Pasok Senjata ke Arab Saudi dan UEA, Perancis Langgar Hukum Internasional

Pasok Senjata ke Arab Saudi dan UEA, Perancis Langgar Hukum Internasional

PERANCIS (Jurnalislam.com) – Sebuah laporan baru oleh kelompok hak asasi manusia mengatakan pemerintah Perancis mungkin telah melanggar hukum internasional dengan memasok senjata kepada Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang dapat digunakan dalam perang mereka di Yaman.

Laporan oleh firma hukum Prancis Ancile Avocat menegaskan bahwa ekspor senjata Prancis ke dua negara Teluk Arab dapat bertentangan dengan komitmen internasionalnya.

“Pemerintah Prancis telah memberi wewenang untuk mengekspor peralatan militer ke Arab Saudi dan UEA dalam keadaan dimana senjata ini dapat digunakan dalam konflik di Yaman dan dapat digunakan untuk melakukan kejahatan perang,” kata para penulis laporan tersebut, lansir Aljazeera, Selasa (20/3/2018).

Presiden Perancis: Kami akan Intervensi Militer ke Ghouta, Serang Suriah

Perancis adalah penandatangan Perjanjian Perdagangan Senjata, yang diratifikasi pada tahun 2014, sehingga mengikatnya secara hukum di negara tersebut untuk mencegah penjualan senjata karena dianggap akan melanggar undang-undang kemanusiaan internasional.

Philippe Edouard, perdana menteri Perancis, telah menegaskan bahwa penjualan baru-baru ini adalah murni untuk tujuan defensif (pertahanan) dan akan digunakan untuk menghalangi agresi pemberontak Houthi.

“Emirati berada di Yaman dengan beberapa peralatan Prancis namun senjata-senjata ini tidak terlibat dalam kerusakan,” kata Edouard awal bulan ini.

Amnesty International, yang menugaskan laporan itu bersama kelompok hak asasi Perancis ACAT, mengeluarkan pernyataan pada hari Selasa yang mencela kurangnya transparansi pemerintah Perancis.

“Ada kekurangan transparansi yang cukup besar dari pihak otoritas Prancis dalam ekspor dan penjualan senjata … pertimbangan oleh komisi antar kementerian untuk mempelajari ekspor peralatan perang, yang dituntut untuk memeriksa permintaan lisensi, benar-benar rahasia,” kata laporan tersebut.

Koalisi perang anti-Yaman telah mendapatkan momentum dalam beberapa bulan terakhir. Koalisi ni telah mempertanyakan alasan di balik bantuan dan penjualan senjata dari beberapa negara ke koalisi pimpinan Saudi.

Pakar PBB Peringatkan Perancis atas Undang Undang Anti Teror bagi Kaum Muslim

Konflik di Yaman, dimana koalisi pimpinan Saudi melawan pemberontak Syiah Houthi, telah merenggut nyawa sedikitnya 10.000 orang.

Puluhan ribu lainnya tewas karena penyakit yang muncul akibat konflik tersebut.

Data dari Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (the Stockholm International Peace Research Institute-SIPRI) menunjukkan bahwa Perancis, yang merupakan eksportir senjata terbesar keempat di dunia, adalah pemasok senjata ketiga bagi Arab Saudi dan pemasok senjata kedua terbesar UEA di antara tahun 2013 dan 2017.

Norwegia mengumumkan pada awal Januari bahwa mereka akan menunda penjualan senjata ke UAE. Jerman menyusul beberapa hari kemudian dengan menghentikan ekspor senjata mereka ke negara-negara yang terlibat dalam perang Yaman.

Di tempat lain, otoritas regional Flemish yang didominasi Belgia pada tahun 2016 mengatakan akan berhenti memberikan lisensi untuk ekspor senjata ke Arab Saudi.

Militer Perancis Terlibat dalam Serangan ke Tal Avar, Ini Laporannya

Di Inggris, Kampanye Melawan Perdagangan Senjata (the Campaign Against Arms Trade-CAAT) telah berusaha untuk menantang ekspor senjata Inggris ke Arab Saudi dengan alasan bahwa ini tidak sesuai dengan pedoman nasional.

Pada 2017, pengadilan tinggi memutuskan bahwa penjualan itu sah karena niat koalisi bukan menargetkan warga sipil.

Di Prancis, pemerintah secara konsisten berpendapat bahwa penjualan senjata tersebut dinilai legal dan dianggap sangat serius.

“Keputusan ekspor diambil di bawah pertimbangan perdana menteri dengan sangat menghormati komitmen internasional Prancis,” kata juru bicara menteri luar negeri Perancis.

Bagikan