Berita Terkini

Rezim Syiah Assad Kembali Bombardir Kota Deraa

SURIAH (Jurnalislam.com) – Pemboman udara dan artileri rezim Syiah Assad menghantam daerah oposisi di kota Deraa, Suriah, di perbatasan dengan Yordania, pada hari Selasa (20/6/2017) setelah gencatan senjata dua hari berakhir, saksi dan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (the Syrian Observatory for Human Rights-SOHR) mengatakan.

Seorang saksi dan dua pejuang oposisi di Deraa mengatakan tentara dan sekutu-sekutunya telah menjatuhkan bom dan artileri di kota dan jalan sempit yang memisahkannya dari perbatasan.

Sedikitnya enam serangan terjadi di Gharz di timur Deraa dan di kota tua, di mana tentara melanjutkan usaha untuk mematahkan garis oposisi, kata pasukan oposisi tersebut.

Saksi mengatakan bahwa bom barel, peluru artileri dan roket digunakan dalam pemboman tersebut. Bentrokan terjadi di dekat sebuah pangkalan militer di sebelah barat daya kota dekat perbatasan dengan Yordania, saksi menambahkan.

Jika tentara menguasal wilayah Deraa yang dikuasai oleh oposisi dan wilayah lain yang terletak beberapa kilometer di antara Deraa dan perbatasan, maka wilayah oposisi di sebelah tenggara Suriah akan terbagi.

Militer rezim tidak dapat dihubungi untuk mengomentari tindakan baru tersebut, yang terjadi saat pejabat AS dan Rusia mengadakan pembicaraan untuk menciptakan “zona de-eskalasi” di barat daya Suriah yang mencakup Deraa.

Pejabat AS dan Rusia menyetujui sebuah gencatan senjata, yang berakhir pada hari Senin, selama pembicaraan di Amman yang bertujuan untuk memperkuat niat sebelum perundingan yang lebih rinci mengenai pembentukan “zona de-eskalasi”, kata beberapa diplomat di Jordania.

Pada hari Sabtu, tentara Assad mengatakan akan menangguhkan operasi tempur di Deraa selama 48 jam untuk mendukung “upaya rekonsiliasi”.

Oposisi di kota tersebut dan penduduk lainnya mengatakan bulan ini bahwa pemboman tentara terhadap Deraa terus meningkat dan mengklaim bahwa pemerintah membawa lebih banyak tentara ke kota tersebut.

Ketua Mufti dan Penasihat Utama al Baghdadi Terbunuh dalam Serangan Udara

WASHINGTON (Jurnalislam.com) – Komando Pusat AS (Central Command-CENTCOM) hari Senin (20/6/2017) mengkonfirmasi bahwa mufti agung IS Turki al-Bin’ali terbunuh dalam serangan udara 31 Mei di Mayadin, Suriah, Long War Journal melaporkan.

Mayadin, yang berada di provinsi timur Suriah, Deir Ezzor, telah menjadi pusat personil senior khilafah tersebut. AS telah menargetkan beberapa tokoh berprofil tinggi di atau dekat kota tahun ini.

Awal bulan ini, beberapa laporan di media sosial IS dan di media massa mengindikasikan bahwa al-Bin’ali telah terbunuh. Kematiannya pertama kali dikonfirmasi oleh Dewan Keamanan Wilayah Kurdistan (the Kurdistan Region Security Council-KRSC), yang membantu mengkoordinasikan serangan udara koalisi melawan IS. Twitter resmi KRSC juga memuat gambar al-Bin’ali yang terlihat di sebelah kanan.

Sebagai “ulama ketua” IS, “al-Bin’ali memainkan” peran sentral dalam merekrut pasukan asing dan memprovokasi serangan di seluruh dunia,” menurut CENTCOM.

CENTROM secara akurat menggambarkan al-Bin’ali sebagai “kepercayaan dekat Baghdadi’s.

Departemen Keuangan AS dan Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjuk al-Bin’ali sebagai DPO pada tahun 2016.

Menurut PBB, dia “dipilih sebagai penasihat agama utama” untuk IS pada November 2014, hanya beberapa bulan setelah dia pindah ke Suriah. Dia menulis “fatwa” untuk kamp pelatihan kelompok tersebut dan ditugaskan untuk “menyelesaikan perselisihan” di dalam organisasi. PBB juga menggambarkan al-Bin’ali sebagai “kepala polisi kepatuhan agama” dan “unit akuntabilitas” IS, yang merupakan salah satu mekanisme kontrol organisasi otoriter tersebut.

Al-Bin’ali adalah advokat awal atas nama Baghdadi dan proyek pembangunan khilafahnya.

PBB mencatat bahwa dia “menulis materi propaganda” untuk kelompok tersebut, “termasuk seruan agar umat Islam menyatakan kesetiaan kepada” Baghdadi pada awal bulan April 2013. Ini adalah saat sebelum perintah umum Al Qaeda tidak mengakui organisasi Baghdadi pada bulan Februari 2014, dan lebih dari setahun sebelum deklarasi khilafah Negara Islam secara sepihak pada 2014.

Karya-karya Al-Bin’ali termasuk biografi Baghdadi yang membela “kualifikasinya untuk menjadi apa yang disebut ‘khalifah’, dan sebuah esai yang mengemukakan argumen hukum dan bukti tulisan yang digunakan oleh [Negara Islam] untuk mengumumkan pendiriannya ‘khilafah’ mereka,” PBB melaporkan di halaman penunjukannya.

Cendekiawan Muslim Internasional Kutuk Serangan Jamaah Shalat Terawih di London

LONDON (Jurnalislam.com) – Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional pada hari Selasa (20/6/2017) mengecam serangan teror mematikan di luar sebuah masjid di London yang menewaskan satu orang dan melukai sedikitnya 10 lainnya.

“Serangan teror ini bertentangan dengan ajaran semua agama monoteistik dan norma sosial,” kata serikat yang bermarkas di Qatar tersebut dalam sebuah pernyataan yang mengecam serangan pada umumnya. “Siapa pun pelakunya, mereka dilarang oleh agamanya.”

Serangan yang terjadi pada Senin pagi tersebut, di mana tersangka tampaknya dengan sengaja meabrakkan vannya ke kerumunan jamaah sholat terawih di dekat Masjid Finsbury Park, dinilai sebagai insiden teror, kata polisi.

Pihak berwenang mengatakan bahwa semua korban berasal dari kaum Muslim.

Seorang pria berusia 47 tahun ditahan setelah dia ditangkap oleh para saksi saat mencoba melarikan diri dari tempat kejadian dengan berjalan kaki.

Abdulraman Aidroos menyaksikan serangan tersebut dan mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa “orang kulit putih Inggris” berteriak “Saya akan membunuh seluruh Muslim”.

Muhammad Kozba, imam masjid tersebut, mengatakan bahwa jamaah yang melakukan shalat itu “sengaja” dijadikan sasaran.

Serangan tersebut merupakan yang terbaru dalam serangkaian serangan teror baru-baru ini di Inggris Raya.

Pada tanggal 22 Maret, seorang sopir membunuh lima orang saat dia mengemudikan kendaraannya ke arah pejalan kaki di Westminster Bridge di London dan menusuk seorang petugas polisi. Tersangka ditembak mati oleh polisi.

Dua bulan kemudian, seorang pembom martir membunuh 22 orang di sebuah konser music pop di Manchester.

Dan delapan orang terbunuh pada 3 Juni, ketika sebuah van melaju ke arah pejalan kaki di Jembatan London sebelum tiga penyerang menusuk korban di dekat Pasar Borough.

Tentara Irak: Pasukan IS Tidak Lebih dari 300 yang Tersisa di Kota Tua Mosul

MOSUL (Jurnalislam.com) – Tentara Irak mengatakan bahwa pihaknya telah mengepung benteng Kelompok Islam State (IS) di Kota Tua Mosul pada hari Selasa (20/6/2017) setelah mengambil alih wilayah di utara distrik bersejarah yang padat penduduknya tersebut.

Tentara Irak memperkirakan jumlah pasukan IS tidak lebih dari 300, turun dari hampir 6.000 di kota tersebut saat pertempuran Mosul dimulai pada Oktober tahun lalu, lansir Aljazeera.

Divisi lapis baja Angkatan Darat ke-9 merebut distrik al-Shifaa, yang mencakup rumah sakit utama kota tersebut, di samping tepi barat sungai Tigris, sebuah pernyataan militer mengatakan.

Denga jatuhnya Shifaa berarti Kota Tua di bagian timur Mosul sekarang dikelilingi oleh pasukan Irak.

Pertarungan untuk Kota Tua menjadi yang paling mematikan dalam serangan delapan bulan untuk merebut Mosul, ibukota de facto IS di Irak dan kota terbesar yang dikuasai kelompok itu di negara tersebut.

Organisasi bantuan mengekspresikan alarm pada situasi lebih dari 100.000 warga sipil, di antaranya separuh adalah anak-anak, terjebak di rumah-rumah tua yang rapuh dengan sedikit makanan, air dan obat-obatan dan tidak ada listrik.

Komite Internasional Palang Merah mengatakan pada hari Senin bahwa warga sipil yang sakit dan terluka yang melarikan diri melalui jalur IS meninggal dalam “angka tinggi”.

Militan kelompok tersebut bergerak diam-diam di labirin Old City di gang-gang dan jalan-jalan sempit, melalui lubang yang digali di antara rumah-rumah, melawan pasukan yang sedang maju dengan tembakan penembak jitu dan mortir, jebakan dan bom martir.

Mereka juga telah menutup banyak jalan dengan kain untuk menghalangi pengawasan udara, sehingga menyulitkan pasukan yang maju untuk menyerang mereka tanpa menimbulkan risiko bagi warga sipil.

Jatuhnya Mosul pada akhirnya akan menandai berakhirnya separuh “kekhalifahan” Irak yang dideklarasikan sepihak oleh pemimpin IS Abu Bakr al-Baghdadi tiga tahun yang lalu dan yang pernah meliput wilayah Irak dan Suriah.

Pemerintah Irak pada awalnya berharap untuk merebut Mosul pada akhir tahun 2016, namun operasi tersebut memakan waktu lebih lama karena IS memperkuat posisi di wilayah sipil untuk melawan.

Sekitar 850.000 orang, lebih dari sepertiga populasi sebelum perang di kota Irak utara, telah melarikan diri, mencari perlindungan dengan keluarga atau di kamp-kamp, ​​menurut kelompok bantuan.

Jaksa Agung Qatar Temukan Bukti Pembajakan Kantor Berita Negara

DOHA (Jurnalislam.com) – Jaksa Agung Qatar mengatakan negaranya memiliki bukti bahwa hacking (pembajakan) kantor berita milik negara pada bulan Mei terkait dengan negara-negara yang baru-baru ini memutuskan hubungan dengan Doha.

“Qatar memiliki bukti bahwa iPhone tertentu yang berasal dari negara-negara yang memblokade Qatar digunakan dalam peretasan tersebut,” kata Ali Bin Fetais al-Marri kepada wartawan di Doha, Selasa (20/6/2017), lansir Aljazeera.

Dia mengatakan terlalu dini untuk secara eksplisit menyebutkan nama negara yang bertanggung jawab atas hacking tersebut dan menolak berkomentar saat ditanya apakah individu atau negara yang berada di belakangnya.

Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab dan Mesir memutuskan hubungan mereka dengan Qatar pada 5 Juni, dalam sebuah perselisihan yang meningkat setelah serangan cyber di Qatar News Agency (QNA) pada 23 Mei.

Pejabat AS dan Eropa mengatakan bahwa sementara badan pemerintah AS dan para ahli yakin bahwa kantor berita dan Twitter pemerintah Qatar diretas, namun mereka belum menentukan siapa yang melakukan peretasan.

Doha meluncurkan penyelidikan tersebut setelah menuduh hacker mempublikasikan ucapan palsu yang dikaitkan dengan Emir dari Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani mengenai platform QNA.

“Ada hukum internasional yang mengatur kejahatan semacam itu, terutama serangan cyber. [Peretas] akan dituntut sesuai undang-undang,” Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, menteri luar negeri Qatar, mengatakan pada saat itu.

Sekelompok negara yang dipimpin Saudi menuduh Qatar mendukung “terorisme” dan memajukan agenda saingan utama regional mereka, Iran. Tuduhan tersebut disngkal Doha dengan tegas.

Marri juga mengatakan bahwa daftar individu dan entitas yang ditunjuk oleh negara-negara Arab sebagai “teroris” tersebut “tidak berdasar,” menambahkan bahwa Qatar secara hukum akan mengejar orang-orang yang telah merusaknya.

Taliban Serang Pangkalan Udara AS Bagram Airfield, 10 Pasukan Tewas

KABUL (Jurnalislam.com) – Sepuluh pasukan swasta yang dipekerjakan di pangkalan militer terbesar A.S. di negara tersebut, Bagram Airfield, tewas dan dua lainnya terluka saat orang-orang bersenjata menyergap mereka di provinsi Parwan utara pada hari Selasa pagi (20/6/2017), menurut polisi.

Kepala polisi provinsi Mohammad Zamand Mamozay mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa kejadian tersebut terjadi sekitar pukul 1 dini hari (2030 GMT) di daerah Shakay, distrik Bagram, ketika para penyerang bersenjata menembaki sebuah mobil yang membawa penjaga menuju markas.

“Kami sedang menyelidiki kejadian tersebut; Pemberontak bersenjata menargetkan ‘saracha’ [sebuah istilah lokal yang mengacu pada sebuah mobil dengan ruang kargo besar yang biasa digunakan untuk transportasi umum di Afghanistan] dan membunuh 10 orang di tempat; Dua orang lagi terluka dalam serangan ini,” kata Mamozay.

Gubernur Kabupaten Abdul Shakoor Qudosi mengatakan, korban tersebut bertugas sebagai penjaga keamanan swasta di markas AS.

Taliban mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Dalam sebuah pernyataan di situs mereka, juru bicara Zabihullah Mujahid mengatakan bahwa korban bukanlah warga sipil tapi “mata-mata untuk pasukan Amerika”.

Serangan terakhir terjadi tepat setahun setelah 15 penjaga Nepal dan Afghanistan di kedutaan besar Kanada tewas dalam serangan martir di Kabul pada tanggal 20 Juni 2016.

Ini Sikap Muhammadiyah Terkait Wacana ‘Full Day School’

SURAKARTA (Jurnalislam.com) — Pengurus Pusat Muhammadiyah mengeluarkan sikap atas wacana yang berkembang di masyarakat tentang ‘Full Day School’ yang akan diterapkan oleh Kemendikbud. Di Gedung Siti Walidah Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Senin 19 Juni 2017 Pukul 18.30 Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan sikap resmi sebagai berikut:

1⃣ Berkaitan dengan kebijakan Mendikbud yang mengeluarkan Permendikbud nomor 23 th 2017 tentang pelaksanaan pendidikan karakter melalui lima hari sekolah; maka PP Muhammadiyah mendukung sepenuhnya kebijakan Mendikbud sekaligus mendukung Mendikbud dalam menjalankan tugasnya sampai berhasil.

Kami yakin Mendikbud Prof. Muhadjir Effendy telah mengambil kebijakan yang benar dan tepat dalam mengimplementasikan kebijakan Presiden untuk keberhasilan pendidikan karakter. Mendikbud juga dikenal sebagai ahli pendidikan yang basis akademiknya kuat dan pengalamannya di dunia pendidikan luas, sehingga berada di jalur kebijakan yg kuat, taat asas, dan konstitusional.

2⃣ Berharap agar Presiden memberikan penguatan, memback-up, melindungi, dan mendukung sepenuhnya kepada Mendikbud atas kebijakan yg telah diambil karena pada dasarnya kebijakan tersebut menjalankan kebijakan pendidikan karakter yg menjadi komitmen pemerintahan Jokowi-JK untuk diimplementasikan. Jika dirujuk pada Permendikbud nomor 23 th 2017 tampak sekali kuatnya dasar aturan dan pertimbangan yang dijadikan pijakan, bahwa apa yg dilakukan Mendikbud sepenuhnya melaksanakan kebijakan Presiden.

3⃣ Jika ada wacana atau rencana menaikkan Permendikbud menjadi Perpres maka seyogyanya untuk menyempurnakan dan memperkuat kebijakan yang telah diambil Mendikbud, sebaliknya tidak mengaburkan, memperlemah, dan membatalkan.

4⃣ Kebijakan pendidikan di Indonesia perlu lebih dinamis dan progresiif untuk penguatan pendidikan karakter dan membangun daya saing bangsa agar tidak kalah oleh bangsa-bangsa lain, karenanya apa yg telah diambil kebijakan oleh Mendikbud tsb dapat menjadi bagian dari revitalisasi pendidikan nasional menghadapi era persaingan global.

•Surakarta, 19 Juni 2017•

Konferensi Pers dipimpin oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dan dihadiri oleh anggota PP Muhammadiyah:
1. Yunahar Ilyas
2. M. Busyro Muqoddas
3. M. Goodwill Zubir
4. Agus Taufiqurrohman
5. Agung Danarto
6. Marpuji Ali
7. dan Sofyan Anif (Rektor UMS)

Ramadhan Seharusnya Momen Pemerintah Berdialog dengan Umat Selesaikan Kriminalisasi Ulama

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Seharusnya ramadhan bukan sebagai ajang kriminalisasi ulama. Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Hukum Unpar Prof. Asep Warlan Yusuf.

Justru, menurut Pakar Hukum Tata Negara ini, Ramadhan seharusnya menjadi momen pemerintah berdialog dengan umat Islam dan segera menyelesaikan kasus kriminalisasi kepada para aktivis, ulama dan ormas Islam.

“Jadi sekarang saatnya ramadhan ini presiden lebih ramah lagi kepada umat islam, tokoh-tokoh Islam, ulama, habib, ustaz. Mestinya itu yang dilakukan presiden dan para aparaturnya, bukan dengan cara-cara mengancam, membuat DPO, ada notice untuk Interpol, hal yang seperti itu yang sepertinya bersemangat sekali untuk menyerang habib, mestinya sadar ini ramadhan harusnya pintu dialog,” kata Asep Warlan kepada Jurnalislam.com baru-baru ini.

Malah, pintu musyawarah kata Asep dapat dilakukan untuk menuntaskan kasus kriminalisasi yang menjerat para ulama.

baca juga : Rezim Jokowi Dinilai Lebih Represif Dibanding Rezim Orde Baru

“Seharusnya orang-orang yang kritis terhadap presiden yang diajak untuk dialog dan bermusyawarah bagaimana cara presiden menyelesaikan persoalan-persoalan seperti ini,” katanya.

Menurut Asep, Ramadhan tinggal tersisa beberapa hari lagi. Pemerintah masih dapat menjadikan bulan suci ini momen rekonsiliasi.

baca juga : DPR MPR Bisa Minta Pertanggungjawaban Presiden Soal Kriminalisasi Ulama

“Apabila tidak dilakukan itu, maka sayang betul pemerintah tidak dapat memanfaatkan momentum yang penting ini untuk bisa menyelesaikan semua persoalan terhadap fiksi dan gesekan antara umat Islam dengan pemerintah,” pungkasnya.

Soal Kriminalisasi Ulama, DPR MPR Bisa Minta Pertanggungjawaban Presiden

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Guru Besar Hukum Unpar Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf menilai bahwa kasus kriminalisasi ulama, aktivis hingga ormas Islam harus segera dituntaskan. Ia menilai sampai saat ini belum ada upaya serius dari pemerintah menghentikan kriminalisasi ulama hingga aktivis Islam.

Karenanya, ia menilai umat Islam dapat mendatangi DPR MPR dan mendesak mereka agar dapat memanggil Presiden Jokowi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hal itu menurutnya menjadi pilihan terakhir setelah tiga langkah lainnya sudah dijalankan namun masih juga tak digubris.

baca juga: Empat Hal yang Dapat Dilakukan untuk Tuntaskan Kriminalisasi Ulama

“Yang menurut hemat saya yang tidak harus dilakukan yaitu Mendesak kepada DPR dan MPR untuk meminta pertanggungjawaban presiden terhadap perilakunya atau tindakan yang seperti ini,” kata Prof. Asep kepada Jurnalislam.com baru-baru ini.

Namun diharapkan, sebelum itu terjadi, pemerintah lebih peka dan mendengarkan aspirasi umat.

baca juga: Rezim Jokowi Lebih Represif Daripada Rezim Soeharto!

“Jadi mendesak kepada DPR dan MPR supaya melakukan pemanggilan kepada Presiden untuk meminta pertanggungjawabannya. Dan ini yang paling akhir,” pungkasnya.

 

Pakar Hukum : Rezim Sekarang Lebih Represif Dibanding Orde Baru!

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Guru Besar Hukum Universitas Parahyangan (Unpar) Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf menilai bahwa pemerintahan saat ini yang dipimpin oleh Presiden Jokowi lebih represif terhadap umat Islam dibandingkan pemerintahan orde baru di bawah rezim Soeharto.

Pasalnya, ia menilai pemerintah terus melakukan tindakan yang kerap merugikan umat seperti dugaan kriminalisasi ulama, tudingan anti Pancasila, tudingan makar kepada tokoh dan aktivis Islam, rencana pembubaran ormas Islam dll.

“Malah hemat saya, zaman Soeharto tidak terlalu menampakan sebagai sebuah penekanan kepada umat islam yang kira-kira punya aspirasi. Pak harto represif tetapi lebih mencoba untuk menggunakan gaya lain atau cara pandang lain,” kata pakar hukum tata negara ini kepada Jurnalislam.com baru-baru ini.

Ia menambahkan, bahwa jika di zaman Soeharto umat Islam memiliki aspirasi dan harapan, Soeharto tidak kerap menistakan agama Islam. “ Ada satu atau dua yang dipersoalkan tetapi selebihnya memang menjadi hal-hal yang sifatnya tindakan politik,” kata Asep Warlan.

Namun, kata Asep Warlan, hal tersebut berbeda dengan sekarang di mana ada tindakkan langsung mendapat reaksi. “Ada ormas yang kira-kira yang punya afiliasi, langsung dibekukan, jadi hemat saya lebih represif dari pada yang dulu. Padahal waktu cuman 2 tahun setengah sampai 3 tahun berbeda dengan pak harto yang sudah 30 tahun,” kata Asep.

Apalagi, disbanding dengan rezim reformasi seperti Megawati hingga SBY, rezim sekarang dinilai cukup berbeda jauh. “Dulu tetap masih leluasa umat islam bergerak melangsungkan kegiatannya. Apabila masa sekarang terasa betul perbedaannya. Hemat saya lebih represif daripada orde baru,” pungkasnya.