WASHINGTON (Jurnalislam.com) – Presiden AS Donald Trump pada hari Rabu (26/9/2018) menuduh China mencoba ikut campur dalam politik terkait pemilihan tengah semester November mendatang atas perselisihan perdagangan dengan pemerintahannya.
“Mereka tidak ingin saya atau kami menang karena saya adalah presiden pertama yang menantang China dalam perdagangan,” katanya ketika memimpin sesi Dewan Keamanan PBB. “Kami tidak ingin mereka ikut campur atau ikut andil dalam pemilihan mendatang kami.”
Presiden tidak menjabarkan bukti untuk mendukung klaimnya.
Komentarnya adalah pernyataan pertama AS yang secara eksplisit mengatakan China berusaha untuk “ikut campur” dalam jajak pendapat yang tertunda. Dia tidak menyebutkan tuduhan yang dilontarkan badan-badan intelijen AS pada Rusia, bahwa mereka bertekad berusaha untuk mempengaruhi pemilihan presiden 2016 dengan mendukung Trump.
Baca juga: Kapal Perang AS Provokasi Teritorial Perairan China
Menteri Luar Negeri China dengan tegas membantah klaim tersebut dalam sambutannya kepada Dewan Keamanan. Dia menegaskan bahwa Beijing “mengikuti prinsip tidak-mengganggu dalam urusan domestik negara-negara lain.”
“Kami tidak pernah dan tidak akan ikut campur dalam urusan domestik negara manapun,” kata Wang Yi. “Kami menolak untuk menerima tuduhan tidak beralasan apa pun terhadap China, dan kami menyerukan kepada negara lain untuk juga menghormati tujuan piagam PBB dan tidak ikut campur dalam urusan internal negara lain.”
Trump memulai perang dagang dengan China awal tahun ini atas defisit perdagangan Washington dengan Beijing, yang mencapai $ 375,6 miliar pada 2017.
Baca juga: Begini Kata Ahli Ekonomi Dunia Terkait Dampak Perang Dagang China-AS
Trump sebelumnya menuduh China menargetkan tarif pembalasannya pada konstituensi yang penting bagi partainya, seperti petani. Tidak jelas dari komentarnya bahwa dia mengacu pada upaya-upaya atau kampanye serupa dengan yang dituduhkan atas Rusia, yang sering disebut sebagai “ikut campur dalam pemilihan”.
Seorang pejabat senior pemerintah AS mengatakan “selain melukai petani dan pekerja di negara bagian dan distrik yang memilih presiden,” Beijing sedang mengejar “upaya terkoordinasi” yang mencakup operasi rahasia.
“Ini mempekerjakan cyber, dalam beberapa kasus korupsi, dan menggunakan propaganda,” kata pejabat itu.