Gencatan Senjata Sementara di Gaza, Harapan dan Tantangan Bagi Warga Palestina yang Terdampak

Gencatan Senjata Sementara di Gaza, Harapan dan Tantangan Bagi Warga Palestina yang Terdampak

GAZA (jurnalislam.com)- Ribuan warga Palestina memenuhi jalan-jalan, pasar, dan area yang telah hancur di Gaza, menyusul gencatan senjata sementara antara Hamas dan Israel yang mulai berlaku pada Jum’at pagi (24/11/2023).

Gencatan senjata ini terjadi setelah serangkaian pemboman tanpa pandang bulu oleh Israel di Gaza, yang menyebabkan lebih dari 14.500 warga sipil Palestina tewas. Sebanyak 4.000 orang diyakini masih terjebak di bawah reruntuhan, dengan kemungkinan sebagian besar telah meninggal.

Penduduk setempat, berbicara kepada The New Arab, menyampaikan harapan bahwa gencatan senjata ini bisa menjadi awal dari berakhirnya agresi Israel terhadap warga tak bersalah di Gaza.

Mohammed Abdel Aal (63 tahun), penduduk Rafah, mengungkapkan bagaimana ia dan keluarganya terpaksa berjalan puluhan kilometer untuk kembali ke rumah mereka, hanya untuk menemukan bahwa rumah dan seluruh blok perumahannya telah hancur.

“Tentara Israel menyuruh kami mengungsi. Kami pikir kami akan kembali dalam beberapa hari, tetapi tampaknya Israel telah memutuskan untuk menghancurkan semua aspek kehidupan kami di Gaza,” kata Abdel Aal, seorang ayah enam anak.

Selama serangan udara Israel berlangsung, Abdel Aal mengungsi bersama 20 anggota keluarganya ke salah satu sekolah UNRWA di Rafah barat. Dia dan semua pengungsi lainnya berjuang untuk mendapatkan kebutuhan dasar makanan dan air sehari-hari.

Dengan kerusakan total pada rumahnya, kemungkinan besar Abdel Aal tidak akan pernah kembali ke rumahnya jika suatu saat terwujud gencatan senjata secara permanen di Gaza.

Jalal Abu Sharkh, seorang pria Palestina dari kamp pengungsi al-Nuseirat di pusat Gaza, mengungkapkan bahwa gencatan senjata kemanusiaan memungkinkan saudara-saudaranya menemukan 30 jenazah yang hilang di bawah reruntuhan selama lebih dari enam hari.

Karena pada saat itu serangan udara Israel sedang berlangsung di jalur tersebut, staf medis dan tim penyelamat yang tiba hanya melakukan pemeriksaan secara singkat untuk mengetahui apakah ada orang yang masih hidup di bawah reruntuhan untuk diselamatkan, terang Abu Sharkh kepada The New Arab.

“Jika tim penyelamat tidak mendengar suara apa pun, mereka akan meninggalkan lokasi dan meninggalkan semua orang yang terjebak di bawah reruntuhan,” kata pria berusia 42 tahun itu, seraya menambahkan bahwa “kami tidak dapat mencoba menyelamatkan korban, kami juga takut terhadap serangan Israel.”

Dari 30 orang yang terbunuh akibat serangan Israel, keluarganya berhasil menyelamatkan dua orang, seorang wanita dan putranya, yang masih hidup meski menghabiskan empat hari di bawah reruntuhan tanpa makanan atau air.

Bagi Abu Sharkh, gencatan senjata memberikan kesempatan untuk menyelamatkan nyawa yang selama ini terancam, sementara warga Gaza secara keseluruhan berharap gencatan senjata ini akan membuka jalan menuju perdamaian yang berkelanjutan.

Sumber: The New Arab

Reporter: Bahri

Bagikan