Ansharusyariah: Dengan Ukhuwah Allah Akan Tunjukkan Izzah Kaum Muslimin

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Acara Reuni Akbar alumni 212 akan digelar beberapa hari ke depan. Beberapa pihak kemudian masih mempertanyakan urgensi acara tersebut bagi Islam dan kaum muslimin. Tak sedikit juga yang mencium adanya kepentingan politik dalam acara tersebut.

Pimpinan Jamaah Ansharusy Syariah, Ustadz Muhammad Achwan mengatakan, acara reuni akbar alumni 212 sangat penting untuk digelar. Menurutnya, acara tersebut untuk menjaga rasa persatuan umat yang telah ditunjukkan umat Islam tahun lalu.

“Peristiwa satu tahun yang lalu sudah sangat luar biasa. Umat Islam bisa bersatu, menanggalkan identitas kelompoknya, meninggalkan egonya masing-masing, dan dengan itu Allah akan menunjukkan izzah kaum muslimin,” katanya saat diwawancarai Jurnalislam.com di Jakarta, Rabu (29/11/2017).

Baca juga: Jamaah Asharusyariah: Reuni 212 adalah Momentum Umat Kembalikan Kedaulatan

Ia menjelaskan, kemuliaan kaum muslimin hanya akan terlihat ketika umat mau bersatu. Oleh sebab itu, kata dia, berkumpulnya umat Islam dalam reuni akbar 212 adalah momen berharga yang patut dibanggakan.

“Maka acara ini sangat penting sekali, karena momen dimana umat Islam mau bersatu dan menanggalkan baju kelompoknya masing-masing dan mereka mau berkorban untuk itu, itu sangat mahal sekali harganya,” imbuhnya.

Ustadz Achwan melanjutkan, bersatunya umat Islam akan sangat diperhitungkan oleh mereka yang memusuhinya. Musuh-musuh Islam sangat takut ketika umat Islam bersatu. Ustadz Achwan mengutip firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Hasr (59) ayat 13-14.

“Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada Allah. Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tidak mengerti. Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti.”

“Maka acara ini sangat penting sekali, bila perlu ini harus dilakukan setahun sekali, bahkan jika di daerah-daerah bisa itu akan sangat luar biasa,” terangnya.

Hanya untuk kepentingan Islam dan kaum muslimin

Terkait isu adanya kepentingan politik yang menunggangi acara tersebut, Ustadz Achwan menasehatkan kepada para pemimpin umat khususnya panitia penyelenggara untuk meluruskan niat. Kekalahan umat Islam dalam perang Uhud disebabkan oleh kepentingan segelintir orang. Untuk itu ia menegaskan, kepentingan acara reuni 212 harus murni untuk kepentingan Islam dan kaum muslimin.

“Kepentingan lain itu hanya akan menyebabkan kekalahan bagi barisan kaum muslimin, seperti pada peristiwa perang uhud. Karena cepat atau lambat yang punya kepentingan akan ketahuan nanti,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ustadz Achwan mengatakan, urgensi acara reuni 212 juga untuk mengembalikan kedaulatan kaum muslimin di negeri ini. Ia menilai, Islam lah yang melahirkan semangat perlawanan melawan penjajahan hingga mengantarkan Indonesia pada kemerdekaannya.

“Oleh sebab itu, yang berhak memegang kedaulatan adalah kaum muslimin, itu yang sering dilupakan. Dan kami akan mendorong semangat itu kepada massa reuni 212 nanti,” tandasnya.

Lokasi Kongres Alumni 212 Pindah ke Cempaka Putih

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Lokasi kongres Alumni 212 dipastikan dipindah ke Wisma Persaudaraan Haji Indonesia di Cempaka Putih Tengah No. 30, Jakarta Pusat. Keterangan itu disampaikan langsung Ketua Panitia Kongres Alumni 212, Ustadz Bernard Abdul Jabar.

“Ini (kongres-red) jalan terus. Alhamdulillah Allah kasih kita jalan, kita pindahkan di Wisma Persaudaraan Haji Indonesia di Cempaka Putih Tengah, nomor 30 depan Universitas Yarsi,” katanya seperti dilansir Kiblat.net, RAbu (29/11/2017)

Ustadz Bernard juga mempertanyakan alasan pembatalan yang dilakukan dua hari menjelang acara. Pasalnya, undangan kongres sudah terlanjur disebar, dan persiapan sudah 90 persen. Kendati ada perubahan lokasi, kongres tetap akan diadakan pada Kamis (30/11/2017) hingga Jumat (30/11/2017).

“Bahkan mereka (peserta kongres.red) sudah banyak yang sudah datang. Kita berharap apa yang mereka lakukan semoga mereka yang ingin membatalkan kegiatan disadarkan oleh Allah,” terangnya.

Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan komplain ke pihak Asrama Haji. Bernard juga akan memastikan apakah ada pemadaman listrik seperti yang diklaimkan.

“Kita akan cek, apakah benar terjadi pemadaman listrik. Kita mau minta pertanggungjawaban mereka. Maka uang muka sudah masuk saya belum ambil mereka suruh ambil, saya gak mau,” tegasnya.

Amien Rais Ajak Umat Hadiri Reuni 212 Dengan Semangat Memperbaiki Negeri

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Dewan Pembina Presidium Alumni 212, Prof. Dr. Amien Rais mengajak umat Islam untuk menghadiri Reuni Akbar 212 dengan semangat memperbaiki negeri ini.

“Datanglah berbondong-bondong, mari kita tunjukkan pada dunia bahwa kita adalah umat yang satu dan kita akan bekerja sama untuk memperbaiki negeri ini bersama-sama,” katanya dalam sebuah video yang diunggah ke youtube oleh akun Gerakan Indonesia Shalat Subuh (GISS) pada Senin (27/11/2017).

Baca juga: Jelang Reuni 212, DSKS Targetkan Ribuan Umat Islam Soloraya Hadir di Monas

Ia juga mengimbau peserta untuk tidak terprovokasi oleh propaganda pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

“Marilah kita datang dengan damai dan ikhlas, tidak ada satu pun niat kita untuk merusak apalagi bakar-bakar seperti propaganda dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab itu. Karena terbukti berkali-kiali bahwa kita adalah ahli dalam mengekspresikan pendapat,” paparnya.

Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga menjelaskan bahwa kehadiran umat Islam dalam acara tersebut adalah sebagai bentuk mempertahankan kedaulatan Indonesia dengan memperkuat ikatan persaudaran antar sesama anak bangsa.

“Karena itu, saya mengingatkan, dalam al Qur’an kita punya kewajiban amar maruf nahi munkar dan menegakkan keadilan dan mencegah kedzaliman,” imbuhnya.

Mantan Ketua MUI dan Ulama Betawi Ajak Umat Ramaikan Reuni 212

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Mantan Ketua MUI, KH Cholil Ridwan mengajak segenap umat Islam Indonesia untuk menghadiri acara Reuni Akbar Alumni 212 di Monas 2 Desember mendatang.

“Saya imbau agar umat Islam membanjiri lapangan monas pada hari sabtu 2 desember dalam rangka ulang tahun 212,” katanya dalam sebuah video yang diunggah akun Gerakan Indonesia Shalat Subuh (GISS) pada Senin (27/11/2017)

Acara itu, kata dia, untuk mengingatkan umat Islam akan kemenangan politik iman atas politik uang pada Pilkada DKI.

Selain itu, ulama betawi lainnya, K.H Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie juga berharap umat Islam untuk hadir dalam acara Reuni 212 yang akan diawali dengan shalat subuh berjamaah di kawasan Monumen Nasional.

Ia mengimbau kepada para ulama dan tokoh masyarakat untuk menyerukan jamaahnya agar meramaikan acara bertajuk Maulid Agung dan Reuni Akbar Alumni 212 itu.

“Kami menyerukan untuk semuanya menghadiri acara reuni akbar 212 yang diharapkan subuh berjamaah, mari kita hadiri beramai-ramai ajak keluarga, ajak jamaah untuk menghadiri acara ini,” katanya dalam video tersebut.

Sebagaimana diberitakan, acara Maulid Agung dan Reuni Akbar 212 akan digelar di Monumen Nasional pada 2 Desember mendatang. Ada beberapa isu yang akan diangkat dalam acara tersebut diantaranya menghentikan dominasi Cina di bidang politik dan ekonomi, menghentikan proyek reklamasi dan Meikarta, dan sebagainya.

250 Pemuda Hijrah Semarang Akan Ikut Reuni 212

SEMARANG (Jurnalislam.com) – Komunitas Pemuda Hijrah Semarang akan memberangkatkan250 orang anggotanya untuk mengikuti Reuni Akbar 212 di Jakarta pada 2 Desember mendatang.

“Rencana kami akan memberangkatkan sekitar 250 orang untuk mengikuti reuni akbar besok di Jakarta,” kata ketua Pemuda Hijrah Semarang, Suluh Prasetyo kepada Jurnalislam.com, Selasa (28/11/2017)

Ia mengungkapkan, acara tersebut merupakan ajang untuk melepas kerinduan sesama umat Islam yang berada dalam satu barisan pada Aksi Bela Islam III tahun lalu. Suluh berharap para peserta aksi damai yang akan datang dari berbagai daerah di Tanah Air ini tidak mendapat tekanan dari aparat seperti tahun sebelumnya.

“Kami harap pemerintah bijak dan tidak paranoid seperti sebelumnya, jelas ini acara damai apalagi katanya sudah menjadi tujuan wisata muslim dunia,” imbuhnya.

Oleh karena itu, ia mengajak umat Islam untuk berpartisipasi dalam acara yang disebut-sebut sebagai even terbesar umat Islam Indonesia.

“Mari rapatkan barisan, walaupun kita beda-beda ormas maupun jama’ah kita harus bersama-sama menjaga kedaulatan dan kesatuan NKRI yang tercinta ini,” tegasnya.

 

Mau Umroh, Buni Yani Berharap Bebas

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Buni Yani berharap pengadilan mengabulkan permohonan banding atas vonis 1,5 tahun penjara yang diterimanya dalam sidang putusan di Gedung Dinas Perpustakaan dan Arsip, Jalan Seram, Kota Bandung, Selasa (14/11/2017) lalu. Jika bebas, Buni Yani ingin menunaikan ibadah umroh.

“Saya ingin cepat-cepat umroh, saya berharap saya bisa bebas biar bisa ibadah umroh. Mudah-mudahan saya mendapatkan kebebasan karena memang saya gak salah,” katanya kepada wartawan di Gedung Pusdai Jabar, Kota Bandung (26/11/2017).

“Jangan sampai kriminalisasi ini menghalangi seorang warga negara yang ingin menunaikan hak untuk beribadah,” sambungnya.

Ia juga menyayangkan larangan kepada dirinya untuk bepergian ke luar negeri. “Saya juga gak bisa ngehadirin conference di luar negeri, padahal karir saya di sana,” imbuhnya.

Buni Yani divonis 1,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung atas kasus pelanggaran UU ITE. Buni Yani dilaporkan Komunitas Muda Ahok-Djarot (Kotak Adja) ke Kepolisian dengan tuduhan sengaja memberikan transkripsi tak lengkap pada rekaman video pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait Surat Al-Maidah, sehingga diartikan sebagai penghinaan terhadap Islam.

Padahal Buni telah bersumpah tidak memotong video tersebut. Para ahli menyimpulkan, meskipun tanpa dipotong video pidato Ahok di Kepulauan Seribu itu tetap mengandung unsur penghinaan terhadap Islam.

Hari Ini Buni Yani Serahkan Memori Banding ke PN Bandung

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Buni Yani telah resmi mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Klas I Bandung pada Senin (20/11/2017) atas vonis 1,5 tahun penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim dalam kasus pelanggaran UU ITE.

Pihak Buni Yani mempunyai waktu dua minggu untuk melengkapi memori banding yang akan diserahkan ke PN Bandung untuk kemudian diperiksa oleh Pengadilan Tinggi Bandung.

“Insya Allah besok kita serahkan memori banding ke Pengadilan Negeri Bandung, selanjutnya diserahkan kepada Pengadilan Tinggi Bandung. Dan kalau tidak salah, dibutuhkan waktu tiga minggu untuk hakim memeriksa berkas-berkasnya,” kata Buni Yani kepada wartawan di Gedung Pusdai Jabar, Bandung, Ahad (26/11/2017).

Baca juga: Tak Ambil Fakta Persidangan, PH Buni Yani akan Ajukan Banding

Buni Yani menilai, keputusan hakim tersebut tidak berdasarkan fakta persidangan. Sebab, berdasarkan kesaksian delapan saksi ahli dihadirkan penasehat hukum dalam persidangan menyimpulkan bahwa Buni Yani tidak bersalah.

“Ada tiga ahli pidana, ahli sosiologi, ahli komunikasi, ahli bahasa belum lagi kita hadirkan juga ahli IT dan agama, jadi ada delapan ahli. Mereka itu disumpah lho untuk memberikan keterangan ilmiahnya. Tapi hakim lebih percaya pendukung Ahok, untuk itu kita merasa ini tidak berdasarkan fakta persidangan maka kita harus banding dan ini jelas kriminalisasi,” paparnya.

Seperti diketahui, majelis hakim menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara kepada Buni Yani dalam kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Gedung Dinas Perpustakaan dan Arsip, Jalan Seram, Kota Bandung, Selasa (14/11/2017).

‘Pribumi Itu Adalah Umat Islam’

BANDUNG (Jurnalislam.com) – Islamic Festival and Book Fair Jawa Barat diselenggarakan di Ruang Utama Bale Asri Pusat Dakwah Islam (PUSDAI) Jawa Barat, Jl Diponegoro Kota Bandung, Ahad (26/11/2017). Salah satu agenda acaranya mengadakan diskusi publik dengan tema Kebangkitan Pribumi.

Diskusi tersebut menghadirkan beberapa narasumber, diantaranya pakar hukum UNPAD Atif Latifulhayat, Ph.D, Buni Yani dan Ketua API (Aliansi Pergerakan Islam) Jawa Barat Asep Syaripudin.

Dalam pembukaannya, Asep Syaripudin menjelaskan bahwa substansi dari pribumi adalah Islam. “Sekarang membicarakan kata pribumi sangat sensitif, kenapa sensitif? Itu karena yang dimaksud dengan pribumi adalah umat Islam” jelas Asep.

Senada dengan itu, pakar hukum Universitas Padjadjaran Atif Latifulhayat juga menyampaikan bahwa substansi kata pribumi adalah Islam yang berarti perjuangan.

“Kenapa pribumi harus bangkit? Karena sekarang sudah tidak proporsional, kita membayar terlalu banyak tapi mendapatkan terlalu sedikit,” jelas Atif.

“Pribumi ini yang berjuang, tapi mereka yang minoritas itu sekarang yang menikmatinya,” tukasnya.

Tinjauan Islam Dalam Isu Penjualan Aset Negara

Oleh: Dr. H. Mohammad Ghozali, MA

Kapitalisme global mengakibatkan terpuruknya ekonomi sebuah negara akan membawa dampak yang sangat luas terhadap kesejahteraan dan fenomena kemadirian sebuah negara, seperti kasus krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997, perekonomian Indonesia mengalami goncangan yang sangat hebat dan menjadikan kondisi perekonomiannya sangat labil. Terus merosotnya nilai kurs rupiah terhadap dollar dan semakin membumbungnya harga minyak di pasaran dunia membawa dampak pada rendahnya daya beli masyarakat Indonesia. Berbagai upaya dan cara telah diusahakan negara agar secepatnya perekonomian bangsa Indonesia bisa kembali bangkit seperti sediakala, termasuk salah satunya adalah dengan jurus meminjam dana bantuan kepada Asing.

Kepada setiap negara peminjam (negeri Muslim), pemberi bantuan keuangan dunia tersebut menyaratkan untuk menjalankan kebijakan program penyesuaian struktural (structural adjustment programs), dimana salah satu tujuannya adalah untuk merangsang pengalihan kegiatan ekonomi, dari semula dikelola negara menjadi dimiliki swasta (privatisasi). Salah satu Negara menjual asset yang dimilikinya.

Hal ini sesuai dengan kecenderungan ekonomi kapitalisme global yang menginginkan minimalitasnya peranan negara dalam perekonomian dan untuk kemudian peran ini digantikan oleh mekanisme pasar sebagaimana telah sukses dilakukan oleh negara Inggris dan Amerika pada dekade 1980-an sebelumnya, dengan sistem kapitalisnya.

Tetapi kenyataannya, kondisi ini bukan saja tidak bisa mengembalikan kondisi perekonomian sebagaimana yang diharapkan. Malah sebaliknya, menjadikan kekhawatiran banyak pihak terhadap nasib bangsa dan rakyat Indonesia karena akan “disetir” oleh pihak lain akibat dikuasainya perusahaan-perusahaan yang termasuk kategori “identitas” sebuah bangsa oleh bangsa lain (karena mayoritas pemilik saham baru perusahaan-perusahaan tersebut adalah perusahaan yang berasal dari luar negeri).

Nampaknya kasus ini akan berulang kembali dengan alasan untuk mengatasi kondisi ekonomi di negara Indonesia dengan menjual aset-aset negara yaitu BUMN. Tulisan singkat ini mencoba membahas program penjualan aset negara ditinjau dari kepemilikan harta dalam perspektif Islam terutama yang berkaitan dengan perusahaan-perusahan yang merupakan BUMN menjadi swastanisasi atau privatisasi.

Sebagaimana ujaran yang sangat menyedihkan sebagai cerminan pengelolaan yang serampangan, yaitu “BUMN kita senangnya memiliki (aset). Setiap bulan dapat income dari tol itu, tapi itu sudah kuno,” saat pembukaan acara Musrenbangnas 2017, di Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Betapa rapuh dan cerobohnya pemerintahan terutama dalam sektor ekonomi dalam kondisi sangat terpuruk. Kalau berfikirnya hanya sekedar jumlah nominal uang yang didapatkan, inilah juga merupakan ciri khas sistem kapitalisme.

Pandangan Islam terhadap Kepemilikan dan Privatisasi

Islam sebagai din kamil samil menghadirkan sebuah sistem ekonomi yang berbeda dengan sistem ekonomi lainnya termasuk sistem kapitalis dan sosialis beserta bagian-bagiannya. Dalam sistem ini, ekonomi Islam menyelaraskan dan melindungi dua kepentingan yang berbeda, kepentingan dunia dan kepentingan akhirat dengan melibatkan negara sekaligus sebagai pemegang amanat dari seluruh rakyanya (khalifah khalaifillah) dengan memegangi ketentuan shara’ yang tercantum dalam al-Qur’an, al-hadith, ijma sahabah dan al-qiyas.

Privatisasi dalam sistem ekonomi Islam telah lama dikenal dan ini memang diperbolehkan sejauh pada jenis kepemilikan harta individual (al-milkiyyat al-fardiyyah/private property) dan sebagian jenis harta kepemilikan negara (al-milkiyyat al-dawlah/state property) dengan adanya jaminan kestabilan harga oleh negara, dan bukan jenis harta kepemilikan yang tergolong kepemilikan umum (al-milkiyyat al-‘ammah/public property). Bukankan Allah telah menyediakan alam beserta isinya untuk kesejahteraan seluruh manusia dan bukan hanya dikhususkan untuk segelintir manusia saja?

Diperlukan rasa tanggung jawab bagi para pengelolanya dan ditopang penuh oleh integritas moral dan personal dari sang pemimpin dan para ekonomnya, guna menjamin pelaksanaan program privatasasi ini agar program ini benar-benar mampu sebagai solusi untuk mengantarkan tujuan ekonomi shari’ah itu sendiri sehingga rasa kekhawatiran akan dampak yang dibawanya tidak akan terwujud, tetapi juga menyatukan aturan perilaku yang mengatur dan mengorganisir umat manusia baik dalam kehidupan spiritual maupun material.

Sebagai sebuah sistem tersendiri, ekonomi Islam telah menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan mekanisme perolehan kepemilikan, tata cara mengelola dan mengembangkan kepemilikan, serta cara mendistribusikan kekayaan tersebut di tengah-tengah manusia secara detail melalui ketetapan hukum-hukumnya.

Atas dasar inilah, maka hukum-hukum yang menyangkut masalah ekonomi dalam Islam, dibangun atas kaidah-kaidah umum ekonomi Islam (al-qawaid al-‘ammah al-iqtisadi al-Islamyyah) dalam persoalan ini meliputi tiga kaidah, yakni:

  1. Kepemilikan
  2. Mekanisme pengelolaan kekayaan
  3. Distribusi kekayaan di antara manusia

Dari beberapa keterangan nash-nash shara’ dapat dijelaskan bahwa kepemilikan terklasifikasi menjadi tiga jenis, yaitu:

Kepemilikan pribadi (private property)

Hukum syariat yang berlaku bagi zat ataupun kegunaan tertentu, yang memungkinkan pemiliknya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasinya -baik karena diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa ataupun karena dikonsumsi- dari barang tersebut.

Adanya wewenang kepada manusia untuk membelanjakan, menafkahkan dan melakukan berbagai bentuk transaksi atas harta yang dimiliki, seperti jual-beli, gadai, sewa menyewa, hibah, wasiat, dll adalah merupakan bukti pengakuan Islam terhadap adanya hak kepemilikan individual.

Karena kepemilikan merupakan izin al-shari’ untuk memanfaatkan suatu benda, maka kepemilikan atas suatu benda tidak semata berasal dari benda itu sendiri ataupun karena karakter dasarnya, semisal bermanfaat atau tidak. Akan tetapi ia berasal dari adanya izin yang diberikan oleh al-shari’ serta berasal dari sebab yang diperbolehkan al-shari’ untuk memilikinya (seperti kepemilikan atas rumah, tanah, ayam dsb bukan minuman keras, babi, ganja dsb), sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya kepemilikan atas benda tersebut.

Kepemilikan Umum (al-milkiyyat al-‘ammah/ public property)

Adalah izin al-shari’ kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan benda, Sedangkan benda-benda yang tergolong kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh al-shari’ sebagai benda-benda yang dimiliki komunitas secara bersama-sama dan tidak boleh dikuasai oleh hanya seorang saja.15 Karena milik umum, maka setiap individu dapat memanfaatkannya namun dilarang memilikinya.

Setidak-tidaknya, benda yang dapat dikelompokkan ke dalam kepemilikan umum ini, ada tiga jenis, yaitu:

1.Fasilitas dan sarana umum

Benda ini tergolong ke dalam jenis kepemilikan umum karena menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan jika tidak terpenuhi dapat menyebabkan perpecahan dan persengketaan. Jenis harta ini dijelaskan dalam hadits nabi yang berkaitan dengan sarana umum:

“Manusia berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api ” (HR Ahmad dan Abu Dawud) dan dalam hadith lain terdapat tambahan: “…dan harganya haram” (HR Ibn Majah dari Ibn Abbas).

Air yang dimaksudkan dalam hadith di atas adalah air yang masih belum diambil, baik yang keluar dari mata air, sumur, maupun yang mengalir di sungai atau danau bukan air yang dimiliki oleh perorangan di rumahnya. Oleh karena itu pembahasan para fuqaha mengenai air sebagai kepemilikan umum difokuskan pada air-air yang belum diambil tersebut. Adapun al-kala’ adalah padang rumput, baik rumput basah atau hijau (al-khala) maupun rumput kering (al-hashish) yang tumbuh di tanah, gunung atau aliran sungai yang tidak ada pemiliknya. Sedangkan yang dimaksud al-nar adalah bahan bakar dan segala sesuatu yang terkait dengannya, termasuk didalamnya adalah kayu bakar.

Bentuk kepemilikan umum, tidak hanya terbatas pada tiga macam benda tersebut saja melainkan juga mencakup segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat dan jika tidak terpenuhi, dapat menyebabkan perpecahan dan persengketaan. Hal ini disebabkan karena adanya indikasi syarak (hukum Islam) yang terkait dengan masalah ini memandang bahwa benda-benda tersebut dikategorikan sebagai kepemilikan umum karena sifat tertentu yang terdapat di dalamnya sehingga dikategorikan sebagai kepemilikan umum. Sumber alam yang tabiat pembentukannya menghalangi dimiliki oleh individu secara perorangan.

Meski sama-sama sebagai sarana umum sebagaimana kepemilikan umum jenis pertama, akan tetapi terdapat perbedaan antara keduanya. Jika kepemilikan jenis pertama, tabiat dan asal pembentukannya tidak menghalangi seseorang untuk memilikinya, maka jenis kedua ini, secara tabiat dan asal pembentukannya, menghalangi seseorang untuk memilikinya secara pribadi. Sebagaimana hadits nabi:

“Kota Mina menjadi tempat mukim siapa saja yang lebih dahulu (sampai kepadanya)” (HR al-Tirmidhi, ibn Majah, dan al-Hakim dari ‘Aishah).

Mina adalah sebuah nama tempat yang terletak di luar kota Makkah al-Mukarramah sebagai tempat singgah jama’ah haji setelah menyelesaikan wukuf di padang Arafah dengan tujuan meleksanakan syiar ibadah haji yang waktunya sudah ditentukan, seperti melempar jumrah, menyembelih hewan hadd, memotong qurban, dan bermalam di sana.

Makna “munakh man sabaq” (tempat mukim orang yang lebih dahulu sampai) dalam lafad hadith tersebut adalah bahwa Mina merupakan tempat seluruh kaum muslimin. Barang siapa yang lebih dahilu sampai di bagian tempat di Mina dan ia menempatinya, maka bagian itu adalah bagiannya dan bukan merupakan milik perorangan sehingga orang lain tidak boleh memilikinya (menempatinya).

Demikian juga jalan umum, manusia berhak lalu lalang di atasnya. Oleh karenanya, penggunaan jalan yang dapat merugikan orang lain yang membutuhkan, tidak boleh diizinkan oleh penguasa.23 Hal tersebut juga berlaku untuk Masjid.24Termasuk dalam kategori ini adalah kereta api, instalasi air dan listrik, tiang-tiang penyangga listrik, saluran air dan pipa-pipanya, semuanya adalah milik umum sesuai dengan status jalan umum itu sendiri sebagai milik umum, sehingga ia tidak boleh dimiliki secara pribadi.

2. Barang tambang yang depositnya tidak terbatas

Dalil yang digunakan dasar untuk jenis barang yang depositnya tidak terbatas ini adalah hadith nabi riwayat Abu Dawud tentang Abyad ibn Hamal yang meminta kepada Rasulullah agar dia diizinkan mengelola tambang garam di daerah Ma’rab:

“Bahwa ia datang kepada Rasulullah SAW meminta (tambang) garam, maka beliaupun memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah, tahukah apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir”. Lalu ia berkata: Kemudian Rasulullah pun menarik kembali tambang itu darinya” (HR Abu Dawud).

Larangan tersebut tidak hanya terbatas pada tambang garam saja, melainkan meliputi seluruh barang tambang yang jumlah depositnya banyak (laksana air mengalir) atau tidak terbatas. Ini juga mencakup kepemilikan semua jenis tambang, baik yang tampak di permukaan bumi seperti garam, batu mulia atau tambang yang berada dalam perut bumi seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, minyak, timah dan sejenisnya.

Barang tambang semacam ini menjadi milik umum sehingga tidak boleh dimiliki oleh perorangan atau beberapa orang. Demikian juga tidak boleh hukumnya, memberikan keistimewaan kepada seseorang atau lembaga tertentu untuk mengeksploitasinya tetapi pewnguasa wajib membiarkannya sebagai milik umum bagi seluruh rakyat. Negaralah yang wajib menggalinya, memisahkannya dari benda-benda lain, menjualnya dan menyimpan hasilnya di bayt al-Mal.

Sedangkan barang tambang yang depositnya tergolong kecil atau sangat terbatas, dapat dimiliki oleh perseorangan atau perserikatan. Hal ini didasarkan kepada hadith nabi yang mengizinkan kepada Bilal ibn Harith al-Muzani memiliki barang tambang yang sudah ada dibagian Najd dan Tihamah.Hanya saja mereka wajib membayar khumus (seperlima) dari yang diproduksinya kepada bayt al-Mal.

Kepemilikan Negara (milkiyyat al-dawlah/ state private)

Adalah harta yang merupakan hak bagi seluruh kaum muslimin/rakyat dan pengelolaannya menjadi wewenang negara, dimana negara berhak memberikan atau mengkhususkannya kepada sebagian kaum muslim/rakyat sesuai dengan ijtihadnya. Makna pengelolaan oleh khalifah ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki khalifah untuk mengelolanya.

Kepemilikan negara ini meliputi semua jenis harta benda yang tidak dapat digolongkan ke dalam jenis harta milik umum (al-milkiyyat al-‘ammah/public property) namun terkadang bisa tergolong dalam jenis harta kepemilikan individu (al-milkiyyat al-fardiyyah).

Beberapa harta yang dapat dikategorikan ke dalam jenis kepemilikan negara menurut Syarak dan khalifah/negara berhak mengelolanya dengan pandangan ijtihadnya adalah:

  1. Harta ghanimah, anfal (harta yang diperoleh dari rampasan perang dengan orang kafir), fay’ (harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan) dan khumus
  2. Harta yang berasal dari kharaj (hak kaum muslim atas tanah yang diperoleh dari orang kafir, baik melalui peperangan atau tidak)
  3. Harta yang berasal dari jizyah (hak yang diberikan Allah kepada kaum muslim dari orang kafir sebagai tunduknya mereka kepada Islam)
  4. Harta yang berasal dari Jizyah (pajak)
  5. Harta yang berasal dari ushur (pajak penjualan yang diambil pemerinyah dari pedagang yang melewati batas wilayahnya dengan pungutan yang diklasifikasikan berdasarkan agamanya)
  6. Harta yang tidak ada ahli warisnya atau kelebihan harta dari sisa waris (amwal al-fadla)
  7. Harta yang ditinggalkan oleh orang-orang murtad
  8. Harta yang diperoleh secara tidak sah para penguasa, pegawai negara, harta yang didapat tidak sejalan dengan syarak (hokum Islam)
  9. Harta lain milik negara, semisal: padang pasir, gunung, pantai, laut dan tanah mati yang tidak ada pemiliknya.

Analisis Privatisasi dengan menjual BUMN di Indonesia

Dengan menggunakan kaidah “status hukum industri mengikuti apa yang diproduksinya”, maka jenis kepemilikan BUMN yang bergerak di bidang industri (PT Aneka Tambang, PT Tambang Timah, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam, PT Semen Gresik dan PT Krakatau Steel) dapat ditentukan. Apabila barang barang yang diproduksi industri (pekerjaan mengubah bahan baku menjadi bahan jadi) tersebut adalah termasuk dalam kategori kepemilikan individu, maka industri tersebut bisa digolongkan ke dalam jenis kepemilikan individu (al-milkiyyat al-fardiyyah/private property). Apabila industri tersebut memproduksi barang-barang yang termasuk dalam kepemilikan umum, maka berdasar kaidah di atas, industri itu tergolong dalam jenis kepemilikan umum (al-milkiyyah al-‘ammah/ public property) meskipun industri ini adalah milik negara (al-milkiyyat al-dawlah/state property).

Kaidah ini beserta deduksinya, juga berlaku bagi BUMN yang bergerak dalam sektor jasa (PT Indosat, PT Telkom, PT Jasa Marga, PT Angkasa Pura yang menangani prasarana perhubungan udara, PT Pelindo II dan III yang mengelola pelabuhan dan peti kemas) dan sektor pertanian, perkebunan, dan perhutanan (PT Perkebunan Nusantara IV).

Berdasarkan ketentuan di atas, semua BUMN yang bergerak dalam bidang industri pertambangan dan energi (PT Aneka Tambang, PT Tambang Timah, PT Tambang Batu Bara) mutlak dan wajib tidak boleh untuk diprtivatisasikan. Hal ini bisa kita qiyas-kan dengan kategori “api” yang telah ditetapkan dalam hadith nabi “Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api…” Sebab yang dimaksud dengan “api” adalah bahan bakar dan apa saja yang terkait dengannya sehingga minyak, gas alam, timah dan batu bara beserta seluruh alat eksplorasinya adalah termasuk dalam kepemilikan umum (al-milkiyyat al-‘ammah/ public property).

Negara tidak hanya dilarang untuk melakukan privatisasi BUMN tersebut saja, tetapi juga wajib mencabut izin pengelolaan barang tambang yang telah terlanjur diberikan kepada pihak swasta, termasuk di dalamnya adalah perusahaan minyak asing raksasa Exxon (melalui Caltex) dan PT Freeport Indonesia di Papua yang mengelola tambang emas.

Di sektor jasa telekomunikasi dan perhubungan yang melibatkan PT Telkom dan PT Indosat yang melayani jasa telekomunikasi bisa digolongkan ke dalam jenis kepemilikan negara (al-milkiyyat al-dawlah/state property) meskipun mereka termasuk dalam layanan urusan dan kepemilikan umum (al-milkiyyat al’ammah/public property). Seandainyapun jenis layanan ini sudah ada pesaingnya yang berasal dari pihak swasta tetapi negara tetap harus memberikan pelayanan kepada warganya dalam bidang ini. Hal ini diharapkan akan memancing dan menimbulkan persaingan sehat yang akan dapat terus meningkatnya usaha layanan jasa ini kepada para pelanggan dan dapat menimnulkan harga yang kompetitif. Hal ini akan jelas berbeda jika PT Telkom dan PT Indosat adalah satu-satunya pemain yang berada di sektor ini (lihat: PT Telkom satu-satunya perusahaan yang menangani telepon kabel di Indonesia).

Di sektor jasa angkutan laut dan udara, PT Angkasa Pura, PTPelindo II dan III dapat digolongkan juga ke dalam kepemilikan umum (al-milkiyyat al-‘ammah/public property), karena laut dan udara adalah milik umum sehingga pelabuhan dan bandar udara sebagai tempat bersandar juga tergolong milik umum. Sehingga perusahaan tersebut juga tidak boleh diprivatisasikan, termasuk juga PT KAI dan PT Jasa Marga.

Di sektor perkebunan dan perhutanan, PT Perkebunan Nusantara IV bisa digolongkan kedalam jenis kepemilikan negara (al-milkiyyat al-dawlah/state property) tetapi bisa diprivatisasikan. Hal ini dikarenakan, tanah boleh dimiliki secara individual sehingga pemilikan atas usaha pertanian dan perkebunan sifatnya juga individiual. Hal ini berbeda dengan sektor perhutanan yang termasuk jenis kepemilikan umum (al-milkiyyat al-‘ammah/public property) yang tidak boleh diprivatisasikan. Pemprivatisasian pada sektor pertanian dan perkebunan ini diperbolehkan dengan catatan selama negara bisa memberikan jaminan terhadap stabilnya harga-harga produk pertanian dan perkebunan tersebut. Selama pemerintah tidak bisa memberikan jaminan tersebut, privatisasi tersebut lebih baik tidak dilakukan.*

Penulis adalah Dosen Senior Fakultas Syariah Prodi Hukum Ekonomi Syariah dan pasca Sarjana Prodi HES Universitas Darussalam Gontor Ponorogo. Lulusan Srata 3 Universiti of Malaya Malaysia

Politik Ekonomi Islam Dalam Hegemoni Kapitalisme dan Sosialisme (2)

 

Oleh: Dr. H. Mohammad Ghozali, MA[1]

 

 

Perlu diketahui bahwa ini terkait dengan propaganda imperialisme, dan sama sekali tidak terkait dengan usaha untuk meningkatkan pendapatan dan kekayaan nasional. Sebab menyusun kebijaksanaan ekonomi dan mengembangkan kekayaan Negara serta menyediakan kebutuhan-kebutuhan materi merupakan suatu perkara yang tak perlu dipertanyakan lagi, sangat mendesak, dan memang perlu.

Dengan propaganda tersebut yang justru akan menguras kekayaan Negara keluar negeri. Juga kebijaksanaan tersebut nampak dibuat berdasarkan kebutuhan-kebutuhan negeri-negeri Islam. Inilah aspek imperalisme yang dikokohkan posisinya terlebih dahulu dengan mewujudkan opini umum tentang perencananaan dari pengembangan perekonomian.

Upaya Pelestarian Komunisme Memunculkan Sosialisme[2]

Semenjak permulaan abad 19 kebobrokan sistem kapitalisme tersingkap dan telah memunculkan pemikiran pemikiran baru yang mengancam akan merobohkannya. Tersingkapnya kebobrokan kapitalisme ini setelah masyarakat Eropa dan Rusia menderita akibat kezaliman sistem ini dan karena banyaknya kesalahan di dalamnya, sehingga muncullah pemikiran-pemikiran sosialisme yang pada akhirnya pemikiran ini menguasai opini publik.

Pada paruh pertama abad 19, pemikiran-pemikiran sosialisme ini hanya merupakan pemikiran-pemikiran yang berbentuk pembahasan-pembahasan konseptual (abhats al fikriyah) dan tampak pula di dalam publikasi-publikasi terbatas seperti risalah-risalah (maqalah) dan beberapa tulisan di media masa.[3]

Meskipun telah ada yang memperbincangkan (partai socialisme), namun sosialis tidak memiliki peranan efektif dalam mempengaruhi massa dalam aktifitas untuk mengancam pemerintahan dan systemkehidupan.

Tetapi pada paruh kedua abad kesembilan belas, pemikiran sosialisme berubah menjadi gerakan politik dengan mulai melakukan upaya upaya membangun kekuatan melalui beberapa partai yang berjuang mengambil alih kekuasaan untuk menerapkan sosialisme.

Partai-partai tersebut telah berdiri secara riil di Rusia dan beberapa negara Eropa. Mereka menerbitkan surat-surat kabar, mengadakan konferensi-konferensi, melakukan gerakan-gerakan perjuangan dan melakukan kampanye-kampanye sosialisme, sehingga pemikiran sosialisme hampir-hampir menyapu bersih seluruh Eropa.

Sistem kapitalisme sedang menuju proses penghancuran khususnya oleh sosialisme marxisme[4] (al-Istirakiyah ala-marikissiayh). Maka para kapitalisme menampakkan/memunculkan ke seluruh dunia sebuah pemikiran baru yang mereka namakan sosialisme negara[5] (al-istirakiyah al-daulah) untuk mengalihkan perhatian publik dari sosialisme marxisme dan sebagai cara baru untuk menerapkan kapitalisme dengan cara yang menjamin kelestarian dan terpeliharanya sistem kapitalisme.

Namun sosialisme Karl Marx telah meraih sukses dengan mendirikan negara Uni Soviet. Maka semakin besar bahaya yang mengancam eksistensi sistem kapitalisme.

Adapun sosialisme negara, meskipun sebagian besar negara di Eropa telah mendirikan beberapa partai yang berlandaskan sosialisme negara, namun belum berhasil. Justru yang nampak adalah kebangkrutannya. Maka di samping sosialisme negara berdirilah ide keadilan sosial[6](al adalah al-ijtima’iyyah) yang menjalankan beberapa pelayanan sosial dalam sistem kapitalisme.[7]

Dengan demikian dengan dua ide “Sosialisme negara dan keadilan sosial, Eropa mampu memelihara sistem kapitalisme di Eropa, dan mampu melawan systemsosialisme marxisme di Rusia. Eropa telah berhadapan dengan sosialisme sejak sosialisme masih berupa partai pada akhir abat Sembilan belas dan pada pada permulaan abad ke dua puluh. Apalagi ketika sosialisme telah menjadi suatu negara setelah perang dunia pertama hingga berakhirnya perang dunia kedua.

Sekarang mulai dirasakan kedzalimannya sistem kapitalisme dimasyarakat yang menjalar ke negara-negara yang berada di bawah kekeuasaan negara Eropa sekalipun. Sedang negara-negara besar yang datang membawa konsep sosialisme, yakni sosialisme negara dan konsep keadilan sosial, disamping ide tentang perekonomian dan pengembangan perekonomian. Semua itu merupakan strategi untuk memelihara eksistensi sistem kapitalisme dan agar negara-negara yang berada di bawah kekuasaannya tidak lepas dari cengkeramannya.

Oleh karena itu propaganda pada sosialisme yakni sosialisme negara yang oleh para penguasa negara negara arab dinamakan sosialisme Arab.[8] Propaganda pada keadilan sosial, di samping propaganda tentang pengembangan dan perencanaan perekonomian, semuanya merupakan propaganda terselubung (kamuflase). Sebab maksud sebenarnya adalah memperkokoh eksistensi sistem kapitalisme di suatu negara dengan memelihara asas dan menambahnya dengan konsep sosialisme, yaitu sosialisme negara dan keadilan sosial. Sehingga kapitalisme tetap dapat diterapkan di suatu negara dan mengontrol setiap interaksi kaum muslimin.

 

[1] Dosen Senior Fakultas Syariah Prodi HukumEkonomi Syariah dan pasca Sarjana Prodi HES Universitas Darussalam GontorPonorogo. Lulusan Srata 3 Universiti of Malaya Malaysia ghozali.unida@gmail.com.

[2] Karakteristik utama dari sosialisme (terutama yang dipahami oleh Marx dan Engels setelah Komune Paris 1871) adalah bahwa kaum proletar akan mengontrol alat-alat produksi melalui negara buruh yang didirikan oleh para pekerja di kepentingan mereka. Kegiatan ekonomi masih akan diatur melalui penggunaan systeminsentif dan kelas sosial masih akan ada, tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dan berkurang di bawah kapitalisme. Bagi kaum Marxis ortodoks, sosialisme adalah tahap yang lebih rendah dari komunisme berdasarkan prinsip “dari masing-masing sesuai dengan kemampuannya, untuk setiap orang sesuai kontribusinya” sementara komunisme tahap atas didasarkan pada prinsip “darimasing-masing sesuai dengan kemampuannya, untuk setiap orang sesuai kebutuhannya.” Schaff, Kory (2001). Philosophy and the problems of work: a reader. Lanham, Md: Rowman& Littlefield. pp. 224. ISBN 0-7425-0795-5.Walicki, Andrzej (1995). Marxism and the leap to the kingdom of freedom: the rise and fall of the Communist utopia. Stanford, Calif: Stanford University Press. p. 95. ISBN 0-8047-2384-2.

[3] Abdurrahman al-Maliki, PolitikEkonomi Islam,trjmh,Bangil, al Izzah, 2001, 8

[4] Sosialisme Marxis adalah bahwa fase sejarah tertentu yang akan menggantikan kapitalis medan didahului dengan komunisme. Bagi kaum Marxis ortodoks, sosialisme adalah tahap yang lebih rendah dari komunisme berdasarkan prinsip “dari masing-masing sesuai dengan kemampuannya, untuk setiap orang sesuai kontribusinya, Schaff, Kory (2001). Philosophy and the problems of work: a reader. Lanham, Md: Rowman& Littlefield. pp. 224. ISBN 0-7425-0795-5

[5] Kapitalisme sebenarnya tidak mengenal konsep sosialisme negara, ini merupakan salah satu bentuk propagandanya untuk tetap memperkuat hegemoninya dengan menciptakan lawan yang bisa dikendalikan. Karena khawatir ditinggalkan oleh pengikutnya yang disebabkan kejahatan ideologi tersebut

[6] Kapitalisme sebenarnya tidak mengenal konsep keadilan sosial, ini merupakan salah satu bentuk propagandanya untuk tetap memperkuat hegemoninya. Karena ditinggalkan oleh pengikutnya yang disebabkan kejahatan ideologi tersebut.

[7] Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, 9.

[8] Ibid,.