Pakar Hukum: Pemberi Perintah Santri Ikut Ngecor di Ponpes Bisa Terkena Sanksi Hukum

Pakar Hukum: Pemberi Perintah Santri Ikut Ngecor di Ponpes Bisa Terkena Sanksi Hukum

SURABAYA (jurnalislam.com)– Pakar Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair), Sapta Aprilianto, menegaskan bahwa pihak yang memerintahkan santri untuk ikut membantu pengecoran bangunan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, bisa dijerat sanksi hukum karena unsur kelalaian.

Diketahui, mushala tiga lantai di asrama putra Ponpes Al Khoziny ambruk pada Senin (29/9/2025) saat para santri sedang melaksanakan salat Ashar. Peristiwa tragis itu menewaskan 67 orang dan melukai 104 lainnya.

Berdasarkan hasil asesmen tim gabungan bersama pakar teknik sipil, penyebab ambruknya bangunan diduga akibat kegagalan konstruksi. Beberapa santri sebelumnya juga disebut ikut dalam proses pembangunan, termasuk membantu pengecoran.

Sapta menjelaskan bahwa dalam hukum pidana, tidak hanya pelaku langsung yang bisa dimintai pertanggungjawaban, tetapi juga pihak yang memerintahkan atau menganjurkan.

“Definisi pelaku bukan hanya orang yang melakukan, tetapi juga orang yang menyuruh melakukan, turut serta melakukan, atau menganjurkan orang lain untuk melakukan tindak pidana,” ujar Sapta kepada wartawan dikutip dari Kompas.com, Jumat (10/10/2025).

Ia menegaskan, dalam hukum terdapat dua bentuk kesalahan, yakni tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan tindakan karena alpa atau kelalaian.

Sapta mencontohkan, apabila seorang dosen menyuruh mahasiswa hukum memperbaiki AC di atap gedung hingga berujung kematian, maka hal tersebut termasuk unsur kelalaian.

“Kalau saya menyuruh mahasiswa hukum memperbaiki AC, lalu dia kesetrum dan meninggal, itu bentuk kelalaian,” jelasnya.

Menurutnya, orang yang memberikan perintah kepada pihak yang tidak memiliki keahlian di bidangnya bisa dikenai sanksi pidana jika perintah itu menimbulkan akibat fatal.

“Yang nyuruh juga salah, karena memerintahkan orang di luar bidangnya. Kalau dia tidak tahu kapasitas orang yang disuruh, itu kelalaian,” tambahnya.

Sapta juga menegaskan bahwa unsur kelalaian tidak dapat dihapus sekalipun pihak korban atau keluarganya mengaku ikhlas dan tidak menuntut.

“Keikhlasan korban tidak menghapus sifat pidana. Dalam teori hukum, nyawa yang hilang karena kelalaian tetap harus dipertanggungjawabkan,” tegasnya.

Ia menambahkan, untuk kasus ambruknya bangunan mushala Ponpes Al Khoziny, dibutuhkan penyidikan mendalam karena konstruksi bangunannya besar dan kompleks.

“Penganjur maupun pelaksana bisa sama-sama dimintai pertanggungjawaban pidana, tapi mengingat bangunannya besar, penyidik harus menelusuri secara detail,” pungkasnya.

Bagikan