Siapakah Sebenarnya yang Intoleran Itu?

Siapakah Sebenarnya yang Intoleran Itu?

Oleh: Hamzah Baya, S.Pd.I

Toleransi dalam Islam adalah topik yang penting ketika dihadapkan pada situasi saat ini pada saat Islam dihadapkan dengan banyaknya kritikan bahwa Islam adalah agama intoleran, diskriminatif, radikal dan ekstrim. Islam dituduh tidak memberikan ruang kebebasan beragama, kebebasan berpendapat. Sebaliknya Islam syarat dengan kekerasan agama sehingga jauh dari perdamaian, kasih sayang dan persatuan. Bahkan mereka menuduh umat Islam yang intolerans dan menumbuhkan bibit-bibit teroris. Sesungguhnya semua tuduhan bahwa umat Islam intolerans adalah fitnah yang sangat kejam.

Agama Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Keadilan bagi siapa saja, yaitu menempatkan sesuatu sesuai tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan haknya. Begitu juga dengan toleransi dalam beragama. Agama Islam melarang keras berbuat zalim dengan agama selain Islam dengan merampas hak-hak mereka. Prinsip toleransi yang diajarkan Islam adalah membiarkan umat lain untuk beribadah tanpa mengusik mereka.

Ironisnya, pemahaman sebagian umat Islam sangat jauh dari ajaran yang sesungguhnya, justru prinsip toleransi yang diyakini sebagian orang berasal dari keyakinan dan pemahaman orang kafir Quraisy yang mengakui kebenaran semua agama, dan kesediaan untuk mengikuti ibadat-ibadat agama lain serta beranggapan bahwa menerima apa saja yang dikatakan oleh orang lain asal bisa menciptakan kedamaian dan kesamaan.

Prinsip seperti ini sama persis seperti apa yang ditawarkan oleh kafir Quraisy pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Al Walid bin Mughirah, Al ‘Ash bin Wail, Al Aswad Ibnul Muthollib, dan Umayyah bin Khalaf menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menawarkan:

يا محمد ، هلم فلنعبد ما تعبد ، وتعبد ما نعبد ، ونشترك نحن وأنت في أمرنا كله ، فإن كان الذي جئت به خيرا مما بأيدينا ، كنا قد شاركناك فيه ، وأخذنا بحظنا منه . وإن كان الذي بأيدينا خيرا مما بيدك ، كنت قد شركتنا في أمرنا ، وأخذت بحظك منه

“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” (Tafsir Al Qurthubi, 14: 425)

Itulah prinsip toleransi yang digelontorkan oleh kafir Quraisy di masa silam, hingga Allah pun menurunkan ayat,

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6)

Siapa bilang Islam tidak mengajarkan toleransi?

Justru Islam menjunjung tinggi toleransi. Islam mengajarkan “Tasamuh” adalah sikap saling menghormati dan saling bekerjasama diantara kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik maupun agama. Merupakan konsep yang agung dan mulia dalam Islam. Dalam hubungan dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam mengajarkan agar umat Islam berbuat baik dan adil, selama tidak berbuat aniaya kepada umat Islam. Al Quran juga mengajarkan agar umat Islam mengutamakan terciptanya suasana perdamaian hingga timbul rasa kasih sayang diantara umat. Begitulah Rasulullah Shallalhualaihi wasallam mempraktekan kehidupan bertasamuh (toleransi) dalam rangka membangun peradaban Islam di madinah (lihat piagam madinah).

Prinsip dalam Islam yang diajarkan untuk toleransi adalah membiarkan segala bentuk peribadatan mereka tanpa mengganggunya. Namun kita tidak terlibat sedikitpun dengan segala kegiatan agamanya dan wajib meninggalkan, karena menurut syariat Islam, segala praktek ibadah mereka adalah menyimpang dari ajaran Islam alias bentuk kekufuran.

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)

Ayat ini mengajarkan prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat baik pada lainnya selama tidak ada sangkut pautnya dengan hal agama.Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

“Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil. Sedangkan ayat selanjutnya adalah berisi larangan untuk loyal pada non muslim yang jelas adalah musuh Islam. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 248.

Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap agama. (Lihat Tafsir Ath Thobari, 14: 81)

Setiap Muslim tak boleh ada satu pun keraguan sedikit pun dalam menjalankan Islam. Semua, harus masuk Islam secara kaffah (totalitas). Umat Islam sudah seharusnya jauh lebih paham soal toleransi, bahkan sudah jauh sejak Indonesia membentuk dasar negara Indonesia , sehingga tidak lagi ada fitnah bahwa umat Islam adalah diskriminatif, radikal, teroris, ekstrim dan Intoleransi. Sesungguhnya mereka yang tidak memahami Islam dengan benar sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya itulah yang berpotensi merusak perdamaian, menumbuhkan intoleransi, permusuhan dan menjauhkan dari persatuan umat yang diperintahkan dalam Islam. Wallahua’lam bisshowab.

*) Ketua Mimbar Syariah

Bagikan