Oleh: Dr. H. Mohammad Ghozali, MA[1]
Ketika negara-negara sekutu berhasil memenangkan perang dunia ke II, diantara program yang dilancarkan Rusia adalah melanjutkan kembali serangan terhadap sistem ekonomi kapitalisme.[2] Menyerang sistem imperalisme Barat dengan menggerakkan penduduk jajahan[3] agar melakukan revolusi (pemberontakan) dan merekayasa berbagai kejadian untuk merepotkan negara-negara kapitalisme Barat.[4]
Oleh karena itu, Amerika Serikat sebagai salah satu negara kapitalis imperalis berpikir bahwa tidak ada jalan lain untuk mempertahankan imperalisme di negeri negeri muslim kecuali dengan mengubah taktik penjajahan dan tidak ada jalan untuk mengambil wilayah imperalismenya dari sisa-sisa negara terjajah dengan melakukan taktik baru imperalisme (neo Imperalisme).[5]
Taktik baru ini untuk mengembangkan neo imperalisme dan mulai mengaplikasikan dan mengikat negara-negara yang dimerdekakan dengan berbagai utang dan bantuan.
Propaganda imperalisme ini digunakan untuk membentuk opini publik (public opinion) tentang perencanaan dan pengembangan perekonomian di bekas negara jajahan atau bekas negara yang berada di bawah pengaruh barat, sehingga tercipta motivasi dalam diri warga negara itu untuk turut mensukseskan upaya perencanaan dan pengembangan perekonomian dengan mengambil permodalan asing.
Hegemoni dan Kerusakan Sistem Ekonomi Kapitalisme dan Sosialisme
Hegemoni Kapitalisme
Upaya-upaya melestarikan sistem kapitalisme setelah tersingkapnya kebobrokannya, sangat nampak sekali, dalam cara cara menjalankan ekonomi. Buktinya jelas terlihat dari adanya kesepakatan untuk menjadikannya sistem dibangun atas dasar/asas pertambahan pendapatan nasional disertai sistem tambal sulam berupa konsep keadilan social[6] (al-‘adalah al ijtima’iyah) dan pencangkokan sosialisme di dalamnya. Sehingga negara-negara yang berhasil ditundukkan oleh Amerika Serikat (AS) melalui dominasi modal utang ke AS seperti Mesir, yang mana sebelumnya mereka sering membanggakan diri dan mempropagandakan sosialisme global. Akhirnya Mesir menjadikan pertambahan pendapatan nasional negaranya dengan menjadikan dasar sistem perekonomianya dengan menggunakan sistem kapitalisme.
Amerika Serikat mengadopsi taktik baru ini untuk mengembangkan kolonialisme[7]/imperialismenya dan mulai menerapkannya serta mulai mengikat negara-negara yang dimerdekakan bagi sebagian besar manusia dengan berbagai hutang dan bantuan.[8] Meskipun pertamakalinya persoalan ini tampak samar sebab dibungkus dengan dengan topeng pembebasan dari cengkeraman imperialisme, dan dibungkus dengan topeng baju bantuan untuk membangun perekonomian negara, dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali pengamat politik internasional. Nampak negara kapitalisme memberi kemerdekaan negeri-negeri secara formalitas, namun secara riil melakukan pemaksaan dominasi melalui berbagai perangkap hutang dan bantuan.
Dengan demikian, tidak samar lagi bagi siapapun ide pemberian kemerdekaan kepada bangsa bangsa terjajah dan uluran bantuan utang kepada negara yang baru merdeka merupakan taktik baru imperalisme. Selain itu mereka membentuk opini public (public opinion) tentang perencanaan dan pengembangan perekonomian di bekas negara jajahan atau negara yang berada di bawah pengaruh Barat, sehingga tercipta imej dalam diri warga negara itu, bahwa mereka turut memikirkan dan mensukseskan dan membangkitkan perekonomian negara tersebut.
Maka dengan cara inilah negara kapitalisme AS dengan mudah memaksakan dominasi atas negara dan selanjutnya mengeksploitasi atau dengan kata lain merupakan propaganda kamuflase dimana memiliki maksud sebenarnya membuka jalan bagi masuknya modal asing untuk menggantikan posisi dominasi atas negeri negeri Islam.[9]
Perlu diketahui bahwa ini terkait dengan propaganda imperalisme, dan sama sekali tidak terkait dengan usaha untuk meningkatkan pendapatan dan kekayaan nasional. Sebab menyusun kebijaksanaan ekonomi dan mengembangkan kekayaan negara serta menyediakan kebutuhan kebutuhan materi[10] merupakan suatu perkara yang tak perlu dipertanyakan lagi, sangat mendesak, dan memang perlu.
Dengan propaganda tersebut yang justru akan menguras kekayaan negara keluar negeri. Juga kebijaksanaan tersebut nampak dibuat berdasarkan kebutuhan-kebutuhan negeri-negeri Islam. Inilah aspek imperalisme yang dikokohkan posisinya terlebih dahulu dengan mewujudkan opini umum tentang perencananaan dari pengembangan perekonomian. Bersambung