Boko Haram Masih Menguasai Timur Laut Nigeria, Bama

MAIDUGURI (jurnalislam.com) –  Warga kota timur laut Nigeria, Bama, pada hari Kamis (11/9/2014) membantah klaim bahwa tentara pemerintah Nigeria telah merebut kota dari Mujahidin Jama'atu Ahlis Sunna Lidda'awati wal-Jihad (Boko Haram) yang menguasai sejak awal pekan lalu.

"Boko Haram masih memiliki kontrol penuh terhadap Bama," Mohamed Hassan, Ketua Yayasan Pengembangan Bama, sebuah badan bagi semua orang Bama, mengatakan dalam konferensi pers di Maiduguri, ibukota provinsi Negara bagian Borno.

"Kami telah memberikan bantuan kepada beberapa orang kami yang masih bersembunyi di desa-desa dekat Bama dan mereka mengatakan kepada kami bahwa Boko Haram masih ada," katanya.

"Mereka bisa melihat bahwa mujahidin Boko Haram bergerak di dalam dan di luar kota, tapi tidak ada yang bisa bergerak atau keluar," tambah Hassan, yang didampingi kepala yayasan Kachallah Grema Kyari dan warga kota lainnya.

Dia mengatakan mujahidin bebas keluar-masuk antara kota Bama dan Gwoza.

"Semua yang telah militer Negeria beritakan kepada masyarakat adalah tidak benar," ujar Hassan.

"Pihak militer pemerintah belum akan masuk atau keluar dari kota Bama karena para mujahidin boko haram telah mengambil alih," katanya.

Sesepuh di Borno memperingatkan sebelumnya hari ini bahwa mujahidin Boko Haram telah "benar-benar mengelilingi" Maiduguri.

Para mujahidin telah menduduki kota-kota Buni Yadi dan Bara di negara tetangga Yobe.

Boko Haram  juga mengatakan telah menguasi delapan kota di Negara bagian Adamawa, yang memiliki populasi sekitar 2,5 juta.

Pemimpin Boko Haram, Abubakar Shekau, baru-baru ini menyatakan bahwa semua wilayah yang berada di bawah kendali mereka menjadi bagian dari "wilayah Islam" di Nigeria utara.

Sejak Mei tahun lalu, seluruh tiga negara bagian – Borno, Yobe dan Adamawa – tetap di bawah keadaan darurat yang diberlakukan oleh pemerintah sekuler Nigeria  dengan tujuan untuk membatasi pergerakan Boko Haram. [ded412/AA]

Ahrar al-Sham Mengumumkan Pemimpin Baru

SURIAH (jurnalislam.com) – Ahrar al-Sham menunjuk Abu Jaber sebagai pemimpin baru setelah komandan Hassan Abboud gugur dalam ledakan bom di Idlib.

Ahrar al-Sham mengumumkan kepemimpinan baru setelah gugurnya para petingginya selama serangan bom pada pertemuan tingkat tinggi di provinsi Idlib kemarin.

Hassan Abboud, pemimpin Ahrar al-Sham, berada diantara 45 orang yang gugur dalam sebuah bunker bawah tanah di dekat sebuah gudang amunisi di luar Ram Hamdan, pada hari Selasa (9/9/2014).

Ahrar al-Sham mengumumkan pada hari Rabu (11/9/2014) bahwa pemimpin baru Ahrar al-Sham adalah Hashim al-Sheikh, yang juga dikenal sebagai Abu Jaber, sedangkan wakilnya adalah Abu Saleh Tahan.

Dalam sebuah pernyataan video, Ahrar al-Sham mengatakan dewan telah menunjuk Hashem al-Sheikh, juga dikenal sebagai "Abu Jaber", sebagai pemimpin dan Abu Saleh Tahan sebagai kepala militer. Kelompok ini juga berjanji untuk terus berjuang melawan pasukan rezim pemerintah Suriah dan menghadang serangan militer IS.

Ahrar al-Sham memiliki sekitar 20.000 mujahidin dan merupakan kekuatan utama dalam aliansi Front Islam,

Sekitar 50 pemimpin Ahrar al-Sham sedang berkumpul di sebuah rumah ketika ledakan terjadi dalam pertemuan kemarin, yang terjadi di provinsi Idlib Suriah.

Beberapa pengamat menggambarkan insiden itu sebagai serangan gas. Menurut Abu Baraa, tokoh mujahidin dari kelompok yang bergabung dengan Ahrar al-Sham, seorang dokter yang memeriksa jenazah melihat sedikit tanda luka eksternal. pada tubuh korban.

Laporan lain menyebutkan bahwa korban meninggal karena menghirup asap. Sulit untuk secara independen memverifikasi laporan atau gambar atau penyebab kematian.

Dokter melihat jenazah dengan buih di mulut dan cairan yang berasal dari mata dan hidung, Abu Baraa mengatakan, seraya menambahkan bahwa para pemimpin Ahrar al-Sham bertemu di sebuah bunker bawah tanah yang dijaga ketat.

"Ini adalah serangan yang sangat canggih di lokasi yang sangat aman," katanya. Sangat tidak mungkin untuk secara independen memverifikasi laporan tentang insiden atau penyebab kematian. [ded412/world bulletin/aljazeera]

Komandan Brigade Ahrar al-Sham Gugur Dalam Sebuah Ledakan

SURIAH (jurnalislam.com) – Hassan Abboud, Komandan brigade Ahrar al-Sham, merupakan salah seorang dari komandan senior yang telah meninggal. 50 orang gugur pada pertemuan tingkat tinggi di sebuah bunker bawah tanah di dekat sebuah gudang amunisi di luar Ram Hamdan hari Selasa (9/9/2014).

Pertemuan Idlib dihadiri Ahrar dan sejumlah brigade lainnya yang tergabung dalam aliansi Front Islam, seperti Ahrar, Abdallah Azzam dan brigade Iman, dan berencana membahas strategi untuk menghentikan tindakan ekstrim jamaah IS (Islamic State versi ISIS) terhadap kaum muslimin.

Aktivis menyebutkan nama lain yang gugur dalam serangan itu seperti: Abu Abdullah Al-Hamawi Hassan Abbud, Abu Al-Yazin Asy-Syami, Abu Thalhah Al-Ghab, Abu Abdul Malik Asy-Syar’i, Abu Aiman Al-Hamawi, Abu Aiman Ram Hamdan, Abu Sariyah Asy-Syami, Muhibuddin Asy-Syami, Abu Yusuf Binsyi, Thalal Al-Ahmad Tamam, Abu Zubair Al-Hamawi, Abu Hamzah Ar-Raqqah, Abu Al-Khair Tha’um, dan beberapa nama lain.

Abu al-Mustafa al-Ambsi, anggota biro politik Ahrar, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka sedang menyelidiki serangan itu.

"Kami belum mengetahui penyebab ledakan," al-Absi mengatakan kepada Al-Jazeera TV dalam sebuah wawancara. "Kami tidak mengesampingkan infiltrasi elemen yang mampu menanam bom," tambahnya.

"Ada kemungkinan bahwa pertemuan itu disusupi dan ledakan pertama terjadi dalam bunker," katanya. "Mungkin seseorang menanam peledak di dalam karena bunker terletak di lokasi rahasia."

Dia mengatakan bahwa membunuh kelompok elit seperti itu "hanya akan membuat kita lebih tangguh untuk melawan dan terus melawan sampai kami membebaskan tanah kaum muslimin".

Tidak diketahui siapa yang melakukan serangan itu namun para pendukung IS memuji atas gugurnya Abboud di media sosial.

Pemimpin Ahrar lainnya, Abu Khaled al-Souri, rekan dekat pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri, dibunuh oleh IS awal tahun ini.

Pembunuhan tersebut menyebabkan perpecahan antara IS dengan faksi faksi mujahidin di Suriah.

Ahrar memiliki sekitar 20.000 pejuang dan merupakan kekuatan utama dalam aliansi Front Islam, yang dibentuk awal tahun ini untuk menentang jamaah IS.

Ahrar mendukung negara yang menjalankan syariat Islam secara utuh, juga yang melindungi hak-hak perempuan serta minoritas agama dan etnis lainnya, dan tidak setuju dengan pendekatan radikal yang dilakukan IS.

Dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera pada bulan Desember 2013 lalu  Abboud mengatakan bahwa ia akan memperjuangkan hak-hak kaum muslim dan akan menolak pembicaraan yang ditengahi PBB di Jenewa antara pemerintah rezim Suriah dan faksi faksi mujahidin di Suriah.

"Kami melihat Jenewa sebagai alat manipulasi – untuk menggagalkan revolusi Suriah agar melenceng dari tujuan dan sasaran … hasil apapun yang didapat dari konferensi, akan mengikat Koalisi Nasional Suriah saja.

"Bagi kami, kami akan terus berjuang untuk revolusi sampai berhasil mengembalikan hak-hak kami."

Namun, munculnya IS setelah pembicaraan Jenewa memberi dimensi baru bagi perang sesama kaum muslim, dimana Ahrar berjuang tidak hanya melawan pemerintah rezim Suriah tetapi melawan kelompok lain yang memerangi mereka. [ded412/new desk/Aljazeera/mimbar tauhid dan jihad]

Manusia Paling Terlantar Adalah Manusia Yang Bergantung Pada Selain Allah

Manusia Paling Terlantar Adalah Manusia Yang Bergantung Pada Selain Allah

Oleh: Abu Farras As-Suri

 

Teruntuk siapa saja yang belum berpegang pada sumber kekuatan dan keperkasaan serta masih bergelantungan pada benang laba-laba….

Teruntuk orang-orang yang berburuk sangka kepada Sang Raja yang Maha Pemberi lalu mereka berlari di bawah fatamorgana menuju orang-orang yang tidak punya sandaran kepada Dzat yang Maha Penolong lagi Maha Kuasa dan mereka terhadap orang-orang kafir berharap pertolongan…

Ketahuilah oleh kalian bahwa tidak ada yang lebih menyeret kepada kondisi terlantar, lebih membahagiakan setan, dan lebih mengajak kepada kehancuran dan kehinaan daripada bergantung kepada selain Allah yang Maha Penyayang.

Sesungguhnya barangsiapa yang bergantung kepada selain Allah maka Allah akan melepaskannya kepada apa saja yang dia jadikan sebagai gantungan. Allah akan menelantarkannya disebabkan angan-angannya dan sandarannya kepada selain Allah. Allah akan mempertontonkan padanya kehinaan, kesombongan musuh-musuh Islam, bertubi-tubinya bala dan cobaan, yang semua itu mendorong orang-orang yang berakal untuk bertaubat dengan penuh penyesalan dan mendorong para ulama kembali kepada kebenaran. Sedangkan orang-orang yang hatinya tertutupi noda-noda dosa dan berada di bawah kendali setan yang menguasainya disebabkan kemaksiatan yang dia lakukan kepada Rabbnya, mengikuti larangan-larangan-Nya, dan menempuh jalan di atas hawa nafsunya maka itulah orang-orang yang rugi penawarannya, telah rusak perniagaannya, dan telah membangun kebinasaan dengan kesempitan hidupnya.

Allah ta’ala berfirman,

الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا

(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Sesungguhnya seluruh kekuatan itu kepunyaan Allah. (QS An-Nisa’: 139)

Barangsiapa yang jiwanya bergantung kepada Allah, menurunkan keinginannya kepada-Nya, bersandar kepada-Nya, dan menyerahkan seluruh urusan kepada-Nya maka Allah akan mencukupi semua perbekalannya, Dia dekatkan kepada-Nya setiap yang jauh, dan Dia mudahkan setiap kesulitan. Dan barangsiapa bergantung kepada selain-Nya atau dia meresa tenang terhadap ilmu, akal, dan relasi-relasinya serta bersandar pada daya dan kekuatannya maka Allah akan melepaskannya pada semua itu dan menelantarkannya.

Allah ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya. (QS Ath-Thalaq: 3)

Imam Ahmad berkata, “Telah bercerita kepada kami Hasyim bin Al-Qasim, telah bercerita kepada kami Sa’id Al-Muaddib, telah bercerita kepada kami seseorang yang mendengar ‘Atha’ Al-Khurasani berkata, ‘Saya bertemu dengan Wahab bin Munabbih yang sedang thawaf di Ka’bah. Aku berkata kepadanya, ‘Ceritakanlah kepadaku sebuah hadits yang akan aku hafal darimu di tempatku ini dan izinkanlah aku untuk meriwayatkannya.’

Dia menjawab, ‘Ya. Allah tabaraka wa ta’ala mewahyukan kepada Daud: Hai Daud, adapun demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, tidaklah seorang hamba diantara hamba-hamba-Ku yang berpegang kepada-Ku dengan tidak berpegang kepada makhluk-Ku yang Aku ketahui hal itu dari niatnya lalu tujuh langit dengan para penghuninya dan tujuh bumi dengan para penguhinya membuat tipu daya terhadapnya kecuali pasti Aku jadikan untuknya jalan keluar diantara mereka. Adapun demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, tidaklah seorang hamba diantara hamba-hamba-Ku yang berpegang kepada makhluk dengan tidak berpegang kepada-Ku yang Aku ketahui hal itu dari niatnya kecuali pasti Aku putuskan sebab-sebab langit dari tangannya dan dari bawah kedua kakinya tanah menjadi lunak, kemudian Aku tidak peduli di lembah mana dia binasa.’”

Allah ta’ala berfirman,

إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Jika Allah menolong kalian maka tidak ada orang yang dapat mengalahkan kalian dan jika Allah menelantarkan kalian maka siapakah yang mampu menolong kalian (selain) Allah sesudah itu? Karena itu hanya kepada Allah saja hendaknya orang-orang mukmin bertawakal. (QS Ali Imran: 160)

Allah ta’ala berfirman,

وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ لا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا

Bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu yaitu kitab Rabbmu (Al-Qur’an). Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari-Nya. (QS Al-Kahfi: 27)

Allah ta’ala berfirman,

وَلَوْلا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلا * إِذًا لأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيرًا

Seandainya Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Jika terjadi demikian, benar-benar Kami akan menimpakan kepadamu (siksa) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksa) berlipat ganda sesudah mati yang kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun terhadap Kami. (QS Al-Isra’: 74-75)

Allah ta’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يَظُنُّ أَنْ لَنْ يَنصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ لْيَقْطَعْ فَلْيَنظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ

Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tidak menolongnya (Muhammad) di dunia dan di akhirat maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya?. (QS Al-Hajj: 15)

Karena itu, marilah kita semua menghadapkan diri pada kekuatan yang hakiki, keperkasaan yang hakiki, dan kepada Dzat yang di tangan-Nya tersimpan pertolongan, keperkasaan, dan kekuasaan.

Marilah kita hadapkan diri kepada-Nya dengan hati yang ikhlas yang tidak berharap dari selain-Nya, tidak melirik kepada selain-Nya, tidak bersandar kepada selain-Nya, dan tidak bertawakal kepada selain-Nya.

Marilah kita buang jauh-jauh lembaga-lembaga kafir yang bernaung di bawah bayang-bayang PBB yang bersatu di atas kezhaliman dan kekafiran dan bersepakat untuk memerangi Islam dengan berdiri di kubu setan untuk melawan orang-orang mukmin, perkumpulan yang dibangun di atas dasar selain takwa, dewan menteri para thaghut, dan lembaga para thaghut Arab, non Arab, dan barbar. Mari kita hadapkan diri kita hanya kepada Allah yang Maha Besar.

Kita tidak menyerahkan kepemimpinan kita kecuali kepada orang mukmin yang bertakwa dan kita buang semuanya selain Allah berupa negara-negara, lembaga-lembaga, dewan-dewan, koalisi-koalisi, dll ketempat pembuangan yang layak itu mereka.

Dengan orang-orang kafir orang yang celaka mengikat talinya….

dan aku mengikat taliku dengan Pencipta segala yang ada.

Hanya menuju Allah hendaklah kalian berjalan! Hanya kepada-Nya hendaklah kalian menghadapkan wajah! Hanya kepada-Nya hendaklah kalian bersandar! Hanya kepada-Nya hendaklah kalian percaya! Hanya kepada-Nya hendaklah kalian mengorbankan diri! Jujurlah kalian dalam baiat (janji setia) kalian kepada-Nya dan realisasikanlah syarat-syaratnya! Jika kalian lakukan semua itu maka pasti kalian akan sukses, mendapatkan pertolongan, dan Dia akan mengokohkan dien kalian dan menjadikan kalian sebagai penguasa di bumi sebagaimana orang-orang sebelum kalian telah dijadikan penguasa.

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan mejadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Ku. Barangsiapa tetap kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS An-Nur: 55)

وَاللهُ أَعْلَمُ

Segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam.

 

editor : ded412

Mujahidin Al-Shabaab Membalas Gugurnya Ahmed Abdi Godane Dengan Serangan Istisyhad di Mogadishu

MOGADISHU (jurnalislam.com) – Sumber-sumber keamanan dan saksi mata mengatakan bahwa setidaknya 25 orang tewas dalam serangan bom istisyhad yang menargetkan pasukan penjaga perdamaian Afrika di ibukota Somalia, Mogadishu, pada hari Senin (8/9/2014).

"Sebuah mobil yang dipenuhi dengan bahan peledak menabrak dua konvoi Misi Uni Afrika di Somalia (AMISOM) di barat laut Mogadishu," kata seorang sumber keamanan kepada Anadolu Agency.

Sedikitnya 30 orang terluka dalam serangan. Mujahidin Al-Shabaab mengaku bertanggung jawab.

Serangan pada hari senin adalah yang pertama sejak komandan Al-Shabaab, Ahmed Abdi Godane gugur pekan lalu dalam serangan pengecut pesawat tak berawak penjajah Amerika Serikat.

Setelah pulih dari kematian Godane, mujahidin Al-Shabaab mengancam akan melakukan serangan balasan pada lembaga negara di seluruh negeri Somalia .

Didirikan pada tahun 2004, Al-Shabaab telah menyerang pemerintah  Somalia boneka sekutu AS .

Pemerintah Somalia dan pasukan Afrika telah melancarkan operasi militer besar-besaran terhadap mujahidin Al-Shabaab – dijuluki "Operasi Samudera Hindia" .– dan mengalami perlawanan hebat dari al-Shabaab.

Pelabuhan Barawe diyakini menjadi sumber utama pendapatan Al-Shabaab oleh pemerintah sekuler Somalia, dan menghasilkan jutaan dolar dari penjualan barang ke Timur Tengah.

Somalia, sebuah negara yang telah lama mengalami konflik di Tanduk Afrika, tetap berada dalam cengkeraman peperangan sejak pecahnya perang sipil pada tahun 1991. [ded412/AA]

Pedang Tanpa Al-Qur’an

Oleh : Syeikh Abu Mundzir Asy-Syinqithi

 

بسم الله الرحمن الرحيم

 

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi yang mulia, keluarga, dan para sahabatnya.

Dari waktu ke waktu terjadi di beberapa negeri umat Islam seorang murid menyerang untuk mengalahkan ustadznya, karena sang ustadz telah mengecammya, memarahinya, atau bahkan tidak meluluskan ujiannya sehingga dia tidak naik kelas! Peristiwa seperti ini sering terjadi sampai menjadi fenomena tercela sebagai akibat dari kurangnya pendidikan dan penurunan nilai-nilai akhlak di masyarakat.

Akan tetapi fenomena ini ternyata juga terjadi dalam gerakan jihad yang berakibat muncul sikap-sikap “kurang sopan” kepada pemimpin dan Syaikh, memfitnahmya, bahkan menyematkan stigma buruk padanya dengan sebutan “telah menyimpang”, hanya karena dia bersikap keras dalam menegur dan membimbing atau karena dia menyelisihi pendapat para pengikutnya dan orang-orang yang berafiliasi kepadanya. Inilah yang menjadi alasan kita terheran-heran! Maaf, bukan…, tapi menjadi alasan untuk kita bersedih dan prihatin!

Apakah “ke-syaikh-an” yang sebagian orang mendapat pujian karenanya telah sampai kepada titik lemahnya begitu meleleh ketika baru pertama kali marah dan direndahkan ketika baru perta kali terjadi perselisihan?

 

Jika kedudukanku di sisi kalian dalam hal kecintaan…

seperti yang telah aku saksikan, sungguh waktuku telah aku hambur-hamburkan!

 

Pujian dan cacian menurut sebagian orang –seperti demikian halnya menurut orang-orang Yahudi– tidak ada kaitannya dengan pribadi atau sifat seseorang, tetapi kaitannya adalah dengan sejauh mana dia sepakat dengan mereka atau menyelisihi mereka. Selama dia sepakat maka dia adalah orang yang terpuji dalam segala hal dan sebaliknya selama dia menyelisihi maka dia adalah tercela dalam segala hal!

Imam Bukhari meriwayatkan dalam tafsir surah Al-Baqarah bahwa ketika Abdullah bin Salam masuk Islam, dia berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Yahudi itu adalah kaum yang suka membuat-buat kedustaan. Jika mereka mengetahui keislamanku sebelum engkau bertanya (tentang aku) kepada mereka maka mereka akan membuat-buat tuduhan kepadaku.”

Lalu datanglah orang-orang Yahudi, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Di kalangan kalian Abdullah itu laki-laki seperti apa?”

“Abdullah adalah orang yang terbaik diantara kami dan putra dari orang yang terbaik, pemimpin kami dan putra dari pemimpin kami,” jawab mereka.

“Bagaimana pendapat kalian jika Abdullah bin Salam masuk Islam?” tanya beliau.

“Mudah-mudahan Allah melindunginya dari yang demikian itu!” jawab mereka.

Lalu Abdullah keluar dan berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Mereka berkata untuk menjelek-jelekkannya, “Dia adalah orang yang terburuk diantara kami dan putra dari orang yang terburuk!”

“Inilah yang aku khawatirkan, wahai Rasulullah,” keluh Abdullah bin Salam[1].

 

Dengan cara ini, sebagian orang bisa berubah dalam sekejap mata dari sosok para penuntut ilmu yang rendah hati dan pengikut yang ikhlas menjadi sosok para syaikh yang memberikan arahan kepada syaikh-syaikh yang lain atau menjadi sosok yang keras kepala dalam membantah mereka! Dan yang akan membuat Anda tercengang adalah mereka memiliki panca indra yang tajam, memiliki timbangan yang tidak melewatkan kesalahan kecil dan besar, penyimpanan memori yang tidak melupakan ketergelinciran-ketergelinciran pada kesalahan, dan generator yang mampu mengubah kesalahan-kesalahan kecil menjadi kesalahan-kesalahan besar yang membinasakan. Jika Syaikh lupa atau tergelincir maka mereka berkata, “Syaikh telah binasa dan berubah!”

Kemudian segera mereka mengeluarkan arsip catatan hitam kesalahan-kesalahan lalu mereka bentangkan seluas-luasnya lalu melemparinya dengan bagian kumbang tahi.

Mungkin orang yang lebih bodoh dari keledai dan lebih berani dari orang yang rendah akhlaknya bersegera memberinya sertifikat kematian, bersegera mengajak untuk menshalati jenazahnya, mengkafaninya, dan menguburkannya seperti mengamalkan sunnah dalam menyegerakan pengurusan jenazah! Kemudian orang yang berduka ini berteriak keras diantara orang-orang, “Mudah-mudahan Allah memberikan pahala yang besar kepada kalian karena telah mengurus jenazah Syaikh kami.”

Andaikan orang yang berduka ini tahu hakikat dari rasa dukanya maka tentu dia menyadari bahwa dia sedang berduka terhadap dien dan akhlaknya sendiri.

 

Betapa sering aku terbunuh dan mati di sisi kalian…

lalu aku bangkit kembali dan sirnalah kubur dan kain kafan.

Sungguh orang yang menyaksikan penguburanku sebelum mereka mengucapkan…

bersama-sama, mereka telah mati sebelum kematian orang yang mereka kuburkan.

 

Di zaman kita ini, bagaimana bisa selamat dari mereka, sedangkan Imam Asy-Sya’bi rahimahullah dahulu mendapat cobaan dengan keberadaan mereka di zamannya. Beliau rahimahullah berkata, “Demi Allah, jika aku benar sebanyak 99 kali dan aku melakukan 1 kali kesalahan maka sungguh mereka memegang erat-erat 1 kesalahan tersebut dan melupakan 99 yang benar.”[2]

Kasih sayang dan persaudaraan tidak bisa diteruskan pada orang-orang seperti mereka, sebagaimana dikatakan oleh Al-Mutanabbi,

 

Jika aku mendapat cobaan dengan kasih sayang seperti kasih sayang kalian…

maka sungguh kasih sayang seperti itu lebih pantas untuk aku tinggalkan!

 

Sebagian mereka menganggap para ulama akan melepaskan baju dan menaruhnya digantungan baju sambil berkata, “Demi Allah, janganlah kalian tinggalkan kami!”

Orang-orang miskin ini tidak mengetahui bahwa para ulama sangat memandang rendah bersahabat dengan para pemilik tabiat ini. Alangkah buruknya tabiat seseorang dengan akhlak yang rendah dan lisan yang kotor dan keji.

Barangsiapa buruk akhlaknya maka beruntung orang yang menjauhinya…

Inilah Syu’bah rahimahullah berkata kepada sebagian mereka, “Menjauhlah kalian dariku! Bermajelis bersama orang-orang Yahudi dan Nasrani lebih aku sukai daripada bermajelis bersama kalian!”[3]

Adapun Ibnu ‘Uyaynah rahimahullah mengungkapkan isi hatinya setelah muak dengan mereka, katanya, “Sungguh aku benci bermajelis dengan kalian sejak 40 tahun yang lalu!”[4]

Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah jika melihat mereka datang menemuinya maka beliau mengungkapkan puncak kebosanannya lalu menaruh tangannya di dada sambil menggerakkan kedua tangannya dan berkata, “Aku berlindung dengan Allah dari kalian!”[5]

Seandainya orang-orang di zaman kita ini melihatnya, tentu lebih keras lagi memukul dadanya dan mencabut rambutnya!

Adapun Imam Asy-Syafi'i, beliau telah membangun dinding pemisah antara mereka dan para ulama dengan mengatakan:

 

Kedudukan orang bodoh dibanding ulama…

seperti kedudukan ulama dibanding orang bodoh.

Orang bodoh tidak merasa butuh pada ulama

dan ulama lebih merasa tidak butuh pada orang bodoh.

Jika kesengsaraan terhadap orang bodoh telah berkuasa

maka dengan percaya diri, menyelisihi ulama dilakukan oleh orang bodoh.

 

***

 

Barangsiapa memperhatikan posisi para ulama jihad hari ini terhadap beberapa kesalahan dan penyimpangan syar’i yang terjadi di medan jihad dan memperhatikan kritikan mereka terhadapnya maka dia akan melihat mereka banyak memiliki jenis dan warna. Setiap kali para ulama berbicara, mengingkari mereka, dan mengajak untuk memperbaiki kesalahan dan menghindari ketergelinciran maka berdirilah orang yang tidak ada bedanya antara ucapannya dan kencingnya menuduh dan mensifati mereka dengan tuduhan menyimpang dan “kambuh”!

 

Tuduhanmu terhadap orang yang tidak mengenal para pelaku kejinya perbuatan…

sebagai orang-orang yang melakukan perbuatan keji adalah penyesatan

Bahkan keburukan yang telah sirna kemudian kau hadirkan…

karena kebodohan dan kau tertipu oleh kebatilan

 

Imam Bukhari meriwayatkan dalam “Kitab Asy-Syuruth” kisah perjalanan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ke Hudaybiyah. Diantara kisahnya disebutkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menempuh perjalanan sehingga ketika sampai di bukit Tsaniyah tempat mereka turun, tiba-tiba kendaraan unta yang beliau naiki menderum. Para sahabat berkata, “Lepaskan! Lepaskan!” Ternyata unta tersebut malah mogok tidak mau berjalan. Para sahabat berkata, “Unta belang itu mogok.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا خَلَأَتِ الْقَصْوَاءُ، وَمَا ذَاكَ لهَاَ بِخُلُقٍ، وَلَكِنْ حَبَسَهَا حَابِسُ الْفِيْلِ

“Ia tidak mogok dan tidak biasanya dia seperti itu. Tetapi dia ditahan oleh yang menahan gajah.” (al-hadits)[6]

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan pelajaran dari hadits ini dengan mengutip dari Ibnu Battal dan yang lain rahimahumullah, “Boleh menghukumi sesuatu berdasarkan kebiasaan yang telah diketahuinya meskipun yang terjadi berbeda (dari kebiasaan tersebut). Apabila seseorang melakukan suatu kekeliruan yang tidak biasa terjadi padanya maka dia tidak boleh divonis atau dihakimi begitu saja, tetapi harus ditolelir dan dimaafkan. Hal itu dikarenakan unta belang dalam hadits di atas seandainya ia tidak menyalahi kebiasaan maka dugaan para sahabat pasti benar dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkari mereka karena mereka salah menduga seperti itu.”[7]

 

***

 

Mungkin ilmu yang didapat oleh sebagian orang hanya sampai pada pengetahuan bahwa membantu jihad itu tidak bisa kecuali dengan mengobarkan keberanian dan tepuk tangan saja, sebagimana yang dilakukan oleh supporter tim olahraga. Sedangkan selain itu disebut menelantarkan jihad! Akan tetapi para para ulama jihad menyadari bahwa peran mereka tidak terbatas pada sekedar memberi semangat dan motivasi, tetapi juga mencakup evaluasi dan koreksi untuk perbaikan dan meluruskan. Mereka mengevaluasi kritikan mereka terhadap kesalahan yang terjadi di medan jihad sebagaimana mereka mengevaluasi motivasi mereka untuk berangkat ke medan jihad.

Evaluasi terhadap dien dan jihad tidak sempurna kecuali dengan adanya dua celah tersebut. Sesungguhnya mengingkari mujahidin dan mengkritik kesalahan mereka tidak termasuk menelantarkan jihad, bahkan itu termasuk bantuan terhadap jihad yang telah Allah perintahkan berdasarkan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam,

اُنْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُوْمًا

“Tolonglah saudaramu yang menzhalimi dan yang dizhalimi!”

Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, aku akan menolongnya jika dia dizhalimi. Bagaimana menurut engkau jika dia menzhalimi, bagaimana caranya aku menolongnya?”

Beliau menjawab,

تَحْجُزُهُ أَوْ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ

“Engkau halangi dia dari perbuatan zhalim. Itulah cara menolongnya.”[8]

Dengan mengkritik kesalahan mujahidin sesungguhnya para ulama sedang mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau berlepas diri dari perbuatan Khalid radhiallahu ‘anhu terhadap Bani Judzaymah dengan bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlepas diri kepada Engkau dari perbuatan Khalid.”[9]

Dan juga ketika beliau mengingkari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhu ketika dia membunuh orang yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat.

Bahkan, wahyu pun turun mengingkari sebagian tindakan mujahidin di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya sebagai berikut:

1. Firman Allah ta’ala,

مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ * لَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kalian menghendaki harta benda dunia sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untuk kalian). Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kalian ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kalian ambil. (QS Al-Anfal: 67-68)

Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan, “Allah ta’ala berfirman kepada para sahabat yang berjihad di Badar yang mendapatkan ghanimah dan mengambil tebusan dari para tawanan: (kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah) maksudnya: kalau sekiranya tidak ada ketetapan dari Allah yang telah terdahulu di Al-Lauh Al-Mahfuzh untuk kalian, wahai orang-orang yang berjihad di Badar, yaitu Allah menghalalkan ghanimah untuk kalian, Allah menetapkan dalam ketetapannya bahwa Dia tidak akan menyesatkan suatu kaum setelah Dia memberi mereka petunjuk sampai Dia jelaskan pada mereka tentang ketakwaan mereka, dan bahwa Dia tidak akan menyiksa seorang pun yang mengikuti peristiwa yang kalian saksikan di Badar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam rangka menolong dien Allah maka tentu kalian akan ditimpa adzab yang besar disebabkan kalian mengambil ghanimah dan harta tebusan dari para tawanan.”[10]

2. Firman Allah ta’ala,

أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuh kalian (pada perang Badar), kalian berkata, “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah, “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Ali Imron: 165)

Ibnu Jarir mengatakan, “Maksudnya: kalian mengatakan ketika kalian ditimpa musibah di perang Uhud, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ maksudnya: dari mana datangnya musibah yang telah menimpa kami ini sedangkan kami adalah umat Islam dan mereka adalah orang-orang musyrik dan di antara kami ada Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mendapatkan wahyu dari langit sedangkan musuh kami adalah orang-orang kafir pada Allah dan orang-orang musyrik? Katakanlah wahai Muhammad pada para sahabatmu yang beriman padamu: (Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri) maksudnya: katakanlah kepada mereka, ‘Musibah yang menimpa kalian ini adalah berasal dari kesalahan diri kalian sendiri karena kalian menyelisihi perintahku dan tidak taat padaku, kesalahan itu tidak berada pada selain kalian dan tidak berasal dari seorang pun selain kalian.’”[11]

Dalam keterangan-keterangan ini semua terdapat dalil akan disyariatkannya mengingkari mujahidin dan meluruskan kesalahan-kesalahan mereka.

 

***

 

Tetapi sebagian pendukung jihad hari ini menghendaki para ulama untuk fokus memberikan pujian dan sanjungan dengan mendiamkan penyimpangan dan kesalahan! Perbuatan seperti ini hakikatnya merupakan kelauan syaikh-syaikh yang mendukung para penguasa ketika mereka menyanjung dan menyuruh manusia untuk mentaati mereka dan tidak memberikan jalan –walaupun sekedar dengan isyarat– pada kekafiran-kekafiran dan kemunkaran-kemunkaran yang mereka lakukan. Yang benar adalah diterimanya kritikan dari para ulama jihad oleh sebagian jamaah jihad adalah bukti akan kemurnian mereka dalam mencari kebenaran dan usaha mereka untuk sesuai dengan kebenaran dengan tidak melihat apakah kritikan itu berasal dari kelompok-kelompok yang menyelisihi dan yang sepakat dengan mereka.

Para ulama yang jujur akan senantiasa berbuat seperti ini. Mereka mengatakan sesuai dengan apa yang mereka anut dari dien Allah. Mereka tidak takut karena Allah pada celaan orang yang suka mencela. Mereka tidak takut pada bidikan pada penguasa dan tidak pula pada omong kosong orang-orang bodoh. Mereka tidak terlena dengan sogokan-sogokan pujian. Dan mereka tidak mampu didiamkan oleh granat-granat ejekan. Keadaan lisan mereka seperti yang digambarkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, “Mengapa aku lihat kalian berpaling darinya? Demi Allah, di tengah-tengah kalian, aku akan terus mengucapkannya.”[12]

Seandainya para ulama membiarkan ketergelinciran mujahidin dan berusaha untuk menyembunyikannya atau membenarkannya karena fanatik pada mereka maka tentu ini menjadi titik awal munculnya generasi yang menapakkan kakinya pada penyimpangan-penyimpangan dan menganggap baik perkara-perkara munkar, seperti disampaikan oleh Ibnul ‘Arabi rahimahullah,

 

Telah pergi orang-orang yang dijadikan teladan dengan perbuatan mereka…

dan orang-orang yang pada setiap perkara yang munkar mereka mengingkarinya.

Aku tetap tinggal di belakang orang yang sebagian mereka…

menghiasi sebagian lain agar orang juling menutupi mata orang juling lainnya.

 

Tidak akan tersebar luas kemunkaran tanpa ada yang mengingkarinya pada suatu kaum kecuali kemunkaran itu akan semakin kokoh dan kuat di tengah-tengah mereka, bahkan mungkin akan menjadi kebiasaan dan dien bagi mereka. Tujuan akhirnya adalah membelokkan perjalanan jihad!

Jika demikian maka tugas para ulama jihad adalah memberikan dukungan dan menetapkan batasan-batasan. Memberikan dukungan kepada mujahidin berdasarkan ilmu jihad mereka yang matang dan membatasi setiap kemunkaran yang kadang-kadang terjadi dalam jihad yang akan memusnahkan dan merusak jalannya.

Sesungguhnya itu adalah madu dan empedu, manis dan pahit. Itulah tugas para para ulama. Hendaklah orang-orang yang memanggil-manggil mereka untuk berpartisipasi dalam dunia jihad menerimanya. Adapun mereka yang tidak menginginkan tugas ini kecuali bagian yang manis saja maka mereka seperti orang yang dikatakan oleh penyair,

 

Seperti perawan yang menginginkan nikmatnya nikah…

dan menghindar dari kekuasaan orang yang menikahi

 

***

 

Komitmen pada musyawarah seharusnya menjadi prinsip yang konsisten bagi mujahidin, karena Allah ta’ala mensifati orang-orang mukmin dengannya dan memuji mereka dengan berfirman,

وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ

Sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah diantara mereka. (QS Asy-Syura: 38)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam –padahal beliau dikuatkan dengan wahyu– berdiri diantara para sahabat dan berkata, “Sampaikan saran kalian kepadaku, wahai manusia… sampaikan saran kalian kepadaku!!”

Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, “Saya tidak pernah melihat seorang pun yang lebih banyak musyawarah dibandingkan para sahabat Rasulullah.”[13]

Syaikh al-Islam berkata dalam “As-Siyasah Asy-Syar’iyah”, “Seorang pemimpin sangat butuh pada musyawarah, karena Allah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam dengan berfirman,

فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS Ali Imran: 159).”[14]

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Sesungguhnya seorang penguasa diperintahkan untuk bermusyawarah karena orang yang diajak musyawarah bisa mengingatkannya tentang apa saja yang dia lupa dan menunjukkannya pada dalil yang dia belum mengetahuinya.”[15]

 

Sesungguhnya orang yang cerdas apabila memilah-milah perkaranya…

maka dia pisahkan perkara-perkara itu dengan musyawarah dan meminta saran.

Sementara orang bodoh bersikukuh dengan pendapatnya…

maka engkau lihat dia memperlakukan perkaranya dengan membahayakan.

 

Disebutkan dalam kata-kata bijak: musyawarah ibarat mata untuk mencari petunjuk dan sungguh membahayakan seseorang yang bersikukuh dengan pendapatnya.

Para ulama robbani adalah pembawa petunjuk ketika malam telah bercampur dengan debu dan manusia bingung untuk mengetahui yang benar. Allah ta’ala menyuruh untuk bertanya pada mereka dan memotivasi untuk taat pada mereka dan menyambung tali silaturahim dengan mereka.

Allah ta’ala berfirman,

فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنْتُم لاَ تَعْلَمُونَ

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui. (QS An-Nahl: 43)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri diantara kalian. (QS An-Nisa’: 59) Yang dimaksud ulil amri adalah para pemimpin dan ulama.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya, “Makna yang yang tersurat dalam ayat ini –hanya Allah yang lebih mengetahui—adalah ayat ini bermakna umum mencakup semua ulil amri dari kalangan para pemimpin dan ulama.”[16]

Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Ulil amri itu ada dua macam: para pemimpin dan para ulama. Mereka itulah orang-orang yang apabila mereka baik maka manusia akan baik.”[17]

Sudah selayaknya mujahidin yang jujur bermusyawarah dengan mereka dan bertanya kepada mereka tentang segala sesuatu yang menjadi bidang mereka, terutama dalam hal jihad, masalah darah, urusan umat, dan kepentingan publik.

Imam Bukhari berkata, “Para imam setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermusyawarah dengan orang-orang terpercaya dari kalangan para ulama dalam perkara-perkara yang mubah (boleh).”[18]

Beliau juga mengatakan, “Para penghafal Al-Qur’an adalah orang-orang yang diajak musyawarah oleh Umar radhiallahu ‘anhu, tua dan muda. Dan Umar selalu berdiri di sisi Kitab Allah ‘azza wa jalla.”[19]

Ketika datang nasihat dari para ulama maka musibah yang besar bila tidak menerima nasihat mereka dan tidak mendengar ucapan mereka. Jika mereka mencela nasihat-nasihat mereka maka itulah musibah di atas musibah!

 

Nasihat adalah barang paling murah yang dijual oleh seseorang…

karena itu jangan ragu menerima nasihat dan jangan merasa diserang.

 

***

Sesungguhnya musuh-musuh Allah selalu berusaha agar perahu jihad ini berlayar tanpa nahkoda ulama robbani –karena mereka tahu bahwa cukup dengan cara itu pasti perahu itu akan tenggelam dengan sendirinya– karena itulah mereka mengepung dan menangkap semua ulama penyangga jihad dengan tuduhan menghasut untuk gerakan terorisme. Akibatnya, para pendukung jihad dari kalangan para ulama menjadi seperti orang-orang yang memegang bara api!

 

Jika mereka diam maka merugilah dien mereka…

dan jika mereka bicara merugilah dunia mereka!

 

Nasib mereka tidak lepas dari beberapa kemungkinan: dibunuh, dipenjara, dibuang, dan diboikot tidak boleh berbicara. Sehingga tidak tersisa orang yang bersabar menempun jalan ini dan berani menanggung rasa sakit, penderitaan, dan pelecehan kecuali sedikit yaitu orang-orang yang telah menadzarkan diri mereka untuk perkara yang penting ini.

Keberadaan para ulama yang mengarahkan dan meluruskan perjalanan jihad ini merupakan nikmat dari Allah ‘azza wa jalla kepada mujahidin yang sudah sepantasnya mereka bergembira karenanya, bukan menganggapnya sebagai siksaan dan bencana! Mereka adalah perhiasan mahal yang tidak akan diketahui nilainya kecuali oleh orang yang telah Allah beri pandangan yang tajam.

 

Berapa banyak nikmat terasa sebagai siksa bagi orang yang merdeka…

dan berapa banyak ghanimah yang dianggap sebagai kerugian oleh orang yang merdeka

 

Imam As-Subki rahimahullah meriwayatkan dalam “Thabaqat Asy-Syafi’iyyah” bahwa seorang raja yang shalih bernama Ismail dari keturunan Bani Ayub memberikan amanah kepada Al-Izz bin Abdussalam untuk khutbah di Masjid Jami’ Al-Umawi. Setelah berjalan waktu beberapa lama, sang Raja menyerahkan sebagian benteng kepada orang-orang Nasrani, seperti benteng Syaqif dan Shafed. Al-Izz bin Abdussalam menentang keputusan itu dan tidak lagi mendoakan kebaikan untuk sang Raja ketika khutbah sehingga beliau dipecat dari tugas sebagai khotib. Kemudian sang Raja pergi menemui komandan pasukan Nasrani sambil membawa Al-Izz bin Abdussalam dan memenjarakannya di salah satu kemah. Ketika sang Raja duduk bersama orang-orang Nasrani, Al-Izz bin Abdussalam membaca Al-Qur’an sehingga suara beliu sampai kepada mereka. Sang Raja berkata, “Tahukah kalian suara siapa yang kalian dengar ini?”

“Tidak,” jawab mereka.

“Orang ini termasuk pembesar pendeta kami –dia tidak mengatakan ulama kami–. Tahukah kalian mengapa dia saya penjara?”

“Tidak,” jawab mereka.

“Karena dia menentang aliansi kami dengan kalian dan menentang penyerahan sebagian benteng kepada kalian,” jawab sang Raja.

Orang Nasrani tersebut berkata, “Demi Allah, seandainya orang ini adalah pendeta kami dengan dihiasi keberanian dan ikhlas seperti itu maka tentu kami akan cuci kedua kakinya dengan air dan kami akan meminumnya!”

Maka menjadi malu sang Raja dan memerintahkan untuk membebaskannya. [20]

 

***

 

Sebagian mereka berkata, “Kami tidak menentang prinsip saling menasihati dan koreksi, tapi kami keberatan dengan sikap keras kepada mujahidin dan sikap berlebihan dalam mengingkari mereka.”

Jawaban untuk pernyataan ini adalah bahwa para ulama adalah orang-orang yang mampu memahami tempat dan kebutuhan kapankah harus dengan cara keras dan kapan dengan cara lemah lembut. Kadang-kadang cukup dengan mengedepankan sikap lemah lembut dan peringatan kecil dan kadang-kadang harus dengan pengingkaran yang keras dan tegas terhadap orang yang terus menerus melakukan kesalahan. Harus dibedakan antara orang yang meninggalkan perkara sunnah dengan orang yang meninggalkan perkara wajib. Demikian juga tidak sama antara orang yang lupa dengan orang yang sengaja dan terus menerus melakukannya. Seseorang yang terus menerus melakukan kesalahan maka harus disikapi dengan keras sesuai dengan kadar sejauh mana sikap terus menerus melakukan kesalahan itu dilakukan. Hal itu tidak termasuk bentuk kebencian kepadanya atau mendukung orang yang menyalahkannya. Sesungguhnya hal itu merupakan bentuk kasih sayang padanya dan keinginan agar dia lepas dari kesalahannya, seperti dikatakan oleh Abu Tamam,

 

Dia bersikap keras agar mereka tersadarkan. Barangsiapa yang bijaksana…

maka saat-saat tertentu hendaklah dia bersikap keras pada orang yang dia sayang.

Cacian dari saudara itu lebih baik daripada kehilangan mereka…

Cacian yang nampak lebih baik dari dengki yang tersembunyi

 

Sikap kasar dan keras dalam memberikan nasihat dan pengajaran bukanlah perbuatan tercela dalam setiap keadaan. Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang masalah ini, “Seorang mukmin bagi mukmin yang lain seperti dua tangan yang salah satu mencuci yang lain. Kadang-kadang kotoran tidak bisa hilang kecuali dengan cara menggosoknya dengan keras. Akan tetapi hal itu menjadikannya bersih yang terhadap perlakuan keras tersebut kita memujinya.”[21]

Kadang-kadang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingkari sebagian sahabat dengan keras, seperti sabda beliau kepada Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, “Apakah engkau menjelek-jelekkannya karena ibunya? Sesungguhnya engkau masih memiliki sifat jahiliyah!”[22]

Karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَيُّمَا رَجُلٍ سَبَبْتُهُ سَبَّةً أَوْ لَعَنْتُهُ لَعْنَةً فَإِنَّمَا أَنَا مِنْ وَلَدِ آدَمَ أَغْضَبُ كَمَا يَغْضَبُوْنَ وَإِنَّمَا بَعَثَنِيَ اللهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ اِجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ صَلاَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Siapa pun yang aku caci maki dan aku laknat maka sesungguhnya aku termasuk anak Adam yang bisa marah sebagaimana mereka marah. Dan sesungguhnya aku diutus oleh Allah sebagai rahmat (kasih sayang) bagi seluruh alam, maka jadikanlah laknat dan caci makian itu sebagai doa untuk mereka pada hari kiamat.[23]

Akan tetapi sikap keras dan kasar yang keluar dari para ulama umumnya adalah reaksi terhadap pelanggaran penuntut ilmu, seperti yang dikatakan oleh Husyaim, “Ismail bin Abu Khalid termasuk orang yang paling baik akhlaknya. Mereka terus menerus mengganggunya sehingga menjadi buruk akhlaknya.”[24]

Bagaimanapun sebab munculnya sikap keras dan kasar maka kewajiban bagi para penuntut ilmu adalah bersabar menghadapinya. Dalam masalah ini Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan tentang adab-adab penuntut ilmu, “Diantara adab-adabnya adalah menerima sikap kasar dan akhlak yang buruk seorang Syaikh. Hendaknya hal itu tidak menghalanginya dari mengambil ilmu darinya dan meyakini kesempurnaannya. Hendaknya dia menafsirkan dengan tafsiran yang baik tentang ucapan dan perbuatannya yang secara kasat mata rusak. Tidak ada yang tidak mampu melakukannya kecuali orang yang sedikit mendapatkan taufik atau bahkan tidak mendapatkan taufik sama sekali. Apabila seorang Syaikh bersikap kasar maka hendaklah dia yang memulai mencarikan udzur untuknya dan menampakkan bahwa memang yang salah adalah dirinya sendiri dan memang dirinya layak mendapat celaan. Yang demikian itu lebih bermanfaat baginya di dunia dan di akhirat serta lebih membersihkan hati Syaikh terhadap dirinya.”[25]

Demikianlah… hal ini seperti diucapkan dalam syair,

 

ika kami sakit maka kami datang menjenguk kalian…

dan kalian melakukan dosa maka kami datang dan mencarikan udzur untuk kalian

 

Termasuk kesempurnaan muru’ah (kejantanan) adalah engkau melupakan hakmu dan mengingat kewajibanmu, engkau menganggap besar kesalahan yang bersumber dari dirimu dan menganggap kecil kesalahan yang bersumber dari orang lain.

Al-Khatib al-Baghdadi rahimahullah menulis dalam kitabnya “Al-Jami’ Li Akhlaq Ar-Rawi Wa Adab As-Sami’” satu pembahasan dengan judul: (Lemah lembut terhadap periwayat hadits dan menerima perlakuannya ketika marah).

Daya tahan dan kesabaran terhadap sikap yang menyakiti dari seorang Syaikh ini menjadi bukti akan keseriusan seseorang dalam menuntut ilmu.

Karena itulah Muhammad bin Harun rahimahullah berkata,

 

Pukulan seorang alim di pipi…

Lebih nikmat daripada minuman lezat yang kunikmati.

 

Sebagian ulama menguji siswanya dalam menuntut ilmu dengan bersikap keras dan kasar kepada mereka. Diantaranya datang seorang penuntut ilmu dari negeri yang jauh lalu Syaikh tidak mengizinkannya masuk, bahkan membiarkannya tidur di depan pintu rumah sepanjang malam. Al-A’masy rahimahullah mempunyai seekor anjing yang menghadang setiap penuntut ilmu yang ingin menemuinya! Dan Al-A’masy rahimahullah pernah berpura-pura tidak merasa berada di dekat muridnya lalu dia meludah kepadanya seolah-olah dia hendak meludah ke tanah. Jika sang murid bergerak atau berbicara maka pelajaran dibatalkan! Cerita-cerita dalam masalah ini banyak tak terhitung jumlahnya.

Akan tetapi sikap keras dari orang yang lebih tua tidak sama dengan sikap keras dari anak muda. Sikap keras seorang Syaikh terhadap murid-muridnya adalah wujud kedisiplinan dan teguran yang disyari’atkan. Sementara sikap keras para penuntut ilmu terhadap Syaikhnya adalah wujud hilangnya rasa malu dan buruknya adab yang dilarang oleh syari’at. Karena itu, menjadi kewajiban bagi penuntut ilmu untuk menghormati Syaikhnya sehingga sikapnya menjadi penuh kasih sayang dan lemah lembut yang terasa seperti madu di dalam wadahnya.

Guru dan dokter, masing-masing keduanya…

tidak akan memberikan nasihat jika tidak dihormati keduanya

Dalam masalah ini terdapat hadits Abu Musa radhiallahu ‘anhu,

إِنَّ مِنْ إِجْلاَلِ اللهِ تَعَالَى إِكْرَامِ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ، وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِيْ فِيْهِ وَالْجَافِيْ عَنْهُ، وَإِكْرَامِ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ

“Sesungguhnya termasuk memuliakan Allah adalah memuliakan seorang muslim yang sudah tua, penghafal Al-Qur’an yang tidak ghuluw (berlebihan) terhadapnya dan tidak menjauh darinya, dan memuliakan penguasa yang adil.”[26]

Dari Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيْرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua diantara kami, tidak menyayangi orang yang lebih muda diantara kami, dan tidak mengetahui hak orang yang berilmu diantara kami.”[27]

 

***

 

Sebagaimana harus sabar terhadap sesuatu yang menyakiti dan sikap keras dari Syaikh maka demikian juga harus menahan diri dan bersabar terhadap perkara-perkara yang bersumber darinya yang kadang-kadang aneh. Sebagian orang telah menjadi seperti burung unta, matanya telah lebih besar dari kepalanya. Dia melihat dengan mata besarnya beberapa tindakan Syaikhnya yang belum mampu dipahami oleh akalnya, kemudian dia memfitnah padahal Syaikhnya belum menjelaskannya. Karena itulah termasuk syarat Nabi Khidhir yang disodorkan kepada Nabi Musa ketika ingin belajar darinya adalah bersabar dan tidak tergesa-gesa mengingkari sesuatu yang masih sulit dia pahami.

Allah ta’ala berfirman,

قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا (66) قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (67) وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا (68) قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا (69) قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا

Musa berkata kepada Khidhir, “Bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” Dia menjawab, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersama aku. Bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” Musa berkata, “In sya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.” Dia berkata, “Jika kamu mengikutiku maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (QS Al-Kahfi: 66-70)

Tentu saja Nabi Musa ‘alaihis salam tidak mampu menyerap atau bersabar terhadap semua perbuatan Nabi Khidhir yang dia saksikan. Dan inilah yang menjadi sebab perpisahan diantara mereka berdua.

Kisah ini tentunya tidak menjadi dalil yang membenarkan mengikuti Syaikh dalam perkara yang haq dan batil dengan batasan yang sama, tetapi kisah ini menjadi dalil untuk tidak terburu-buru mengingkari para ulama sebelum memeriksa dengan cermat dan memastikan adanya ketergelinciran.

 

Terimalah kebodohanmu dengan lapang dada jika guru telah engkau datangi…

dan terimalah penyakitmu dengan lapang dada jika dokter telah engkau datangi.

 

***

Jika kita mengasumsikan bahwa para ulama robbani melakukan kesalahan pada beberapa sikap mereka maka hal itu tidak menjadi sebab jatuhnya kehormatan dan kedudukan mereka. Bagaimana bisa kehormatan mereka jatuh diwaktu pertama kali melakukan kesalahan, padahal mereka adalah orang-orang yang memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia? Akan tetapi terhadap orang-orang seperti mereka berlaku hadits, “Tidak membahayakan Utsman apa saja yang akan dilakukannya hari ini.”[28]

Dan hadits, “Semoga Allah melihat kepada orang-orang yang ikut serta dalam perang Badar lalu berfirman, ‘Lakukanlah apa saja yang kamu inginkan, karena sesungguhnya Aku telah mengampuni kalian.’”[29]

Karena itu, seseorang tidak dipuji disebabkan sesuatu yang benar yang baru pertama dia lakukan dan tidak dicaci maki disebabkan suatu kesalahan yang baru pertama dia lakukan.

 

Itulah sebabnya penyair mengatakan,

Lari dari musuh hari ini bagi pemuda bukanlah sesuatu yang memalukan…

jika kemarin dia telah dikenal sebagai sosok yang penuh dengan keberanian.

 

Penyair lain mengatakan,

Jika seseorang yang dicintai datang dengan membawa satu kesalahan…

maka kebaikan-kebaikannya datang dengan membawa seribu pertolongan.

 

Penyair lain mengatakan,

Jika perbuatan yang salah itu hanya satu…

maka perbuatan-perbuatan yang membahagiakannya beribu-ribu.

 

Dalam masalah ini terdapat ucapan Ibnul Qayyim rahimahullah yang sangat terkenal, “Termasuk bagian dari kaidah-kaidah syari’at dan hikmahnya juga bahwa barangsiapa yang kebaikan-kebaikannya banyak dan besar dan di dalam Islam dia memiliki pengaruh baik yang nyata maka dimaklumi baginya apa saja yang tidak bisa dimaklumi dari orang selainnya dan dimaafkan dari apa saja yang tidak bisa dimaafkan dari orang selainnya. Sesungguhnya maksiat itu adalah kotoran. Apabila air telah mencapai jumlah dua qullah maka tidak akan terpengaruh oleh kotoran. Berbeda dengan air yang sedikit, sedikit kotoran saja itu akan mempengaruhinya.”[30]

Beliau rahimahullah juga berkata dalam “Madarij As-Salikin”, “Perbuatan-perbuatan baik itu akan memberikan syafaat kepada pelakunya nanti di sisi Allah. Oleh karena itu barangsiapa yang kebaikan-kebaikannya lebih berat dari dosa-dosanya maka dia beruntung dan tidak disiksa. Dosa-dosanya dileburkan kepadanya karena kebaikan-kebaikannya.”[31]

Imam Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya seorang ulama besar diantara para ulama, jika banyak kesesuaiannya dengan kebenaran, diketahui keinginannya untuk mencari kebenaran, ilmunya luas, kecerdasannya nampak, dan diketahui keshalihan, wara’, dan ittiba’nya kepada sunnah maka ketergelincirannya pada kesalahan itu dimaafkan, kami tidak memvonisnya sesat, tidak menyingkirkannya, dan tidak melupakan kebaikan-kebaikannya.”[32]

Sa’id bin al-Musayyib rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang keutamaannya lebih banyak dari kekurangannya maka kekurangannya dileburkan pada keutamaannya.”[33]

Orang-orang yang memiliki kedudukan yang tinggi dihindarkan dari hukuman dan ta’zir, sebagaimana disebutkan oleh Al-Izz bin Abdussalam rahimahullah, “Seandainya kesalahan-kesalahan kecil para wali diangkat kasusnya kepada para pemimpin maka mereka tidak boleh dita’zir, bahkan seharusnya dimaafkan kesalahan mereka dan ditutupi ketergelinciran mereka pada kesalahan karena mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk dimaafkan kesalahannya dan ditutupi ketergelinciranya.”[34]

Bahkan, menurut Ibnul Qayyim rahimahullah, masalah ini sampai pada pengguguran hudud (hukum pidana)!! Dalam “I’lam Al-Muwaqqi’in” beliau rahimahullah menyebutkan kisah digugurkannya hukum meminum minuman keras dari Abu Mihjan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Demi Allah, hari ini aku tidak akan memukul seseorang yang telah mengorbankan dirinya untuk umat Islam.”[35]

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Jelas di sini bahwa Sa’ad radhiallahu ‘anhu dalam hal ini telah mengikuti sunnah Allah ta’ala. Ketika dia melihat Abu Mihjan lebih mendahulukan kepentingan dien, melihat jihad yang dilakukan, dan pengorbanan dirinya kepada Allah sebagaimana yang dia ketahui maka hukuman digugurkan darinya karena kebaikan-kebaikan yang telah dia perbuat menenggelamkan satu kesalahan ini dan menjadikan satu kesalahan itu seperti setetes najis yang jatuh ke laut…. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berlepas diri dari perbuatan Khalid radhiallahu ‘anhu terhadap Bani Judzaimah dengan bersabda, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku berlepas diri kepadamu dari perbuatan Khalid.’ Dan beliau tidak menghukum Khalid karena kesalahan itu disebabkan pengorbanannya dan perjuangannya dalam membela Islam.”[36]

Yang benar dalam masalah ini, hal itu tidak sampai pada menggugurkan hudud, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Maafkanlah kesalahan orang-orang yang memiliki kebaikan-kebaikan, kecuali hudud.”[37]

 

Terakhir, kami sampaikan:

Dalam mengamalkan dien ini tidak bisa tidak dibutuhkan Kitab yang memberi petunjuk dan pedang sebagai penolong. Kitab bertugas untuk meluruskan dan memberikan petunjuk kepada pedang. Sedangkan pedang bertugas untuk membela Kitab dan melindunginya. Seandainya umat Islam hanya mengambil Kitab dan meninggalkan pedang maka dien ini tidak akan pernah bisa tegak. Dan seandainya umat Islam hanya mengambil pedang dan meninggalkan Kitab maka jihad yang diklaim hanya akan menjadi ibarat pisau di tangan orang mabuk. Dengan pisau itu dia sebarkan kerusakan ke segala penjuru. Jihad yang dibenarkan oleh syari’at tidak lain dan tidak bukan merupakan kumpulan mujahidin yang membawa pedang dan para ulama yang membawa Kitab. Dari selain mujahidin ditiadakan jihad itu secara keseluruhan dan dari selain ulama hilanglah keabsahan dan kesesuaiannya dengan syari’at.

 

Penutup

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اِرْحَمُوْا تُرْحَمُوْا، وَاغْفِرُوْا يُغْفَرْ لَكُمْ،  وَيْلٌ لِأَقْمَاعِ الْقَوْلِ، وَيْلٌ لِلْمُصِرِّيْنَ الَّذِيْنَ يُصِرُّوْنَ عَلَى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

“Sayangilah maka pasti kalian disayangi! Maafkanlah maka pasti kalian juga dimaafkan! Celakalah orang yang memaksakan diri dalam berbicara. Celakalah orang-orang yang terus menerus melakukan kesalahan padahal mereka tahu.”[38]

Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Orang yang sombong tidak mau dituntun oleh kebenaran maka dia akan diuji dengan dituntun oleh kebatilan.”[39]

وَاللهُ أَعْلَمُ

Segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam.

 

Ditulis oleh:

Syeikh Abu Mundzir As-Sinqithi

30 Agustus 2014

 

Catatan kaki:

[1] Shahih Bukhari.

[2] Siyar A’lam An-Nubala’ 12/308.

[3] Al-Jami’ Fi Akhlaq Ar-Rowi Wa Adab As-Sami’ hlm 101.

[4] Ibid.

[5] Ibid.

[6] Shahih Bukhari.

[7] Fath Al-Bari, Ibnu Hajar 5/335.

[8] Diriwayatkan oleh Bukhari.

[9] Diriwayatkan oleh Bukhari.

[10] Tafsir Ath-Thabari 14/64.

[11] Tafsir Ath-Thabari 7/371.

[12] Shahih Bukhari.

[13] Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Kitab Al-Jihad, Bab Ma Ja’a Fil Al-Musyawarah.

[14] As-Siyasah Asy-Syar’iyah Fi Ishlah Ar-Ra’i Wa Ar-Ra’iyah hlm 126.

[15] Fath Al-Bari, Ibnu Hajar 13/342.

[16] Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim 2/326.

[17] As-Siyasah Asy-Syar’iyah Fi Ishlah Ar-Ra’i Wa Ar-Ra’iyah hlm 214.

[18] Shahih Bukhari.

[19] Shahih Bukhari.

[20] As-Subki: Thabaqat Asy-Syafi’iyah Al-Kubra 8/224.

[21] Majmu’ Al-Fatawa 28/54.

[22] Shahih Bukhari.

[23] Sunan Abu Daud.

[24] Al-Jami’ Fi Akhlaq Ar-Rowi Wa Adab As-Sami’ hlm 101.

[25] At-Tibyan hlm 39.

[26] Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad.

[27] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya.

[28] Jami’ At-Tirmidzi.

[29] Shahih Bukhari.

[30] Miftah Dar As-Sa’adah 1/176.

[31] Madarij As-Salikin 1/337-338 dengan dinukil secara bebas.

[32] Siyar A’lam An-Nubala’ 5/271.

[33] Diriwayatkan oleh Al-Khatib dalam Al-Kifayah hlm 79.

[34] Qawa’id Al-Ahkam Fi Mashalih Al-Anam 1/150.

[35] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.

[36] I’lam Al-Muwaqqi’in ‘An Rabbi Al-‘Alamin 3/14-15.

[37] Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i, Baihaqi, dan yang lain. Hadits ini banyak memiliki jalur periwayatan, jika dikumpulkan maka derajatnya terangkat menjadi hadits hasan.

[38] Hadits hasan diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan Baihaqi dalam Sya’b Al-Iman.

[39] Majmu’ Al-Fatawa 5/36.

 

Editor : ded412

Tiga Kendaran Militer Pasukan Sekutu Hancur Atas Serangan Istisyhad Di Maiwand

KANDAHAR (jurnalislam.com) –  Laporan yang datang dari kabupaten Maiwand provinsi Kandahar selatan mengabarkan sebuah serangan syahid yang menargetkan tentara sekutu dan orang sewaan mereka, kemarin (05/06/2014).

Serangan itu dilakukan oleh seorang pejuang Imarah Islam Afghanistan (Samiullah dari Kandahar) yang melakukan Istisyhad dengan sebuah van yang telah dikemas ke arah konvoi musuh di sebuah jalan di Herat dekat pos Toro Aobo sekitar pukul 08:00 tadi malam.

Saksi mata mengatakan bahwa ledakan kuat menghancurkan 3 kendaraan musuh dan membunuh semua tentara boneka dalam konvoi. Bagian tubuh mereka terlempar ratusan meter dari lokasi ledakan, sementara informasi tentang kerugian dari pasukan asing (penjajah) belum diketahui.

Akhirnya musuh mengepung wilayah tersebut untuk waktu yang lama tadi malam dan melarang siapapun untuk masuk ke area yang dekat dengan lokasi kejadian.

Mujahidin Imarah Islam Afghanistan telah memerangi pasukan asing di berbagai belahan kabupaten Alburz provinsi Balkh Afghanistan selama dua hari terakhir, menewaskan sebanyak 52 pasukan musuh dan melukai lebih dari 35 orang lainnya, Al-Imarah News melaporkan.

Pada hari Kamis, Mujahidin Imarah Islam Afghanistan terlibat dalam pertempuran  dengan agen NDS yang dipimpin oleh kepala departemen NDS dan didukung oleh serangan udara pasukan sekutu yang menyebabkan terbunuhnya 14 mata-mata NDS dan lebih dari 18 agen terluka, sedangkan para Mujahid hanya mengalami luka-luka.

38 tentara musuh lainnya tewas sedangkan 17 lainnya luka-luka dalam bentrokan terpisah dengan Mujahidin di berbagai distrik Alburz provinsi Balkh selama dua hari terakhir, sehingga total korban tewas di pihak musuh berjumlah 52 orang dan cedera 35. Tiga Mujahidin mendapatkan kesyahidan dalam pertempuran sengit selama dua hari terakhir. [ded412/shahamat]

Zionis Israel Menutup Yayasan Al-Aqsa Palestina

PALESTINA (jurnalislam.com) – Pemerintah zionis Israel telah memerintahkan penutupan sebuah LSM Palestina yang ditujukan untuk membela Masjid Al-Aqsa Yerusalem dari pelanggaran yang dilakukan zionis Israel. Pasukan penjajah Israel menyerbu kantor LSM tersebut yang terletak di utara kota Nazaret dan menyita dokumen serta peralatan, menurut LSM Palestina lain.

"Pasukan besar zionis yang terdiri dari intelijen dan aparat polisi zionis menyerbu kantor Amarat al-Aqsa Institute di Nazareth dan memaksa karyawannya untuk pergi," Yayasan Aqsa untuk Wakaf dan Warisan, yang juga ditujukan untuk membela Al-Aqsa mengatakan dalam sebuah pernyataan.

"Selama serangan itu, tentara Israel menyita semua peralatan dan dokumen. Setelah itu mereka menutup asosiasi dan melarang kegiatannya berdasarkan perintah yang ditandatangani oleh Menteri Pertahanan zionis Moshe Ya'alon," tambah yayasan.

Tuduhan sepihak oleh zionis kepada LSM tersebut diantaranya adalah "menimbulkan ancaman bagi keamanan Israel, memberikan link untuk faksi perlawanan Palestina,Hamas," tambah yayasan dalam siaran pers.

Tahun lalu, kelompok ekstremis pemukim Yahudi – seringkali disertai dengan pasukan keamanan zionis Israel – telah berulang kali memaksa masuk ke kompleks Al-Aqsa. Pelanggaran tersebut seringkali membuat marah kaum Muslim Palestina dan sering  menyebabkan konflik.

Bagi umat Islam, Al-Aqsa merupakan tempat paling suci ketiga di dunia.

Penjajah Israel merebut Yerusalem Timur selama  Perang Timur Tengah tahun 1967. Kemudian menganeksasi kota suci pada tahun 1980, dan mengklaim sebagai ibukota negara Yahudi, langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat dunia internasional. [ded412/ News Desk]

Gaza Membutuhkan 7.8 Miliar $ Setara Dengan Rp 92.040.000.000.000, – Untuk Rekonstruksi

RAMALLAH (jurnalislam.com) – Biaya pembangunan dan pengembangan Jalur Gaza, yang telah dihantam serangan militer zionis Israel diperkirakan sebesar $ 7.800.000.000, seorang pejabat senior Palestina mengatakan pada hari Kamis (4/9/2014) .

Mohamed Shtayyeh, yang memimpin Dewan Ekonomi untuk Pembangunan dan Rekonstruksi Palestina yang berbasis di Ramallah, mengatakan dalam konferensi pers pada hari Kamis bahwa dibutuhkan $ 5.000.000.000 untuk memperbaiki kerusakan material yang disebabkan oleh serangan panjang Israel di Jalur Gaza, sementara proyek pembangunan di daerah kantong pantai membutuhkan $ 2.800.000.000.

"Luasnya kerusakan di Jalur Gaza belum pernah terjadi sebelumnya," kata Shtayyeh.

Dia menambahkan bahwa proses rekonstruksi akan memakan waktu lima tahun jika blokade Israel bertahun-tahun di Jalur Gaza dicabut, sehingga akan memudahkan pergerakan personil dan pasokan komoditas.

Dia juga mengatakan keuangan untuk rencana rekonstruksi harus "cepat" disediakan.

Shtayyeh mengatakan bahwa kerugian Palestina setelah serangan zionis Israel telah mengakibatkan kerugian ekonomi langsung dan tidak langsung senilai hampir $ 3 miliar.

Sebuah konferensi bagi donor internasional untuk rekonstruksi Jalur Gaza dijadwalkan bulan depan di Mesir.

Serangan penjajah Israel kemarin terhadap Jalur Gaza, yang dimulai pada tanggal 7 Juli, menyebabkan 2,147 warga Gaza tewas dan 11.000 lainnya terluka – sebagian besar dari mereka warga sipil – ribuan bangunan perumahan di seluruh wilayah hancur.  [ded412/AA]

 

Pemerintah Thailand Membentuk Tim Khusus Untuk Melakukan Pembicaraan Dengan Pejuang Muslim

THAILAND (jurnalislam.com) – Pemerintah Thailand sedang membentuk sebuah tim perunding perdamaian pada akhir minggu untuk menghidupkan kembali pembicaraan dengan pejuang Muslim, dewan militer mengatakan pada hari Rabu (3/9/2014).

Udomdet Sitabutr, sekretaris jenderal Dewan Nasional untuk Ketentraman dan Ketertiban (NCPO), mengatakan bahwa pembicaraan kesepakatan, yang dimediatori oleh Malaysia, "pasti bergerak maju" dan bahwa Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha akan menunjuk anggota tim untuk memimpin delegasi Thailand.

"Akan ada perwakilan tentara, pengacara dan akademisi di tim kami," kata Udomdet kepada wartawan.

Kelompok ini berbasis di Pattani, Yala dan Narathiwat, yaitu provinsi-provinsi di Thailand yang disebut "Deep South."

Thailand adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Perlawanan terhadap kekuasaan pemerintah pusat di tiga provinsi mayoritas Muslim telah ada di Thailand selama beberapa dekade, dan meningkat lagi pada tahun 2004.

Lebih dari 6.000 orang tewas sejak itu, menurut Deep South Watch, yang memonitor konflik. Pemerintah selalu gagal memadamkan konflik.

Awal pembicaraan perdamaian pada tahun 2013 dipuji oleh beberapa kelompok hak asasi, dan akademisi. Orang lain yang skeptis, mengatakan bahwa pemerintah sedang berbicara dengan kelompok pejuang Muslim.

Pembicaraan terhenti sebelum pemerintahan sipil terakhir tumbang oleh protes jalanan akhir tahun lalu, dalam krisis politik yang memuncak dengan pengadilan yang memerintahkan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra untuk mundur pada 7 Mei.

 

Militer merebut kekuasaan dalam kudeta 22 Mei.

Udomdet mengatakan Malaysia telah mengidentifikasi kelompok yang tepat untuk membawa ke pembicaraan babak berikutnya.

"Malaysia telah menemukan orang-orang yang tepat di balik masalah ini, yang siap untuk berbicara dengan kami," katanya, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. "Pembicaraan damai pasti akan berhasil." [ded412/ News Desk]