Putaran ke Enam Perundingan Astana Setujui Batas Zona de Eskalasi Suriah

Putaran ke Enam Perundingan Astana Setujui Batas Zona de Eskalasi Suriah

ASTANA (Jurnalislam.com) – Putaran ke enam perundingan damai Suriah di ibukota Kazakhstan Astana berakhir pada hari Jumat (15/9/2017).

Ketiga Negara penjamin terseut, serta perwakilan rezim Suriah dan beberapa faksi oposisi, bertemu di Astana untuk perundingan putaran keenam demi mengakhiri konflik enam tahun tersebut.

Para pihak dalam perundingan Suriah di Kazakhstan telah menyetujui batas-batas akhir zona de-eskalasi di provinsi utara Idlib, kata pejabat diplomatik Turki dan Rusia.

Pejabat dari Turki, Rusia dan Iran telah menyetujui batas zona di Idlib dan sedang melakukan negosiasi mengenai pemantau mana yang akan ditempatkan, kata beberapa pejabat yang tidak mau disebut namanya.

Berbicara dalam sebuah konferensi pers setelah berakhirnya pembicaraan, kepala delegasi Rusia dan utusan khusus Presiden Rusia untuk Suriah Alexander Lavrentiev mengatakan perundingan di masa depan akan menentukan lokasi pasukan Turki, Rusia dan Iran yang akan ditempatkan di zona de-eskalasi.

“Jika mereka mengajukan permohonan melalui saluran diplomatik, China, Uni Emirat Arab, Mesir, Irak dan Lebanon juga akan diundang ke pertemuan berikutnya sebagai pengamat,” Lavrentiev menambahkan.Sementara itu, salah satu pembicara oposisi, Ayman Asimi, mengungkapkan keprihatinannya tentang milisi Syiah yang didukung Iran di selatan Aleppo.

Dalam sebuah konferensi pers, Asimi mengatakan bahwa milisi Syiah tersebut dapat menyebabkan runtuhnya kesepakatan Astana.

Idlib adalah daerah utama oposisi di Suriah. Batas tiga zona lainnya di seluruh negeri telah disepakati sebelumnya.

Inilah Pernyataan Sikap Hayat Tahrir Sham atas Kesepakatan Astana

Utusan khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura, dan delegasi dari Yordania dan AS juga hadir sebagai pengamat. Menurut Kementerian Luar Negeri Kazakhstan, Qatar juga berpartisipasi untuk pertama kalinya sebagai pengamat.

Membaca deklarasi penutupan, Menteri Luar Negeri Kazakhstan Kairat Abdrakhmanov mengatakan bahwa negara-negara penjamin telah menyetujui pembentukan zona de-eskalasi di wilayah Ghouta, Damaskus bagian timur, beberapa wilayah di Homs utara, bagian selatan Suriah, serta provinsi Idlib, termasuk bagian Aleppo, Latakia dan Hama.

Pengamat Turki, Rusia dan Iran akan ditempatkan di pos pemeriksaan dan pos pengamatan yang akan dibentuk, demikian menurut sebuah pernyataan tertulis yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Turki.

Tugas utama pengamat adalah untuk mencegah konflik antara rezim dan oposisi dan untuk memantau kemungkinan terjadinya pelanggaran gencatan senjata, kata kementerian luar negeri.

Sebuah Pusat Koordinasi Bersama yang akan didirikan antara Turki, Rusia dan Iran akan mengatur kekuatan pengamat, tambahnya.

Rusia Ingin Kuasai Idlib dengan Zona De-eskalasi

Pernyataan tersebut juga mengatakan bahwa Turki telah memainkan “peran yang menentukan” dalam menemukan konsensus di antara semua pihak dan “bertekad untuk membangun momentum yang dicapai berkat pertemuan Astana melalui dukungan kuat yang meluas menuju proses transisi politik di Suriah sesuai tujuan perundingan Jenewa.” `

Abdrakhmanov mengatakan bahwa zona de-eskalasi sedang ditetapkan sebagai langkah sementara selama enam bulan dan menyatakan bahwa mereka dapat diperpanjang tergantung pada kesepakatan penjamin.

Menteri Kazakhstan menekankan bahwa semua pihak akan terus berjuang melawan organisasi yang terkait dengan IS dan al-Qaeda. Dia juga mengumumkan bahwa pertemuan Astana ketujuh akan diadakan pada bulan Oktober.

Turki, yang mendukung beberapa kelompok oposisi (FSA diantaranya), bersama Rusia dan Iran, yang mendukung rezim Syiah Bashar al-Assad, telah mengadakan pembicaraan di Kazakhstan sejak Januari.

Mereka berusaha menerapkan gencatan senjata yang terus berlanjut di daerah pertempuran terberat antara pasukan oposisi dan pasukan pro-Assad.

Bagikan