Berita Terkini

DPR Minta BNPT Jelaskan Metodologi Penelitian Daftar Kampus Radikal

SOLO (Jurnalislam.com)– Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari mempertanyakan metode yang digunakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam merilis nama 7 kampus di Indonesia yang terpapar Radikalisme.

Menurut Abdul Kharis, hasil sebuah penelitian bisa saja tergantung dari kemauan lembaga penelitian atau peneliti tersebut.

“Kesimpulan tentang kampus radikal parameternya apa dulu, kalau dari hasil penelitian dan penelitian itu tergantung model tergantung visioner dan tergantung dari pertanyaan dan yang menyimpulkan,” katanya kepada Jurnalislam.com di Solo, Selasa, (12/6/2018).

“Diuji dulu data BNPT, karena penelitian kan bisa didrive sesuai kemauan peneliti, kata itu kemauan peneliti atau bukan itu harus di uji di balai penelitian, jadi kita sebagai orang akademik harus melihat itu dulu,” sambung politisi PKS tersebut.

Lebih lanjut, Abdul Kharis mengungkapkan, daftar kampus terpapar radikalislme yang dirilis BNPT itu diuji terlebih dahulu oleh beberapa lembaga penelitian yang berkompeten.

“Dan kita tidak bisa serampangan menyimpulkan bahwa kampus terpapar radikalisme hanya oleh satu penelitian misalnya, selama ini saya belum melihat penelitian siapa dan metodenya hingga dapat menyimpulkan seperti itu,” ungkapnya.

“Karena ini di lingkungan akademik maka harus ilmiah, tidak bisa pengamatan sementara terus menyimpulkan kemudian tanpa pengujian parameter yang jelas,” pungkas Kharis.

Abdul Kharis : “Jangan Jadikan Mahasiswa Sebagai Musuh”

SOLO (Jurnalislam.com) – “Jangan menganggap mahasiswa sebagai musuh”. Pernyataan itu disampaikan Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menanggapi pernyataan BNPT yang menyebut 39% mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi terpapar paham radikalisme.

“Kalau dianggap musuh mereka anak muda yang sedang berlebih tenaga dan potensinya itu malah akan jadi liar jadi pendekataanya harus lebih edukatif dan merangkul mahasiswa bukan dijadikan musuh. Kalau mahasiswa dijadikan musuh, maka selamanya mahasiswa akan menang,” katanya kepada Jurnalislam.com ditemui di rumahnya, Solo, Selasa, (12/6/2018).

Abdul Kharis meminta agar kampus dapat melakukan pendekatan persuasif kepada mahasiswa yang dianggap terpapar radikalisme. “Jadi saya tidak sepakat kalau mahasiswa dijadikan musuh. Dan harus dirangkul oleh dosen dan pejabat kampus, jangan melibatkan orang luar,” ujarnya.

“Karena dari dulu namanya mahasiswa perlu diberi independensi kampus, kampus diberi pesan oleh mereka arahkan yang benar mudah mudahan dapat diatasi dengan baik,” imbuhnya.

Abdul Kharis menjelaskan, pendekatan pendidikan juga perlu dilakukan untuk menangani mahasiswa yang terpapar radikalisme.

“Dan kalau memang betul terjadi radikalisme di kampus maka dosen dan rektor dalam hal ini harus dilibatkan, pendekatannya bukan keamanan tapi pendekatan pendidikan, saya lebih menghimbau pada rektor dan dosen untuk turun merangkul mahasiswa jangan dianggap musuh dan mereka harus dirangkul,” tandasnya.

No HP dan Medsos Mahasiswa Akan Diawasai, Abdul Kharis: “Pak Menteri Lebay”

SOLO (Jurnalislam.com) – Ketua Komisi I DPR RI, Dr. Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, rencana Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir yang akan mengawasi akun media sosial dan nomor handphone Dosen dan mahasiswa adalah sikap yang berlebihan.

Menurut Abdul Kharis, seharusnya Menristekdikti fokus pada peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, hingga bisa bersaing di kancah dunia internasional.

“Itu lebay, pak Menteri lebay, sekarang ini permasalahannya pak menteri fokus untuk meningkatkan kemampuan akademik perguruan tinggi Indonesia untuk menembus rangking 500 besar dunia,” katanya kepada Jurnalislam.com saat ditemui di Solo, Selasa, (12/6/2018).

“Jangan malah mau ngawasi sosial media segala macem, saya rasa itu lebay pak menteri, jadi sebaiknya fokus saja bagaimana perguruan tinggi bisa berprestasi, mencapai peringkat 500 dunia, fokus kesitu saja,” sambungnya.

Abdul Kharis khawatir sikap tersebut muncul akibat gagalnya Menristekdikti dalam mengangkat kualitas mutu pendidikan di Indonesia. “Jangan malah prestasi tak kunjung tercapai malah yang dikerjakan yang lain, itu namanya gagal fokus,” tandasnya.

DPR: Kunjungan Yahya Staquf Itu Ibarat Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Ketua Komisi 1 DPR RI, Dr Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, kunjungan Yahya Cholil Staquf ke Israel telah merusak jalan diplomasi Palestina yang telah ditempuh oleh Indonesia sejak lama. Ia mengibaratkan kunjungan itu dengan peribahasa setitik nila rusak susu sebelanga, terlebih Indonesia baru saja terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) Persatuan Bangsa-Bangsa.

“Kemarin, Indonesia baru dapat amanah terpilih menjadi salah satu anggota tidak tetap di Dewan Keamanan PBB belum sempat bekerja kita dibuat malu di depan dunia internasional dengan arogansi seorang Staquf yang nota bene anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang menghadiri konferensi Yahudi di Israel, semoga ada sikap tegas Presiden Jokowi terhadap Staquf, jelas sekali Staquf telah menyakitkan Palestina dan Indonesia bahkan dunia Islam,” tegas Abdul Kharis Almasyhari dalam keterangan tertulis yang diterima Jurnalislam.com, Rabu (13/6/2018).

Anggota Legislatif Fraksi PKS ini menegaskan kembali posisi Staquf yang tidak bisa begitu saja mengatasnamakan pribadi, namun secara pasti tidak dapat dilepaskan sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Kharis mendesak istana untuk mengambil langkah tegas dari Istana, karena ini jelas membuat blunder diplomasi politik internasional yang kuat dan telah dibangun dalam membersamai Palestina.

“Istana harus jelaskan sejelas-jelasnya, dimana posisi Presiden Jokowi terhadap langkah Staquf, sudah clear posisi kita bersama Palestina jadi rusak karena nila setitik yang ditorehkan Staquf, lihat reaksi Palestina melalui Fatah dan Hamas, jelas ini blunder diplomasi dan ketidak mampuannya Istana menertibkan staf dan orang disekelilingnya Presiden” tegas Kharis.

Kharis juga mengingatkan hubungan diplomatik yang kuat dengan Palestina selama ini telah dilanjutkan dengan baik oleh pemerintahan Jokowi melalui langkah-langkah politik luar negeri yang terimplementasi dalam kebijakan kementerian luar negeri yang merupakan mitra kerja komisi 1 DPR RI.

“Setiap saat kita bicara Palestina dengan Ibu Menlu, ditegaskan dan diingatkan terus kepercayaan besar Palestina kepada Indonesia menjadi kunci Indonesia dipercaya oleh negara-negara Muslim sehingga Indonesia memegang posisi penting lobi di dunia internasional jangan sampai kepercayaan itu hilang karena nila setitik tadi,” paparnya.

“Siapapun dan atas nama apapun seharusnya dia bisa menempatkan diri di mana dan kapan harus mengambil tindakan yang tepat terkait Palestina, apalagi di saat situasi di sana sedang memanas pasca tewasnya ratusan warga dan ribuan yang terluka di Gaza. ” tutup Kharis.

Kontributor: Dikarna

Mengenal AJC dan Kunjungan “Blunder” Gus Yahya

Oleh: Imam Shamsi Ali (Imam dan Aktifis Dialog antar agama di AS)

Jika berbicara tentang hubungan Yahudi-Muslim, saya berani mengklaim sebagai salah seorang pioneernya. Bahkan hubungan Yahudi-Muslim yang kami gagas sejak tahun 2001 di Amerika Serikat menjadi salah satu Pilar dialog Yahudi-Muslim di berbagai negara saat ini.

Membangun hubungan dengan siapa saja, dan dengan agama apa saja, bahkan dengan yang tidak beragama sekalipun merupakan bagian dari ajaran Islam yang mendasar. Keyakinan adalah sesuatu yang ditentukan oleh satu hal yang mendasar; pilihan. Pilihan sendiri (kesadaran) dan tentunya karena dipilih oleh Allah SWT (hidayah).

Karenanya perbedaan keyakinan itu tidak menghalangi seseorang untuk membangun dialog, saling memahami, menghormati dan kerjasama.

Bagi kami umat Islam di dunia Barat, khususnya pasca peristiwa 9/11, realita ini menjadi semakin jelas di hadapan mata kami. Bahwa menjadi kewajiban kami untuk melakukan segala yang memungkinkan bagi terbangunnya sikap saling memahami (mutual understanding) dan kerjasama (partnership) ini.

Tentu tujuan terutama kami adalah untuk mengurangi stigma yang telah lama berkembang di dunia Barat bahwa Islam itu adalah biang permusuhan, kekerasan dan konflik. Kami ingin membalik stigma tersebut menjadi pemahaman umum (publik knowledge) bahwa Islam adalah perdamaian dan sumber ketentraman hidup manusia.

Intinya adalah bahwa dengan dialog dan kerjasama antar umat beragama itu kita bertujuan untuk membangun dunia yang lebih damai, aman, makmur dan berkeadilan.

Di Amerika Serikat salah satu bentuk dialog antar agama yang saya lakukan, bahkan belakangan menjadi “trademark” tersendiri adalah dialog Yahudi-Muslim. Dialog yang unik dan menantang ini telah kami mulai sejak tahun 2001. Tapi intensifikasi dialog ini terjadi di penghujung tahun 2005.

Inisiatif dialog yang kami mulai di kota New York itulah yang melahirkan ragam bentuk kegiatan bersama antara Yahudi dan Muslim. Termasuk berdirinya beberapa organisasi atau kelompok kerjasama antara Yahudi dan Muslim di Amerika dan berbagai belahan dunia.

Kerjasama ini juga telah nampak dalam hal membela hak masing-masing komunitas dalam menghadapi tantangannya. Sebagai misal, di Amerika Serikat Islamophobia dan anti Semitism (Anti Yahudi) sama-sama mengalami peningkatan yang luar biasa sejak terpilihnya Donald Trump.

Untuk Yahudi, sebagai contoh, peristiwa kekerasan yang mereka alami di Eropa dalam bentuk Holocaust adalah hal yang paling menyeramkan. Dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika simbol-simbol Nazis menjadi semakin semarak.

Bagi kami umat Islam tentu tidak perlu lagi disebutkan tantangan-tantangan yang kami hadapi. Singkatnya, jika tahun-tahun sebelumnya Islamophobia ada di pinggir-pinggir jalan, kini Islamophobia dan sentimen anti Muslim itu keluar dari Gedung Putih. Seolah Islamophobia saat ini menjadi bagian dari sistem itu sendiri.

Realita itulah menjadikan kami bekerjasama, membangun solidaritas satu sama lain. Bahkan motto kami dalam dialog dan kerjasama itu adalah “fighting for the rights of the other” (memperjuangkan hak-hak orang lain). Sebab kami yakin, Islamophobia dan anti Semitism adalah dua sisi dari koin yang sama. Beda nama namun satu hakikat.

Atau kerap kali saya sebutkan di mana-mana: “an attack on any is an attack on all”. (Serangan kepada seseorang atau sekelompok hakekatnya adalah serangan kepada semua orang dan kelompok).

Menentang ketidakadilan

Walaupun kedekatan antara kami dan beberapa komunitas Yahudi di Amerika, saya tetap konsisten dan tidak akan goyah dengan realita lainnya. Bahwa masalah ketidakadilan, kezhaliman dan penjajahan tidak akan pernah ditolerir oleh keadaan apapun.

Karenanya ketika sudah bersentuhan dengan masalah Palestina, Jerusalem dan Masjid AlAqsa, prinsip dasar tidak akan berubah. Strategi mungkin dapat disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan umum, tapi prinsip dasar keadilan dan kemerdekaan tidak akan pernah bergeser.

Inilah alasan utama sehingga dari tahun ke tahun undangan Kedutaan Israel di Washington DC maupun Konsulat Jenderal Israel di kota New York untuk berbuka puasa (iftar) selalu saya tolak dengan seribu alasan. Termasuk tahun ini.

Kunjungan Blunder

Langsung saja saya ingin menyatakan bahwa kunjungan dan kehadiran Sekjen NU ke Israel, menghadiri undangan AJC (American Jewish Committee) adalah sebuah “blunder” besar yang sangat berdampak destruktif bagi kepentingan umat, khususnya perjuangan saudara-saudara kita di Palestina.

Kenapa demikian? Berikut saya sampaikan beberapa alasannya:

1. Sangat tidak tepat waktu dan keadaan. Kita tahu bahwa Baru saja Donald Trump secara sepihak memberikan keabsahan bagi Israel untuk mencaplok Jerusalem dan mengakuinya sebagai ibukota Israel. Tentu kehadiran seorang tokoh Muslim, pemimpin sebuah organisasi Islam terbesar dunia dari negara Muslim terbesar di dunia seolah menjadi justiifkasi tersendiri.

2. Walaupun menyatakan bahwa kehadirannya bersifat personal, kedudukan yang bersangkutan sebagai anggota “Dewan Pertimbangan Presiden” RI memberikan signal seolah Indonesia telah bergeser dari Fondasi dasarnya “menentang semua bentuk penjajahan di atas dunia ini” (UUD).

3. Acara tersebut memang diadakan oleh sebuah organisasi non pemerintah (NGO) bersama AJC. Tapi yang pasti pemerintah Israel kental berada di belakangnya. Hal ini jelas bahwa acara itu sangat bernuansa politik, untuk kepentingan Public Diplomacy Israel. Dengannya Israel ingin bersembunyi dari berbagai pelanggaran hak-hak kemanusiaan, khususnya terhadap warga Palestina.

4. AJC atau American Jewish Committee itu sendiri adalah organisasi non pemerintah yang memang nuansanya sangat kental dalam memperjuangkan kepentingan Israel. Awal berdirinya memang untuk memperjuangkan hak-hak Yahudi di Amerika. Tapi setelah beridirnya negara Israel tujuan AJC berubah haluan untuk membela dan membantu Israel dalam melobi dunia. Maka wajar jika organisasi ini memilih networking Internasional yang sangat luar biasa. Bahkan sangat mendirikan canangnya di Indonesia.

Mengenal AJC

Setelah dialog dan kerjasama Yahudi-Muslim menjadi sangat intens di Amerika Serikat, AJC tidak ingin ketinggalan kendaraan. Sekitar 2-3 tahun lalu mereka mendirikan sebuah koalisi Yahudi-Muslim dengan nama “Muslim-Jewish Advisory Council”.

Di awal pendirian itu saya termasuk yang dikontak dan diminta masukan untuk pendiriannya. Bahkan saya kemudian mengusulkan agar pendirian koalisi itu jangan bersifat individu. Tapi melalui dua organisasi Yahudi dan Islam yang berkaliber nasional. Disetujuilah kemudian AJC dan ISNA (Islamic Society of North America) sebagai induk organisasi yang membangun kerjasama.

Dari situlah koalisi itu terbentuk. Tidak main-main karena anggota koalisi itu adalah anggota komunitas yang memilki pengaruh besar di masyarakat. Baik dari kalangan tokoh agama (Imam dan Rabbi) maupun kalangan mantan politisi. Salah satunya adalah mantan senator dari Connecticut, Joe Lieberman.

Saya sendiri diminta jadi anggota dari kalangan tokoh Islam Amerika bersama tokoh-tokoh Islam lainnya, termasuk Imam Magid (mantan Presiden ISNA). Saya bahkan sempat mengikuti beberapa pertemuan koalisi ini.

Belakangan saya semakin tahu sepak terjang AJC sebagai organisasi induk dari Muslim-Jewish Advisory Council. Sejujurnya saya menerima tawaran menjadi anggota di MJAC (Muslim-Jewish Advisory Council) itu awalnya karena pertimbangan kepentingan bersama di bumi Amerika.

Belakangan saya semakin sadar ternyata koalisi ini banyak dipakai sebagai bagian dari upaya untuk membangun simpati dan imej positif bagi negara Israel. Sementara ketika saya menanyakan posisi koalisi terhadap berbagai kekerasan di dunia Islam, termasuk Palestina, ditanggapi secara dingin.

Akhirnya, semangat untuk ikut berpartisipasi semakin menghilang, dan akhirnya saya hanya menjadi anggota pasif.

Puncaknya ketika saya mengangkat suara mengeritisi sikap Gubernur Jakarta ketika itu, Ahok, dalam berbagai pernyataannya yang cukup menggelitik sensitifitas umat. Oleh Direktur Kerjasama Yahudi-Muslim AJC, seorang mantan diplomat Amerika, saya diminta mundur dari keanggotan Muslim-Jewish Advisory Council.

Saya cukup lama berpikir apa hubungan AJC dan Ahok? Kenapa saya sampai diminta mundur dari keanggotaan Advisory Council tadi karena kristis dengan Ahok? Saya menemukan jawaban lain bahwa AJC ingin partnernya di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, aman dalam meredam suara Islam.

Dan karenanya saya memutuskan untuk memutuskan segala bentuk kerjasama saya dengan AJC. Ini bukan berarti memutuskan kerjasama dengan Yahudi. Karena sampai saat ini saya masih dekat dengan banyak tokoh-tokoh Yahudi Amerika.

Tapi dengan AJC saya tidak ingin lagi terjatuh ke dalam lobang yang sama. Seolah dialog dengan komunitas agama. Tapi kenyataannya dialog dengan tangan kanan penjajah saudara sendiri.

Intinya adalah membangun dialog dan kerjasama dengan Yahudi itu bukan masalah. Bahkan masanya umat Islam pro aktif untuk itu demi terbangunnya dunia yang lebih aman, damai dan sejahtera.

Tapi melakukannya tanpa pertimbangan matang boleh jadi menjadi blunder dan bumerang bagi kepentingan umat. Apalagi kalau itu dilakukan tanpa mengetahui secara matang dengan siapa yang menjadi partner dalam dialog dan kerjasama itu. Pastinya adalah AJC itu sebuah organisasi non pemerintah yang tidak saja sangat politis. Tapi merupakan perpanjangan tangan Israel untuk mengelabui dunia, termasuk dunia Islam.

Kunjungan ini bagi Indonesia khususnya saya kira merupakan kemunduran diplomasi yang selama ini tegas menolak Israel dengan berbagai pelanggaran HAM dan penjajahannya terhadap bangsa Palestina. Apalagi dalam kapasitasnya sebagai Penasehat Presiden, yang jika dipahami dalam konteks Amerika memiliki kedudukan yang sejajar dengan anggota kabinet. Sehingga dengan sendirinya seolah kunjungan ini adalah kunjungan resmi pemerintahan.

Tapi yang terpenting adalah bahwa kunjungan ini dalam berbagai konteksnya nyata menginjak-injak konstitusi negara yang tegas menentang segala bentuk penjajahan di atas dunia ini karena tidak sesuai dengan prikeadilan dan prikemanusiaan.

Lalu bagaimana pemerintah menyikapinya? Kita lihat saja.

New York, 12 Juni 2018

FPI Desak Presiden Pecat Yahya C Staquf dari Wantimpres

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Front Pembela Islam (FPI) turut mengecam kunjungan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Yahya Cholil Staquf ke Israel pekan lalu. FPI mendesak presiden untuk memberhentikan Gus Yahya dari keanggotaan Wantimpres.

Ketua DPP FPI, KH Shabri Lubis mengatakan, dari aspek akidah, teologis, historis dan geostrategis, Israel dan Yahudi adalah suatu entitas yang dicangkokkan ke tanah Palestina dan hadir sebagai pendatang yang menjajah bangsa Palestina.

“Adalah suatu sikap kemunafiqan bila diplomasi politik dari salah satu oknum bangsa Indonesia justru memperkuat posisi bangsa penjajah yaitu Israel terhadap saudara muslim Palestina,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (13/6/2018).

FPI menilai, kunjungan Yahya C Staquf merupakan pengkhianatan besar terhadap konstitusi Indonesia yang menolak segala bentuk penjajahan. Dalam tinjauan syariat, FPI juga mengutip Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 70 tentang sifat orang Yahudi yang membunuh para rasul.

“Ini jelas merupakan perbualan munkar dan keji sekaligus juga merupakan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara Indonesia dan juga pengkhianatan terhadap perjuangan bangsa Palestina,” tegasnya.

Selain itu, FPI menilai kunjungan Yahya C Staquf telah memperkuat posisi Isreal sebagai negara penjajah. Dalam konteks tersebut, kunjungan Yahya Staquf tidak dapat dibenarkan secara konstitusional maupun moralitas.

Oleh sebab itu, FPI mendesak presiden untuk memberhentikan Yahya C Staquf sebagai anggota Wantimpres.

“Mendesak Presiden untuk segera memberhentikan Yahya C Staquf dari jabatan sebagai Dewan Pertimbangan Presiden karena akan berdampak negatif pada posisi Presiden dalam politik Intemasional, dimana salah satu anggota Dewan Pertimbangannya ternyata mendukung penjajahan Israel terhadap Palestina,” pungkasnya.

Inilah Hasil Pertemuan Donald Trump dengan Kim Jong Un di Pulau Sentosa

SEOUL (Jurnalislam.com) – Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa (12/6/2018) menegaskan bahwa proses denuklirisasi Korea Utara akan dimulai “sangat cepat” setelah pasangan ini mengakhiri pertemuan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Pulau Sentosa di Singapura, Anadolu Agency melaporkan.

Kedua pemimpin menandatangani apa yang digambarkan sebagai kesepakatan “komprehensif” di depan kru kamera internasional.

Presiden Amerika melontarkan pujian untuk rekannya yang “sangat cerdas” di Korea Utara, menggambarkan “ikatan khusus” mereka dan perubahan total dalam hubungan Washington dengan Pyongyang.

Setelah beberapa dekade terlibat permusuhan dan kecurigaan sejak Perang Korea 1950-53 ditutup dengan gencatan senjata, Korea Utara telah berulang kali mengancam akan menyerang AS. Trump memperparah keadaan dengan retorikanya sendiri sejak menjabat tahun lalu.

Donald Trump akan Undang Kim Jong-un ke AS Jika Pekan Depan…

Namun Kim mengatakan kepada wartawan di Hotel Capella bahwa mereka telah memilih untuk “meninggalkan masa lalu di belakang.”

Trump juga menegaskan dia akan mengundang pemimpin Utara tersebut ke Gedung Putih.

Kesepakatan yang dirilis kemudian pada hari itu menjelaskan bahwa AS “berkomitmen untuk memberikan jaminan keamanan” kepada Korea Utara dengan imbalan “komitmen tegas dan tak tergoyahkan untuk menyelesaikan denuklirisasi” Pyongyang.

Perjanjian itu termasuk garis besar janji Trump dan Kim untuk membangun hubungan baru dan membangun rezim perdamaian di Semenanjung Korea.

Pernyataan itu menambahkan bahwa Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo akan mengambil bagian dalam negosiasi lebih lanjut dengan Korea Utara “secepat mungkin.”

Trump juga berjanji mengakhiri latihan militer gabungan “provokatif” dengan Korea Selatan, tak lama setelah mengadakan pertemuan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Kim tersebut.

Kedua pemimpin mengeluarkan pernyataan bersama setelah pertemuan mereka di Singapura, dengan Kim bersumpah untuk denuklirisasi dengan imbalan jaminan keamanan dari Trump.

Pyongyang telah berulang kali mengutuk serangkaian latihan militer AS-Korea Selatan yang diadakan setiap tahun, mengeluh bahwa mereka adalah latihan untuk invasi.

Korut dan Korsel Sepakat Penghapusan Senjata Nuklir, Begini Komentar Trump

Meskipun Seoul dan Washington bersikeras selama bertahun-tahun bahwa latihan itu bersifat defensif, Trump berbalik arah setelah pertemuan Kim.

“Saya pikir (latihan militer) itu sangat provokatif. … Ada negara lain yang berada tepat di sebelah,” kata presiden AS selama konferensi pers di televisi di Singapura.

“Permainan perang sangat mahal,” ia juga berkomentar, sejalan dengan kritiknya sebelumnya terhadap Seoul karena tidak memberi perhatian sebanyak yang ia inginkan karena menempatkan hampir 30.000 pasukan Amerika di Korea Selatan.

Namun, pengumuman itu muncul sebagai berita kepada Angkatan Asing Korea, yang merilis sebuah pernyataan yang menegaskan bahwa mereka “akan melanjutkan aktivitas militer kami saat ini sampai menerima panduan terbaru dari Departemen Pertahanan dan / atau Komando Indo-Pasifik.”

Trump bahkan menambahkan dia ingin membawa pasukan AS “meninggalkan” Semenanjung Korea, meskipun dia mengakui itu tidak akan mungkin untuk saat ini.

Komentarnya mungkin membuat marah kaum konservatif Korea Selatan yang menentang kuat aliansi militer Amerika sebagai cara untuk menghalangi potensi serangan Korea Utara.

Walaupun Trump menyatakan bahwa semenanjung itu merayap menuju sebuah perjanjian untuk secara formal menyimpulkan Perang Korea 1950-53, yang hanya berakhir dengan gencatan senjata tanpa kesepakatan damai, Korea Utara mengancam akan menyerang Seoul dan sekutunya beberapa bulan lalu.

Rudal Nuklir Korea Utara Mampu Jangkau Los Angeles, Ini Tanggapan AS

Menghadapi kritik bahwa perjanjian denuklirisasi Selasa tidak memiliki rencana yang jelas, Trump mengatakan Kim sedang membongkar tempat uji coba rudal yang dapat digunakan untuk mengembangkan rudal balistik antarbenua, setelah bulan lalu melakukan pembongkaran publik di lokasi uji coba nuklir Korea Utara.

Pertemuan lebih lanjut antara Washington dan Pyongyang direncanakan untuk memperkuat langkah selanjutnya dari kedua belah pihak dalam memenuhi kesepakatan garis besar hari Selasa.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyambut KTT itu “sebagai tonggak penting dalam kemajuan perdamaian berkelanjutan dan denuklirisasi lengkap dan dapat diverifikasi di Semenanjung Korea.

“Menerapkan perjanjian yang dicapai hari ini dan sebelumnya, sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan yang relevan, akan membutuhkan kesabaran dan dukungan dari komunitas global,” kata Guterres dalam pernyataan dari juru bicara Stephane Dujarric. “Sekretaris Jenderal mendesak semua pihak yang terkait untuk memanfaatkan peluang penting ini.”

International Astronomical Center: Idul Fitri Jatuh pada Hari Jumat, 15 Juni

JURNALISLAM.COM – Hari pertama Idul Fitri diperkirakan akan jatuh pada hari Jumat, 15 Juni, menurut International Astronomical Center (IAC), di sebagian besar negara Islam termasuk Arab Saudi, Aljazair, Libya, Mesir, Kuwait dan Qatar.

Pengumuman resmi tergantung pada penampakan bulan, jika bulan baru dapat dilihat pada 14 Juni, maka bulan suci Ramadhan akan berakhir pada hari Kamis dan Jumat akan menjadi hari pertama Idul Fitri.

IAC memperkirakan bulan sabit dapat terlihat dari semua negara Islam dengan mata telanjang atau melalui teleskop pada malam 14 Juni, lansir Aljazeera, Selasa (12/6/2018)

Pengumuman resmi Idul Fitri biasanya dilakukan dalam waktu dua jam setelah matahari terbenam karena bulan baru terbit dan terbenam bersama matahari (atau dalam waktu satu jam).

Menurut IAC, tahun ini, bulan sabit diperkirakan akan muncul 49 menit setelah matahari terbenam di Rabat, 46 menit setelah matahari terbenam di Mogadishu, Khartoum, Tripoli dan Aljazair, 45 menit di Djibouti dan Tunisia, 44 menit di Sanaa, 43 menit di Kairo , 42 menit di Riyadh, Amman dan Jerusalem, 41 menit di Beirut, Doha, Damascus, Manama dan Abu Dhabi, dan 40 menit di Baghdad, Kuwait dan Muscat.

Ramadhan Diperkirakan 29 Hari, Arab Saudi Putuskan Idul Fitri 15 Juni

Visibilitas bulan sabit tergantung pada lokasi penampakan dan kondisi meteorologi.

Menurut Portal Data Astronomi, bulan baru berikutnya akan muncul pada hari Rabu, 13 Juni pukul 19:43 GMT tetapi penampakan sangat tidak mungkin bagi pengamat.

Visibilitas pertama bulan sabit baru pada hari Kamis, 14 Juni menggunakan teleskop amatir dapat dimungkinkan di Asia barat daya, India dan bagian utara Timur Tengah.

Penampakan mata telanjang dapat terjadi di Afrika Selatan, Afrika Utara, bagian barat daya Arab Saudi dan Spanyol selatan pada hari yang sama.

Bulan baru ini juga sepertinya akan terlihat dari Afrika tengah dan barat, Amerika Serikat, Amerika Tengah, Karibia dan Amerika Selatan pada tanggal yang sama.

Id Mubarak dalam bahasa Arab berarti “perayaan yang diberkati” dan merupakan ucapan umum untuk Idul Fitri. Salam lain termasuk:

Ciid wanaagsan – sebagaimana digunakan di Somalia.
Mutlu Bayramlar – seperti yang biasa digunakan di Turki.
Selamat Idul Fitri – digunakan di Indonesia.
Selamat Hari Raya – digunakan di Malaysia, Brunei, dan Singapura.
Barka da Sallah – sebagaimana digunakan di beberapa bagian Nigeria.

Idul Fitri berarti “festival berbuka puasa” dan menandai akhir Ramadhan. Idul Fitri adalah hari libur resmi di semua negara mayoritas Muslim, tetapi jumlah hari liburnya bervariasi menurut masing-masing negara.

Bagaimana Hukum Shalat Jumat dan Shalat Zhuhur Ketika Idul Fitri atau Idul Adha jatuh pada Hari Jumat?

Umat ​​Islam di seluruh dunia memulai perayaan hari Idul Fitri dengan ambil bagian dalam ibadah sholat tahunan yang berlangsung tidak lama setelah fajar.

Idul Fitri didahului dengan pemberian sedekah kepada orang miskin, atau Zakat, yang merupakan salah satu dari lima rukun Islam.

Adalah hal bagi ibu kota negara-negara mayoritas Muslim biasanya menghiasi kota-kota mereka dengan lampu-lampu meriah dan mengadakan karnaval untuk memperingati akhir bulan suci, dengan anak-anak mengenakan pakaian baru, juga ada pemberian hadiah dan uang untuk merayakan peristiwa yang menggembirakan.

“Kado Pahit Iedul Fitri Untuk Rakyat Palestina dari Sekjen PBNU”

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Pengamat terorisme, Harits Abu Ulya menilai, kehadiran Sekjen PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam acara American Jewish Committee (AJC) Global Forum telah melukai hati umat Islam. Ia menyebut, keputusan Yahya tersebut sebagai kado pahit Iedul Fitri untuk rakyat Palestina.

“Ini kado pahit jelang Ied Fitri untuk rakyat Palestina dari sekjen PBNU. Tsaquf tidak hanya melukai muslim Palestina, tapi melukai nurani muslim di berbagai belahan dunia yang peduli pada urusan Palestina,” katanya melalui pesan elektronik kepada Jurnalislam.com, Selasa (12/6/2018).

Kehadiran Yahya dalam acara tersebut, lanjut Harits, tidak mewakili pandangan mayoritas umat Islam di Indonesia terkait eksistensi negara Israel.

“Secara konstitusi justru bertentangan dengan spirit UUD 1945, kita sebagai bangsa yang menentang segala bentuk penjajahan,” tegas Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) itu.

Jika kehadirannya atas nama pribadi, Harits meminta Yahya Staquf setidaknya menyampaikan klarifikasi terkait jabatan Yahya Staquf yang tertulis Sekretaris Jenderal PBNU pada backdrop acara tersebut.

“Jika Tsaquf hadir atas nama pribadi, maka paling tidak ia membantah atau meluruskan kenapa di backdrop/latar ia ditulis atas nama sekjen PBNU,” tukasnya.

Kehadiran Yahya Staquf juga dinilai Harits sebagai keputusan yang fatal. Dimana hingga saat ini, umat Islam di Palestina masih terbelenggu oleh penjajahan Israel terlebih setelah pencaplokan Baitul Maqdis (Yerusalem Timur) sebagai ibukota Israel.

“Kalau kita masih waras tentu mikir beribu kali untuk hadir penuhi undangan acara dari gerombolan perampok yang tempatnya di rumah hasil rampokan, sementara pemilik rumah masih ada meski di penjara di sudut rumah yang paling sempit,” ungkap Harits.

“Yahudi pandai memilih orang dan tepat memilih orang sesuai kepentingan mereka,” pungkasnya.

Yahya Cholil Staquf hadir dalam acara American Jewish Committee (AJC) Global Forum in Israel 2018 pada Ahad (10/6/2018). Dalam acara tersebut Yahya diwawancarai oleh moderator bernama Rabbi David Rosen yang merupakan Direktur AJC Internasional bidang hubungan Intereliji.

Dalam kesempatan tersebut, Yahya menyampaikan pandangannya soal hubungan Islam dan Yahudi. Menurut Yahya, hubungan Islam dan Yahudi bersifat fluktuatif tergantung dinamika sejarahnya.

“Hubungan antara Islam dan Yahudi menurut sebutan saya adalah fluktuatif. Kadang berhubungan dekat, tapi di sisi lain dari sejarah, ada banyak konflik dan tensi. Secara umum, kita tahu bahwa kita punya masalah dalam hubungan antara Islam dan Yahudi. Permasalahan -sebagian dari permasalahan- ada dalam pengajaran agama itu sendiri. Sekarang konteks terkini kita dari realitas, umat beragama–termasuk Islam dan Yahudi–harus menemukan cara baru untuk, pertama, memahami fungsi agama untuk kehidupan nyata dan kedua, menemukan interpretasi moral baru dari agama yang bisa membuat kita menuntun umat beragama lebih memiliki hubungan harmonis,” tutur Yahya.” ujar Gus Yahya seperti dikutip Jurnalislam.com dalam video yang diunggah saluran resmi AJC di YouTube, Selasa (12/6/2018).

Kunjungan Yahya Staquf ke Israel Melanggar Konstitusi

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Kunjungan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Yahya Cholil Staquf ke Israel pada pekan lalu mulai menuai kontroversi. Tak terkecuali Lembaga Kajian dan Riset Spesialisasi Al-Aqsha dan Palestina di Indonesia, International Aqsa Institute (IAI).

Dalam pernyataan tertulis yang diterima Jurnalislam.com, IAI menilai, kunjungan Yahya Staquf tersebut telah melanggar konstitusi negara. Berikut pernyataan sikap IAI selengkapnya:

International Aqsa Institute (IAI) sebagai Lembaga Kajian dan Riset Spesialisasi Al-Aqsha dan Palestina, setelah mengikuti perkembangan di media-media nasional dan internasional, berkaitan dengan tampilnya KH. Yahya Cholil Staquf (Katib Aam atau Sekjend PBNU dan Penasihat Presiden RI urusan keagamaan dan Luar Negeri), dalam acara AJC (American Jewish Comittee) Global Forum di Israel pada hari Ahad, 10 Juni 2018, dengan ini menyatakan sikap:

Pertama, menghadiri undangan dari lembaga Zionis Israel, baik atas nama pribadi ataupun lembaga adalah pelanggaran terhadap konstitusi negara Republik Indonesia. Karena tertuang jelas dalam pembukaan UUD 1945, bahwa Indonesia berdiri tegak menghapuskan penjajahan di atas dunia. Sedangkan Israel adalah entitas penjajah Palestina hingga saat ini.

Kedua, menjalin hubungan dengan entitas penjajah bernama Israel adalah mengkhianati negara dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Karena tokoh sentral yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia tahun 1945 adalah Mufti Palestina, bernama Syaikh Muhammad Amin Husaini.

Ketiga, berhubungan mesra dengan entitas penjajah bernama Israel adalah tindakan melawan kedaulatan RI, karena Indonesia tidak menjalin hubungan diplomatik dengan negara penjajah bernama Israel. Justeru menjatuhkan harga diri bangsa Indonesia di hadapan negara-negara dunia.

Keempat, kehadiran KH. Yahya Cholil Staquf di AJC Global Forum bertentangan dengan nilai kemanusiaan, karena semakin menguatkan posisi Israel menjajah Palestina. Terlebih lagi dilakukan bersamaan dengan pembantaian yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat sipil di Gaza Palestina, ketika sedang menuntut haknya untuk kembali ke tanah airnya yang dirampas Israel.

Kelima, kehadiran KH. Yahya Cholil Staquf memenuhi undangan AJC Global ini, secara ideologis bertentangan dengan kebenaran teks-teks suci Islam. Apalagi Presiden AS baru saja meresmikan Kedutaanya di Al-Quds (Yerussalem) dan menjadikan Al-Quds sebagai Ibukota Israel (14 Mei 2018), berdampak semakin kuat upaya Zionis Israel menguasai Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama umat Islam dan tempat Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw.

Keenam, mengecam keras tindakan KH. Yahya Cholil Staquf yang menciderai nilai kemanusiaan, merusak citra Indonesia yang serius mendukung kemerdekaan Palestina, menjatuhkan wibawa Indonesia, dan menyakiti perasaan seluruh Umat Islam.

Ketujuh, menuntut pemerintah Indonesia untuk segera merealisasikan janjinya berkaitan dengan dukungan untuk kemerdekaan Palestina secara riil, bukan sekedar ucapan-ucapan semata. Demi memperbaiki citra Indonesia di mata dunia.

Jakarta, 27 Ramadhan 1439 H/12 Juni 2018 M

Direktur IAI
Ttd
Ahmad Musyafa’, Lc. M.Pd.I