Pernyataan Luhut Panjaitan Lanjutkan Reklamasi Dinilai Menghina Pengadilan

Pernyataan Luhut Panjaitan Lanjutkan Reklamasi Dinilai Menghina Pengadilan

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, melalui pengacara publik LBH Jakarta, Tigor Hutapea menilai, pernyataan Menteri koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, untuk melanjutkan reklamasi Pulau G sebagai penghinaan atas pengadilan yang menginjak-injak martabat penegakan hukum di Indonesia.

Tigor mengatakan pernyataan Luhut telah melanggar prinsip negara hukum dimana setia pejabat negara seharusnya tunduk kepada keputusan pengadilan.

Prinsip negara hukum diakui sebagai hukum tertinggi Indonesia yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum.”

“Padahal secara sadar, komite gabungan yang ditunjuk oleh Rizal Ramli merekomendasikan untuk menghentikan secara penuh reklamasi di Teluk Jakarta. Hasil kajian yang sebelumnya dilakukan oleh Komita Gabungan harusnya dibuka terlebih dahulu kepada publik agar masyarakat bisa menilai kesalahan dan manipulasi yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pengusaha dalam memuluskan reklamasi,” tegas Tigor dalam siara pers yang diterima Jurniscom, Senin (19/9/2016).

Menurutnya, berdasarkan hasil kajian tersebut, kesalahan Pemerintah terdahulu seharusnya dikoreksi dengan mencabut Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang RTRW Kawasan JABODETABEKPUNJUR yang menjadi dasar melakukan reklamasi. Perbuatan menghina pengadilan itu, lanjutnya, seharusnya menjadi perhatian Presiden Jokowi.

“Pernyataan Menteri Luhut sebagai tindakan penghinaan pengadilan merupakan sebuah pelanggaran terhadap syarat untuk dapat diangkatnya seseorang menjadi menteri,” ujarnya.

Tigor menjelaskan, terdapat dua syarat penting yang telah dilanggar oleh Menteri Luhut tersebut yaitu dalam Pasal 22 ayat (2) UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dimana persyaratan menteri adalah (c) setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan; dan (e) memiliki integritas dan kepribadian yang baik. Untuk itu kami meminta Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan kembali keberadaan Luhut.

Ia menegaskan, reklamasi sebagai ujung pangkal bukanlah solusi atas permasalahan ibukota Jakarta. Permasalahan yang dihadapi oleh Jakarta sebagai ibukota negara haruslah diupayakan dengan melakukan partisipasi seluas-luasnya bagi masyarakat secara khusus masyarakat yang terdampak yaitu nelayan tradisional.

“Jakarta sebagai kota bandar yang bercirikan kelautan dapat musnah jika tetap memaksakan reklamasi,” pungkasnya.

Bagikan