarikan diri dari desa Rajirbeel dengan putrinya yang berusia 12 hari, Sabeha. “Saya menderita ruam di tubuh saya,” katanya kepada Al Jazeera, Sabtu (16/92017).

“Kami datang pagi ini dan saya menerima obat-obatan dan perawatan medis. Saya berharap ruam saya akan segera hilang, tapi saya khawatir dengan bayi saya.”

Lebih dari 409.000 Rohingya telah tiba di Bangladesh sejak 25 Agustus sebagian besar melewati Daylpara, sebuah desa terpencil sekitar 90 km dari Cox’s Bazar – salah satu pelabuhan masuk pertama bagi minoritas Muslim yang melarikan diri dari tindakan biadab militer Budha Myanmar.

Chris Lom, juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), mengatakan kepada Al Jazeera “ini benar-benar situasi yang sangat buruk”.

“Ini adalah orang-orang dalam situasi yang sangat nekat karena mereka tidak hanya tidak memiliki cukup makanan, tapi juga air bersih atau kakus.

“Jadi Anda memiliki situasi berisiko sangat tinggi, terutama untuk anak-anak. Jika mereka minum air kotor mereka akan terkena diare dan jika mereka kekurangan gizi, mereka akan mati.”

Sejak tahun 1948, ketika Inggris meninggalkan Myanmar, Muslim Rohingya menghadapi diskriminasi yang mengakar oleh pemerintah militer negara tersebut dan kewarganegaraan mereka dilucuti pada tahun 1982.

Sejak tahun 2012, Myanmar telah mengalami peningkatan intoleransi agama yang mengganggu, dimana Muslim Rohingya dan Muslim lainnya sering diserang dinegara tersebut.

Kengerian yang mereka ceritakan tampak di langit dari sisi perbatasan Banlgadesh, dimana asap tebal mengepul dari desa-desa yang dibakar oleh tentara Budha Myanmar dan gerombolan preman Budha.

Warga Rohingya di Eropa: Aung San Suu Kyi Mendukung Pembunuhan Massal

“Penduduk melarikan diri dari rumah mereka dengan barang-barang yang sangat sedikit dan kami berharap dapat meringankan sebagian penderitaan mereka dengan menyediakan layanan kesehatan, air dan makanan yang sangat dibutuhkan,” kata Ikhtiyar Aslanov, kepala delegasi ICRC di Bangladesh, dalam sebuah pernyataan.

“Namun, menangani kebutuhan semua orang tidak akan mungkin terjadi tanpa dukungan donor tambahan.”

Masuknya Rohingya membuat pemerintah daerah dan badan-badan bantuan kewalahan, dengan dua kamp yang dijalankan oleh UNHCR di Kutupalong dan Nayapara menampung lebih dari dua kali lipat kapasitas mereka sebesar 34.000.

“Kami menerima lebih dari 200 pasien setiap hari, kebanyakan anak-anak dan perempuan. Kami membutuhkan lebih banyak obat untuk mengatasi meningkatnya jumlah pasien,” Dr. Mohsin Uddin Ahmed dari Bangladesh Red Crescent (BRC) mengatakan kepada Al Jazeera.

“Diare, pernafasan, infeksi kulit dan gangguan kecemasan adalah penyakit umum yang kita jumpai.”

Ahmed juga mengungkapkan kurangnya konseling untuk pasien yang menderita gangguan kecemasan.

“Antara 5-10 persen menderita depresi dan gangguan kecemasan, kebanyakan wanita dan anak-anak,” katanya, menambahkan bahwa kamp tersebut ditingkatkan dengan memasukkan fasilitas konseling.

Saiful Islam Joy, seorang hakim eksekutif di administrasi distrik Cox’s Bazar, meminta Bangladesh menyediakan air larutan garam (saline) dan air bagi para pengungsi.

“Langkah-langkah saat ini bisa dilakukan namun diperlukan banyak upaya untuk mencegah agar situasi tidak memburuk,” katanya.

Seorang pejabat pemerintah kabupaten mengatakan kepada Al Jazeera bahwa sekitar 80.000 anak-anak Rohingya di kamp Ukhiya akan divaksinasi sejak Sabtu dan 30.000 anak lagi akan divaksinasi di wilayah Teknaf.

Lembaga bantuan juga menekankan pada kebutuhan air minum, vaksinasi, akses terhadap perawatan kesehatan primer dan sanitasi.

“Kami menyediakan layanan medis, minum air murni secara teratur dengan bantuan mitra kami ICRC dan Qatar Red Crescent,” kata Mozharul Haq, kepala Bulan Sabit Merah Bangladesh.

“Gelombang pengungsi ini belum pernah terjadi sebelumnya, dan kami melakukan yang terbaik untuk membantu orang.”

Bagikan