Pandangan Yang Keliru Dalam Memahami Persatuan Kaum Muslim

JURNALISLAM.COM – Ide tulisan ini datang ketika sering memperhatikan respon umum, ketika ada seseorang yang sedang mencoba menyampaikan larangan-larangan dalam islam yang larangan itu sering dilakukan oleh ummat islam itu sendiri.

Respon yang paling populer diantaranya adalah :

“Masih sama sama Islam kan”
“Apa apa sesat”
“Hei! Jangan memecah belah”
“Jangan mengadu domba!”
“Kenapa sih harus menjelek-jelekkan orang lain?”
“Hargailah pendapat orang lain”

Dari sini bisa disimpulkan bahwa ada pemahaman yang keliru tentang pandangan atau konsep persatuan kaum muslimin.

Ketika seseorang berkata “Janganlah kalian melakukan Maksiat!” – Apakah berarti orang itu sedang memecah belah antara muslim maksiat dengan muslim taat

Ketika seseorang berkata “Janganlah kalian berbuat Bid’ah!” – Apakah berarti orang itu sedang memecah belah antara muslim yang berbuat bid’ah dan yang berbuat sunnah?

Ketika seseorang berkata “janganlah kalian berlaku Syirik!” – Apakah berarti orang itu sedang memecah belah antara muslim yang berbuat Syirik dan yang berTauhid ?

Sama sekali tidak! orang itu bukan sedang memecah belah, dan justru orang itu sedang dalam usaha untuk menghilangkan sebab-sebab terjadinya perpecahan kaum muslimin.

Jadi jika ditanya, Bagaimana cara membuat kaum muslimin bersatu? Jawabannya adalah kita harus berusaha menghilangkan segala sebab yang dapat membuat kaum muslimin berpecah belah.

Apa yg dapat meyebabkan kaum muslimin berpecah belah?

1. Syirik,
2. Bid’ah,
3. Maksiat (menyelisihi syariat)

Pahamilah, Persatuan kaum muslimin bukan berarti meniadakan saling menasehati, Bukan berarti harus menghormati orang yang berbuat Syirik, Bid’ah dan Maksiat (menyelisihi syariat) karena menganggap hal tersebut adalah hal biasa dalam perbedaan pendapat.

Pahamilah, Persatuan kaum muslimin bukan berarti tidak mengingkari perkara-perkara yang Mungkar dan menyimpang.
Pahamilah Juga, Persatuan Kaum Muslimin haruslah di atas Tauhid bukan Syirik, harus di atas Sunnah bukan Bid’ah dan Persatuan Kaum Muslimin harus di atas Taat bukan Maksiat.

Jika tidak demikian, lalu di atas apa kita akan bersatu jika tidak di atas Alqur’an dan Sunnah dan dengan pemahaman para Sahabat Rasul ???

Lalu bagaimana dengan kelompok-kelompok Islam yang ada seperti sekarang ini? apakah itu tidak termasuk memecah belah?
Berkelompok kelompok (berjama’ah) itu tidaklah mengapa, bahkan sangat di anjurkan (bahkan ada yg mewajibkan) menggabungkan diri dalam kelompok-kelompok dakwah (dakwah & jihad), selama kelompok tersebut mempunyai tujuan dakwah di atas Alquran dan Sunnah dalam rangka menegakan dienul Islam (syariat Islam, daulah Islam) maka bukanlah suatu bentuk perpecahan justru itu bentuk persatuan, tapi yg dimaksud disini bukan kelompok yg ber asas thogut dan sejenisnya (berasas uud sekuler / uud positip).

Begitu juga dengan perbedaan pendapat para ulama, jika ada 3 pendapat para ulama dalam suatu perkara, maka kita diwajibkan memilih pendapat yang paling kuat diantara 3 pendapat tersebut, bukan membuat pendapat yang ke 4.

Tapi harus dipahami, Ulama yang dimaksud adalah ulama yang berpegang teguh kepada Alqur’an dan Sunnah dan berada di atas manhaj para sahabat bukan ulama kondang atau ulama sinetron atau ulama artis atau bahkan ulama toghut (Ulama SU).
Pahami juga, pendapat yang dimaksud adalah pendapat yang syar’i, berbeda pendapat tidak masalah selama masih syar’i atau ada dasar dalilnya dan bukan urusan ushul dien (pokok dien Islam).

Sedangkan perkara Syirik dan Bid’ah bukanlah suatu pendapat, melainkan suatu bentuk penyimpangan, jadi jangan diartikan jika ada Ulama, Kiyai, Ustadz ataupun siapa saja yang berbuat Syirik dan Bid’ah adalah sebuah perbedaan pendapat yang harus kita hormati. Justru sebaliknya segala bentuk penyimpangan itu wajib kita ingkari.

Dari posting yang singkat ini dapat diambil kesimpulan bahwa jika ingin Kaum Muslimin bersatu, maka bersatulah di atas Al-Quran dan As-Sunnah dengan pemahaman Shalafushaleh.

Dan rangkul lah kaum muslimin yang menyimpang dengan berusaha menghilangkan segala perkara-perkara penyimpangan yang dapat memecah belah ummat (syirik, bid’ah & maksiat / meyelisihi syariat).

Allah ‘azza wa jalla berfirman:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah (Muhammad),” Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah,dan aku tiada termasuk orang-orang musyrik.” (Q.S. Yusuf : 108).

Istiqomah memang sulit, akan tetapi itu tidak menunjukkan bahwa istiqomah mustahil bagi orang-orang yang beriman. Oleh karenanya berdo’alah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semoga Allah berikan kita ketetapan di atas Islam dan Sunnah Nabi-Nya ‘alaihi shallaatu wa sallam hidup dan wafat di atas keduanya, karena tidak ada kemuliaan bagi seorang muslim kecuali karena berpegangteguh kepada keduanya.

“Aku berwasiat pada kalian agar bertaqwa pada Allah subhanahu wata’ala, mendengarkan perintah dan taat meskipun yang memerintah kalian adalah seorang budak. Siapa pun di antara kalian yang masih hidup, niscaya akan menyaksikan banyak perselisihan. Karena itu, berpegangteguhlah pada sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham. Dan hindarilah hal-hal yang baru, karena semua yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, hadis hasan shahih. Dinukil dari Kitab Arbain Nawawiyah karya Imam Nawawi, hadis ke-28)

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ta’ala ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dijadikan kehinaan dan kerendahan atas orang-orang yang menyelisihi Sunnahku.” (HR. Ahmad dalam Musnad-Nya, II/50, 92, Ibnu Abi Syaibah, Kitaabul Jihad, V/575, no. 98)

Imam Al-Bukhari rahimahullaahu ta’ala berkata,
“Orang muslim yang paling utama adalah orang yang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang telah ditinggalkan (manusia), maka bersabarlah wahai para pencinta sunnah (Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam), karena sesungguhnya kalian adalah orang yang paling sedikit jumlahnya (di kalangan manusia) karena asingnya Islam.” (Dinukil oleh Imam al-Khathib al-Baghdadi dalam kitab al-Jaami’ li Akhlaaqir raawi, I/168)

Berkata Imam Ibnu Qudamah rahimahullaahu ta’ala,
“Dalam mengikuti Sunnah Rasulullah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam terdapat keberkahan dalam mengikuti syari’at, meraih keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, meninggikan derajat, menenteramkan hati, memenangkan badan, menjadikan syaithan marah, dan berjalan di atas jalan yang lurus.” (Dharuratul Ihtimam, hal. 43)

“Yaa muqallibal qulub, tsabit qalbi ‘ala dinik.”
Wahai Dzat Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas Dien (milah, manhaj & syariat). – Mu (yang lurus).

والله اعلم بالصواب

 

Deddy | Jurnalislam

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.