NU- Muhammadiyah Sepakat Nilai Tes Wawasan Kebangsaan KPK Ngawur

NU- Muhammadiyah Sepakat Nilai Tes Wawasan Kebangsaan KPK Ngawur

JAKARTA(Jurnalislam.com)- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah bereaksi terkait tes wawancara kebangsaan (TWK) untuk pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Kedua organisasi massa Islam itu menggarisbawahi bahwa tes untuk alih status pegawai KPK jadi aparatur sipil negara (ASN) tersebut melanggar HAM.

 

Dalam pernyataan tertulis Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya (Lakpesdam) NU menilai pelaksanaan TWK cacat etik dan moral. Seiring dengan itu Lakpesdam NU meminta Presiden Joko Widodo membatalkan TWK tersebut.

 

“Meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk membatalkan TWK yang dilakukan terhadap 1.351 pegawai KPK karena pelaksanaan TWK cacat etik, moral dan melanggar hak asasi manusia yang dilindungi UUD 1945,” demikian bunyi pernyataan tertulis, Ahad (9/5/2021).

 

Dalam surat yang sama, Lakpesdam NU menyebut bahwa TWK tidak bisa digunakan untuk memberhentikan 75 pegawai yang tidak lolos.

 

Penyebabnya, para pegawai tersebut selama ini sudah terbukti berkomitmen dan berintegritas dalam pemberantasan korupsi. Selain itu para pegawai itu juga sedang menangani kasus mega korupsi seperti dugaan korupsi dana bantuan sosial dan ekspor benih benur.

 

“Oleh karena itu TWK tidak bisa dijadikan alat untuk mengeluarkan pegawai KPK yang sudah lama bergelut dalam pemberantasan korupsi,” tegas Lakpesdam NU dalam surat tersebut. Selain itu, Lapesdam NU juga menilai TWK ngawur, tidak profesional dan mengarah pada aspek personal.

 

Karena dalam soal TWK itu terdapat soal tentang pilihan kenapa seseorang belum menikah, apakah menjalankan shalat qunut, hingga permintaan untuk menanggapi fenomena pernikahan beda agama.

 

Pada surat itu Lapesdam NU juga menduga bahwa TWK sengaja digunakan guna menargetkan sejumlah pegawai KPK. “Mencermati cerita-cerita dari pegawai KPK yang diwawancarai terkait cara, materi dan durasi waktu wawancara yang berbeda-beda tampak terdapat unsur kesengajaan untuk menargetkan pegawai KPK yang diwawancarai,” pernyataan dalam surat itu.

 

Lapesdam NU mencurigai TWK lebih jauh digunakan untuk menyingkirkan sejumlah pegawai yang berseberangan dengan pimpinan KPK dan pemerintah. Jika hal itu benar terjadi, maka TWK tak ubahnya penelitian khusus atau litsus yang digunakan di era orde baru.

 

Sementara itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyayangkan soal dalam TWK terkait pertanyaan untuk melepas hijab. Mu’ti menjelaskan jika soal tentang melepas hijab itu benar, maka telah menyentuh ranah pribadi dan melanggar HAM.

 

“Itu merupakan pertanyaan yang bertentangan hak asasi dan ranah kehidupan pribadi,” katanya pada, Minggu. Selain melanggar HAM, Mu’ti menilai pertanyaan itu tidak ada berhubungan dengan wawasan kebangsaan. Di sisi lain, Mu’ti menuturkan pertanyaan itu justru tendensius dan berpotensi memecah belah bangsa.

sumber: kompas.com

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.