Pentingnya Rekonstektualisasi Islam Melalui Wahana Akademis dan Intelektual

Pentingnya Rekonstektualisasi Islam Melalui Wahana Akademis dan Intelektual

MATARAM(Jurnalislam.com)— Kementerian Agama kembali menggelar Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS). Helat ke-21 ini berlangsung di Mataram, 20–22 Oktober 2022 dan mengangkat tema: “Future Religion in G-20, Digital Transformation, Knowledge Management and Social Resilience”.

AICIS diikuti para akademisi kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dan peserta lainnya. Ajang akademis ini melibatkan para narasumber kunci dan pembicara undangan yang berasal dari manca negara, dan dari latar belakang agama yang berbeda pula.

Membuka acara, Menag Yaqut Cholil Qoumas meminta agar AICIS tidak hanya membahas public policy, tapi juga tema-tema yang relevan dengan konteks masa kini, baik nasional maupun global. Karenanya, Menag kembali berpesan tentang pentingnya rekonsteksualisasi Islam melalui wahana-wahana akademis dan intelektual.

Menurut Menag, hingga saat ini, wawasan Islam klasik masih didominasi pandangan yang menempatkan non-muslim sebagai musuh atau sekurang-kurangnya sebagai pihak yang harus dicurigai dan diwaspadai. Dijelaskan, non-muslim dinyatakan tidak memiliki kedudukan dan hak yang setara dengan muslim di berbagai ruang publik. Padahal, ujar Menag, wawasan Islam klasik memiliki otoritas yang sangat kuat di mata umat Islam dan dianggap sebagai standar ortodoksi Islam.

Hal ini, menurut Menag, menjadi tantangan tersendiri bagi akademisi, tidak hanya pada aspek pandangan keagamaan saja, tapi juga otoritas pandangan tersebut yang nyata berpengaruh secara luas dan membentuk cara berpikir dan mentalitas umat Islam seluruh dunia. Proses-proses sosial politik, katanya, sangat menentukan terwujudnya otoritas tersebut, sehingga diperlukan bangunan strategi yang menggabungkan tiga elemen utama.

“Pertama, mendorong berkembangnya wacana rekontekstualisasi Islam melalui wahana-wahana akademis dan intelektual,” terang Gus Men, sapaan akrab Menag, di Mataram, Kamis (20/10/2022) malam.

Elemen kedua, terang Menag, adalah medorong terbentuknya konsensus-konsensus di antara kekuatan-kekuatan politik global untuk mendukung upaya rekontekstualisasi Islam dan melegitimasi pandangan Islam yang sesuai konteks kekinian dan nilai-nilai kemanusiaan. Elemen ketiga, terang Gus Men, mendorong tumbuhnya gerakan sosial di tingkat akar rumput untuk menerima nilai-nilai kemanusiaan sebagai nilai universal yang mempersatukan seluruh umat manusia serta mengoperasionalkannya dalam kehidupan sosial-budaya yang nyata.

“Karena yang dihadapi adalah masalah global, maka strategi yang dibangun untuk mengatasinya pun harus berskala global pula. Kita berharap, AICIS menghasilkan peta jalan yang dapat dieksekusi dengan melibatkan para pemimpin dunia, bukan hanya pemimpin agama dan bukan hanya agama Islam saja, tapi seluruhnya secara inklusif, termasuk para pemimpin politik, pemimpin organisasi-organisasi sosial dan pusat-pusat pendidikan, selebriti, dan sebagainya,” papar Menag Yaqut.

“Kalau perlu, tunjuk duta (emmisarries) untuk penugasan menjalankan strategi ini. Artinya, ikhtiar ini memerlukan effort yang serius,” sambungnya.

Bagikan