ANKARA (Jurnalislam.com) – Sebuah kelompok advokasi Rohingya mendesak penyelidikan independen atas tuduhan bahwa koordinator residen PBB di Myanmar memiliki peran dalam “pembersihan etnis” yang dilakukan terhadap komunitas Muslim Rohingya.
“PBB harus menyelidiki insiden tersebut secara independen,” ketua Dewan Rohingya Eropa, Hla Kyaw mengatakan kepada Anadolu Agency pada hari Senin (2/10/2017).
Kantor berita utama Inggris BBC menerbitkan sebuah berita Kamis lalu yang berjudul “Muslim Rohingya takut PBB mengecewakan mereka” yang merinci tuduhan terhadap pejabat Kanada, Renata Lok-Dessallien.
BBC mengutip “sumber-sumber di dalam PBB dan komunitas bantuan baik di Myanmar maupun di luar” yang mengatakan bahwa Lok-Dessallien mencoba untuk menghentikan aktivis hak asasi manusia yang bepergian ke daerah Rohingya, berusaha untuk menghentikan advokasi publik mengenai masalah ini, dan mengisolasi staf yang mencoba untuk memperingatkan bahwa pembersihan etnis mungkin sedang dalam terjadi.
Pembersihan Muslim Rohingya Terus Berlanjut (Info Grafik)
Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan terbuka mengenai situasi Rohingya pada hari yang sama, yang merupakan pertemuan pertama dalam delapan tahun terakhir. Dalam pertemuan tersebut, utusan AS untuk PBB, Nikki Haley mengatakan bahwa kekerasan terhadap warga Rohingya tampaknya merupakan pembersihan etnis.
“Kami tidak boleh takut untuk menyebut tindakan pihak berwenang Birma seperti apa adanya: operasi yang brutal dan berkelanjutan untuk membersihkan negara dari minoritas etnis,” kata Haley kepada Dewan Keamanan.
Kyaw mengatakan Dewan Rohingya Eropa “sepenuhnya setuju dengan apa yang muncul di media tentang kegagalan PBB untuk menghentikan genosida Rohingya di Myanmar.”
“PBB turut terlibat atau secara sadar mengabaikan kejahatan Myanmar terhadap kemanusiaan atau pembantaian pelan-pelan terhadap Rohingya,” di negara bagian Rakhine bagian barat, katanya.
Kyaw mengklaim bahwa “PBB tidak melakukan sesuatu yang efektif untuk menghentikan kematian bahkan satu nyawa warga Rohingya pun,” karena penghancuran Rohingya yang hampir 40 tahun di Myanmar terjadi di bawah pengawasan PBB.”
PBB hanya melakukan satu hal; “mendokumentasikan tentang genosida secara sistematis, dan mendesak serta mengutuk genosida Rohingya oleh Myanmar,” menurut Kyaw.
Dia mengatakan bahwa insiden di Myanmar “bisa jadi untuk mengejar kepentingan pribadi [dari perwakilan PBB] atau kepentingan kekuatan besar lainnya dengan mengorbankan lebih dari satu juta nyawa Rohingya.”
“Ini bukan tentang takut pada pejabat Myanmar, tapi mereka tidak ingin mengecewakan pejabat Myanmar dengan bersikap vokal menentang kekerasan Myanmar terhadap Rohingya, saya berasumsi.”
Kyaw menambahkan pasukan keamanan Myanmar “terus membakar rumah dan menciptakan kebohongan.”
“Mereka menarik komunitas Hindu melawan Rohingya dengan menggali kuburan massal Hindu, kemungkinan dibunuh oleh militer Myanmar untuk melempar kesalahan pada pejuang Muslim Rohingya.
India Hadang Pengungsi Muslim Myanmar dengan Kekuatan Militer
PBB seperti biasanya sibuk mengeluarkan pernyataan dan mengecam Myanmar, tidak melakukan hal yang efektif untuk menghentikan Myanmar melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida terhadap Rohingya.”
Unit penelitian pengungsi yang berbasis di Bangladesh juga mengecam insiden tersebut, menyebutnya sebagai tindakan keterlibatan yang terang-terangan terhadap otoritas Burma.
“Perserikatan Bangsa-Bangsa seharusnya menjadi agen netral,” kata Chowdhury Rafiqul Abrar, koordinator Unit Penelitian Gerakan Pengungsi dan Migrasi (the Refugee and Migrating Movements Research Unit-RMMRU) dari Universitas Dhaka.
“Isu yang dilaporkan bahwa Lok-Dessallien tidak mengizinkan rekan-rekannya untuk menyoroti masalah ini atau melaporkan masalah yang terjadi di wilayah Rakhine adalah pelanggaran tugas yang seharusnya mereka lakukan,” katanya kepada Anadolu Agency.
Antara Erdogan, Muslim Rohingya, dan Diplomasi Jihad Abu Bakar Ba’asyir
RMMRU “sangat mengutuk” tindakan ini, katanya, menambahkan “kegiatan ini, dalam beberapa cara, mempersiapkan dasar bagi tentara Burma untuk melakukan apa yang mereka lakukan sekarang.”
Jika PBB telah “menyoroti” masalah ini pada saat itu, masyarakat internasional akan “lebih waspada” terhadap masalah ini, menurut Abrar.
Perserikatan Bangsa-Bangsa membantah tuduhan tersebut dan menyatakan “kepercayaan penuh” pada koordinator penduduk dan stafnya.
“Perserikatan Bangsa-Bangsa sangat tidak setuju dengan tuduhan terhadap Koordinator Residen PBB di Myanmar, Renata Lok-Dessallien.
Sekretaris Jenderal memiliki kepercayaan penuh pada Koordinator Residen dan Timnya,” kata sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Jumat oleh Stephane Dujarric, juru bicara Sekretaris Jenderal Antonio Guterres.
Lok-Dessallien adalah “advokat hak asasi manusia, pencegahan konflik, dan bantuan kemanusiaan dan pembangunan yang tak kenal lelah” di Negara Bagian Rakhine tempat warga Rohingya tinggal, menurut pernyataan tersebut.
Lebih dari 500.000 warga Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak 25 Agustus, menurut PBB.
Para pengungsi tersebut melarikan diri dari operasi baru di mana pasukan militer Budha Myanmar dan gerombolan Buddha membantai pria, wanita dan anak-anak, menyiksa, memperkosa, menjarah rumah dan membakar desa Muslim Rohingya.
Menurut Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hassan Mahmood Ali, sekitar 3.000 orang Rohingya tewas dalam tindakan sadis tersebut.