Begini Kondisi Terakhir Muslim Uighur di China

Begini Kondisi Terakhir Muslim Uighur di China

XINJIANG (Jurnalislam.com) – Cina tidak melakukan usaha apapun untuk menghentikan upaya menghapus bukti keberadaan populasi Muslim Uighur di negara Komunis yang disebut Daerah Otonomi Uighur Xinjiang. Daerah itu, yang dikenal dengan sebutan Turkistan Timur berpenghuni 12 juta warga Uighur, adalah sebuah negara merdeka hingga Cina mulai menduduki dan menjajahnya pada tahun 1949.

Penjajahan China termasuk larangan total terhadap segala bentuk ekspresi Islam di Xinjiang. China tidak hanya menutup masjid tetapi juga telah melarang semua teks-teks (nash) Islam, termasuk Al-Quran, sementara nama-nama yang terdengar Muslim juga dilarang, demikian juga jenggot dan pakaian yang menunjukkan kepatuhan pada ajaran Islam.

Baru-baru ini, Cina telah mewajibkan semua Muslim Uighur untuk melengkapi sepeda motor dan mobil mereka dengan alat pelacak GPS sehingga pihak berwenang dapat menemukan seluruh warga Uighur pada saat tertentu, lansir World Buletin, Selasa (17/7/2018).

Jika Anda berpikir ini terdengar seperti novel futuristik distopia, maka pertimbangkan juga fakta bahwa polisi China di provinsi ini telah dilengkapi dengan “kacamata pintar,” yang menggunakan perangkat lunak pengenalan wajah untuk mengidentifikasi Muslim Uighur di kereta api, bus dan di tempat umum.

Takut Penduduk Uighur Bergabung pada Kelompok Bersenjata, China Rencanakan Ini

Terkait dengan database pusat, “kacamata pintar” dirancang untuk memberi tahu petugas patroli ketika seorang Muslim Uighur telah berpindah melampaui “area aman” nya, yaitu rumah atau tempat kerja.

Pemberlakuan garis keras ini hanyalah puncak gunung es. Muslim Uighur yang menolak meninggalkan identitas Muslim mereka dipaksa masuk “kamp pendidikan ulang”, yang dirancang untuk mengubah Muslim Uighur menjadi penganut ideologi resmi negara: Ateisme.

“Kami menargetkan orang-orang yang beragama Islam … misalnya, mereka yang tumbuh jenggot meskipun masih muda,” kata seorang pejabat pemerintah China dalam sebuah laporan.

Menurut laporan dari pengamat hak asasi manusia, China telah memerintahkan para pejabatnya di Xinjiang untuk mengirim hampir setengah dari populasinya ke “kamp-kamp pencucian otak”. Bagi mereka yang dengan keras kepala menentang program indoktrinasi Cina, penjara atau penghilangan paksa menunggu.

Mengkhawatirkan, laporan-laporan ini tidak banyak menunjukkan tingkat horor yang terjadi terhadap Muslim Uighur di Turkistan Timur hari ini.

Wawancara yang telah dilakukan dengan beberapa pengungsi Muslim Uighur yang telah lolos dari penganiayaan dan kemungkinan tewas di tangan pemerintah China telah mengkonfirmasi hal tersebut.

China Keberatan Pemimpin Muslim Uighur Terima Penghargaan Hak Asasi

Ketika saya berbicara dengan Sadam Musapir, seorang Muslim Uighur yang berhasil mengajukan permohonan status pencari suaka pada tahun 2017 saat masih memegang visa pelajar di Australia, dia memberi tahu saya bahwa China sekarang sedang memenjarakan Muslim Uighur yang berusaha untuk bepergian ke luar negeri. Istri dan anaknya yang berusia sembilan bulan menderita, karena pihak berwenang khawatir dunia akan mempelajari sepenuhnya seberapa luasnya operasi yang diatur Cina untuk membasmi budaya orang-orang Uighur.

“Dalam 60 hari dari sekarang, ketika putra saya, yang belum pernah saya lihat namun hampir berusia satu tahun, China akan memenjarakan istri saya selama lima tahun, dan kemudian menjual bayi saya ke agen adopsi,” kata Musapir kepada saya.

Ketika saya bertanya mengapa Tiongkok mengambil tindakan ini terhadap istri dan anaknya, dia menjelaskan bahwa mereka menangkap istri dan anaknya karena mencoba meninggalkan negara itu untuk bergabung dengannya di Australia. “China sangat tidak ingin dunia tahu apa yang terjadi di sana [Xinjiang],” kata Musapir.

Kasusnya mirip dengan Seven Zhang, seorang Muslim Hui yang sekarang tinggal di Amerika Serikat. Zhang menjelaskan kepada saya bahwa istrinya ditangkap dan dituduh menyeberang perbatasan secara ilegal pada 18 Januari 2016, dan dibawa ke Departemen Kepolisian Jinwuhzen. Kurang dari empat pekan setelah penangkapannya, istri Zhang yang menderita kanker jatuh koma setelah mengalami penyiksaan dan penganiayaan.

Dalam beberapa pekan dan bulan setelah kematian istrinya, Zhang menuntut keadilan dari pemerintahannya, tetapi bukannya mendapat kompensasi atau bahkan sidang, Zhang menuduh pemerintah China mencoba membunuhnya dalam “manipulasi kecelakaan sepeda motor”.

Bagikan