LGBT Marak, MUI Sumbar Keluhkan Tidak Adanya ‘Payung Hukum’

LGBT Marak, MUI Sumbar Keluhkan Tidak Adanya ‘Payung Hukum’

PADANG (Jurnalislam.com) – Fenomena kaum Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) kian marak di provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Data Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), pada 2016 mencatat sebanyak 15.501 LGBT tersebar di provinsi itu.

Menanggapi hal itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar menilai, keberadaan LGBT telah mengusik ketentraman hidup umat Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral dan susila. Sehingga pemerintah daerah harus segera melahirkan payung hukum anti LGBT.

“LGBT itu melanggar nilai-nilai moral, normal susila dan ajaran agama. Artinya jika dibiarkan, LGBT bisa menjadi ancaman terhadap kebebasan dalam menjalankan agama. Karena perilaku LGBT menyimpang dari ajaran agama. Oleh sebab itu perilaku LGBT tidak bisa dibiarkan di Ranah Minang,” kata Buya Gusrizal, dilansir Posmetro Padang, Kamis (1/11/2018).

Menurut Buya Gusrizal, unutk memerangi LGBT harus melibatkan semua pihak karena perilaku tersebut sangat berbahaya bagi generasi selanjutnya.

“Anak muda harus terlindungi dari para pelaku LGBT karena ini semacam penyakit menular. Mereka jika dibiarkan akan juga menjadi pelaku LGBT setelah dewasa. Makanya harus ditangkal sejak dini. Perlu ada payung hukum yang kuat agar punya dasar yang kuat untuk bisa bertindak tegas melawan LGBT. Ini mengancam masa depan anak bangsa,” ucap Buya Gusrizal.

Agar LGBT tak meluas, sebut Buya Gusrizal, tentu yang utama adalah pembinaan dari keluarga. Karena keluarga adalah benteng utama dalam membentuk akhlak, moral dan perilaku anggota keluarganya. Oleh sebab itu, ia mendorong semua keluarga agar saling menjaga anggota keluarganya agar senantiasa menjaga norma, etika dan susila.

Unjuk rasa menolak LGBT

“Kemudian yang tidak kalah pentingnya lagi adalah pendidikan agama. Karena tidak ada agama manapun yang melegalkan LGBT. Oleh sebab itu, pendidikan keagamaan juga akan menjadi penangkal bagi LGBT, tentu jika pendidikan agama itu benar-benar diterapkan dengan baik,” ujarnya.

Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran (Satpol PP dan Damkar) Sumbar, Zul Aliman mengakui, saat ini terjadi kekosongan hukum untuk menindak pelaku LGBT. Ia juga mengaku, pernah menangkap basah pasangan LGBT yang dilakukan hanya sebatas membina dan memanggil orang tua, kalau menindak secara hukum tidak bisa.

“Tentu kami berharap dengan adanya regulasi dalam bentuk Perda hingga peraturan nagari bisa menjadi salah satu solusi untuk menimbulkan efek jera selain pembinaan dan sosialisasi,” harap Zul Aliman.

Sementara, Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit mengatakan, tidak ada istilah mundur dalam pemberantas LGBT, terus maju dan sosialisasi kepada semua elemen masyarakat dalam pembangunan di Sumbar. Dalam menyikapi berbagai kebutuhan dalam memberantas LGBT ini, pihaknya akan menyiapkan penganggaran dana apakah nanti di Balitbang atau di Kesbangpol.

“Hal ini akan dilaporkan dan dibicarakan kepada gubernur Sumbar beserta OPD terkait anggaran dan perencanaan pembangunan daerah,” kata Nasrul Abit.

Selain itu, juga menyiapkan program pembinaan dan rehabilitasi bagi yang menjadi korban, sementara bagi intelektual ideologi LGBT akan dicap, disebutkan namanya agar masyarakat tahu untuk menjauhinya. Karena pelaku LGBT dalam agama adalah perbuatan yang amat dibenci Allah SWT dan dapat mendatangkan bencana, seperti kisah Nabi Luth.

“Pemberantasan LGBT di Sumbar ini sebagai upaya nyata menyelamatkan generasi muda dari kesesat dan menjauhkan diri dari kesalahan yang lebih besar dan penyakit Aids HIV yang ditimbulkan,” sebutnya.

Sebelumnya, hasil penelitian yang dilakukan Perhimpunan Konselor VCT dan HIV AIDS Indonesia di Sumbar juga menemukan perilaku LGBT khususnya hubungan seksual antara sesama laki-laki menjadi pemicu HIV tertinggi di Sumbar.

“Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Kesehatan terdapat 10.376 kasus HIV baru pada periode Januari sampai Maret 2018 dengan persentasi lelaki suka lelaki sebesar 28 persen,” kata konselor Perhimpunan Konselor VCT dan HIV AIDS Indonesia, Sumbar Khaterina Welong.

Menurut Khaterina, jika dilihat dari kelompok umur maka penderita AIDS tertinggi ada pada rentang usia 20 sampai 29 tahun sebanyak 29,3 persen. “Artinya yang terinfeksi HIV adalah mereka yang melakukan perbuatan yang berisiko 10 tahun sebelumnya atau pada usia 10 hingga 19 tahun,” ujarnya.

Khaterina memperkirakan saat ini jumlah lelaki penyuka sesama jenis di Sumbar 14.469 orang, jumlah waria 2.501 orang dengan perkiraan pelanggan 2,5 kali lipat. Artinya, tuturnya, kalau pelanggan waria adalah bapak-bapak maka masuk kategori laki-laki suka laki-laki dengan demikian total pria penyuka sesama jenis diperkirakan mencapai 20 ribu orang.

Khaterina menyebutkan, berdasarkan perkiraan pada 2016 jumlah lelaki penyuka sesama jenis di Sumbar paling banyak di Padang sebanyak 5.267 orang, Agam 903, Pesisir Selatan 882, Pasaman Barat 870 orang, Padangpariaman 705 orang, Kabupaten Solok 716 orang.

Kemudian, Sijunjung 459 orang, Tanahdatar 434 orang, Limapuluh Kota 718 orang, Pariaman 536 orang, Solok Selatan 339 orang, Dharmasraya 518 orang, Kota Solok 360 orang, Sawahlunto 153 orang, Padangpanjang 135 orang, Bukittinggi 185 orang, Payakumbuh 333 orang, dan Kota Pariaman 217 orang.

Sumber: Posmetro Padang

Bagikan

One thought on “LGBT Marak, MUI Sumbar Keluhkan Tidak Adanya ‘Payung Hukum’

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.