SURIAH (Jurnalislam.com) – Selama berpekan-pekan, para jihadis, faksi-faksi jihad di Suriah mendikusikan bagaimana menanggapi kesepakatan antara Rusia dan Turki. Kesepakatan Sochi, yang diselenggarakan pada pertengahan September, menyerukan pembentukan zona demiliterisasi di provinsi barat laut Idlib.
Aliansi faksi jihad paling kuat di Idlib adalah Hayat Tahrir al Sham (HTS), yang dipimpin oleh Jabhat Fath al Sham (JFS) yang sebelumnya bernama Jabhah Nusrah, sebuah faksi yang secara terbuka menjadi bagian dari Al Qaeda hingga Juli 2016. Selama hampir satu bulan, HTS telah menyatakan sikap tentang bagaimana mereka secara resmi menanggapi kesepakatan antara Turki dan Rusia.
Pada 14 Oktober, HTS akhirnya mengeluarkan pernyataan dua halaman berjudul, “Revolusi Suriah Tidak Akan Mati.” Pesan tersebut tidak mengandung dukungan eksplisit atau penolakan langsung terhadap perjanjian Sochi. Beberapa jihadis melalui media online memang mengeluh bahwa pernyataan itu terlalu terbuka, meninggalkan posisi HTS tidak jelas. Namun ambiguitas ini mungkin sangat disengaja, karena para jihadis dihadapi pada kondisi yang sangat sulit, menurut analis Long War Journal, Selasa (16/10/2018).
Baca juga: 14 Kelompok Oposisi Moderat dan HTS Siap Pertahankan Idlib
Dalam pernyataannya, HTS mengakui bahwa mereka memutuskan untuk “menunda” pernyataan apa pun tentang “sikap/pendiriannya,” sehingga para pemimpinnya dapat berkonsultasi dengan revolusioner lainnya. Hasilnya adalah enam poin pernyataan ulang mengenai komitmen kelompok untuk jihad melawan rezim Syiah Nushairiyah Bashar al Assad, Rusia dan Iran.
Poin pertama dan keenam menyatakan bahwa HTS tidak akan menyerah untuk menggulingkan rezim Syiah Assad dan sekutu-sekutunya, yang semuanya ditakdirkan untuk tumbang, sama seperti setiap “kekuatan penjajah penindas” lainnya dalam sejarah. HTS akan terus berjuang melalui “jalan jihad” untuk alasan lain juga, termasuk membebaskan tahanan dan “mengamankan” hak kembali bagi pengungsi Suriah dan orang lain yang telah mengungsi.
Poin kedua dalam pernyataan itu ditulis dalam nada yang sama, saat HTS berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung perjuangannya, termasuk mereka yang telah “berimigrasi untuk bergabung dengan kami.” Dengan kata-kata ini, HTS berusaha untuk meyakinkan para pejuang asing yang telah melakukan perjalanan ke Suriah, menyiratkan bahwa mereka tidak akan dikorbankan untuk memenuhi tuntutan para aktor internasional. Orang-orang akan tetap bersatu, HTS menyatakan, dengan semuanya menikmati hak yang identik, saat melaksanakan tugas yang sama.
Pada poin keempat, HTS menekankan bahwa ia berusaha menyediakan “keamanan dan keselamatan” untuk semua orang di bawah kekuasaannya sesuai dengan kebijakan berbasis syariah.
Sehubungan dengan perjanjian Sochi, poin ketiga dan kelima adalah yang paling relevan secara langsung. HTS mengatakan tidak akan menyerahkan persenjataannya, yang diperlukan untuk melindungi kaum Muslim (Sunni). Dan HTS berterima kasih kepada mereka “di dalam dan di luar negeri” yang telah melindungi “wilayah yang dibebaskan,” yang berarti Idlib, dengan mencegah invasi yang menghancurkan. Tetapi HTS berhati-hati untuk juga menyatakan bahwa mereka tidak percaya “niat” Rusia, karena telah “mencoba melemahkan” perjuangan dan merusak “peran revolusioner politik dan militer”.
Baca juga: Berikut Situasi Terakhir di Idlib, Benteng Terakhir Mujahidin Suriah
HTS bersumpah bahwa mereka tidak akan “menyerah pada pendudukan Rusia” atau rezim Syiah Assad, mengklaim pejuangnya akan “hidup mulia dengan syariat atau mati sebagai syuhada” ketika berjuang untuk “mencapai Damaskus.”
Sementara HTS mengecam Rusia, tidak ada penyebutan langsung atas Turki atau Presiden Recep Tayyip Erdoğan dalam pernyataannya pada 14 Oktober. HTS terkesan menyebutkan Turki di poin kelima, ketika kelompok itu berterima kasih kepada mereka “di luar negeri” yang melindungi area “yang dibebaskan”. Tidak ada pihak yang melakukan lebih banyak untuk mencegah serangan dari poros Rusia-Iran-Assad atas Idlib dibandingkan Turki, yang telah mendirikan pos pemeriksaan militer di provinsi ini.
Namun, wajar jika HTS tidak secara eksplisit merujuk pada bantuan Turki. Meskipun amir HTS, Syeikh Abu Muhammad al-Jaulani, telah menjelaskan kerjasama organisasinya dengan Turki di masa lalu, masalah ini terus menimbulkan kontroversi di kalangan jihadi.
Sangat mungkin bahwa tanpa Turki, poros Rusia-Iran-Assad sudah akan membom Idlib agar tunduk. HTS dan pemimpinnya, Syeikh Abu Muhammad al-Jaulani, mengetahui hal ini, tetapi mereka harus bersiasat di sekitar isu pertentangan ideologis dan taktis yang sengit. Selain itu, para jihadi tidak ingin diubah menjadi bawahan Turki, karena dapat membatasi agenda mereka atau menciptakan masalah lain. Fraksi gerilyawan utama lainnya, Front Pembebasan Nasional yang disponsori Turki, dengan cepat mendukung perjanjian Sochi.
Baca juga: Diplomasi Turki Cegah Pembantaian Rezim Assad terhadap Warga Sipil Idlib
Beberapa pekan sebelum pernyataan HTS, para jihadis lainnya telah menolak persetujuan Sochi, meskipun dengan beberapa peringatan. Pada 22 September, Organisasi “Guardians of Religion” (Hurras al-Deen) mengeluarkan penolakan atas kesepakatan tersebut sepanjang dua halaman.
Ansar al-Din, yang merupakan salah satu kelompok anggota konstituen asli HTS, juga menolak kesepakatan Sochi dalam satu halaman pernyataan tertulis, dengan alasan bahwa kesepakatan sebelumnya telah mengkhianati perjuangan revolusioner. Ansar al-Din memiliki hubungan sendiri dengan al-Qaeda di masa lalu.
Guardians of Religion dibentuk awal tahun ini, dan dilaporkan dikelola oleh veteran al Qaeda dan loyalis pada tingkat tertinggi. Guardians of Religion telah bergabung dengan kelompok lain, Ansar al-Tauhid, untuk membentuk kelompok bersama bernama Hilf Nusrat al-Islam.
HTS secara terbuka telah berpisah dengan Al Qaeda. Namun, pemerintah AS dan PBB masih menganggapnya sebagai “afiliasi” al Qaeda.
Sebagian besar publikasi media dan pesan HTS difokuskan pada masalah di dalam Suriah, meskipun Ebaa News Agency milik tandzim tersebut senantiasa memberikan apresiasi akan pembajakan 11 September dan Syeikh Usamah bin Laden bulan lalu.
Pergerakan telah kehilangan momentum sejak 2015, ketika para jihadis, kaum muslim dan pejuang lainnya menyapu Idlib. Sebagai catatan laporan 14 Oktober dari HTS, provinsi Idlib adalah benteng terakhir bagi para pejuang gerilya yang menentang rezim Bashar al Assad dan sekutunya.
Dan panggilan HTS, sekali lagi, pada ummah yang lebih luas (komunitas Muslim di seluruh dunia) untuk melakukan aksi atas revolusi Suriah. HTS berpendapat bahwa revolusi Suriah masih merupakan “garis pertahanan pertama terhadap Iran dan pasukan Syiahnya,” yang telah meluas di seluruh kawasan
4 thoughts on “Begini Sikap HTS Terkait Zona Demiliterisasi di Idlib Menurut Analis”