MOSKOW (Jurnalislam.com) – Kegiatan AS di Suriah tenggara merupakan ancaman terhadap integritas negara, utusan presiden Rusia untuk Suriah mengatakan pada hari Kamis (29/11/2018).
Berbicara pada konferensi pers menyusul pertemuan rutin di Astana – yang menjadi tuan rumah pembicaraan damai Suriah ke 11 -, Alexander Lavrentyev mengatakan oposisi Suriah terganggu oleh kegiatan AS di wilayah At Tanf, Suriah tenggara.
“Patut dicatat bahwa para wakil dari oposisi Suriah, yang mengadakan pembicaraan yang cukup produktif hari ini dengan kami, menekankan ketidaksukaan mereka terhadap situasi saat ini (di Suriah tenggara).
“Mereka mengakui bahwa, menurut perkiraaan mereka, Amerika, memang, cenderung memecah belah, seraya pada saat yang sama juga menunjukkan komitmen terhadap prinsip-prinsip kedaulatan, integritas teritorial, dan persatuan (tidak memecah belah) Suriah,” dia berkata.
Rusia terus-menerus mengungkapkan keprihatinan atas zona 55 km, “yang ditempati” oleh AS, menurut kata-kata Rusia, dekat wilayah At Tanf, di tepi timur sungai Eufrat.
Baru-baru ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan bahwa AS telah melatih militan di pangkalan militer At Tanf.
Otoritas Rusia, termasuk Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, terus mengatakan bahwa AS bermaksud untuk menciptakan “negara kuasi” yang mendasarkan pada penduduk Kurdi, yang dominan di wilayah tersebut.
Moskow bersikeras bahwa kehadiran dan tindakan AS di kawasan itu ilegal dan melanggar integritas teritorial Suriah.
Lavrentyev, yang juga kepala delegasi Rusia di pembicaraan Astana mengenai Suriah, menilai bahwa pembicaraan dengan oposisi Suriah berjalan dengan “konstruktif”.
Baca juga:
-
AS Latih Milisi di Perbatasan Suriah-Irak, Rusia: Kami Akan Serang
-
Jubir Rusia: Turki Terus Bekerja Keras untuk Penuhi Kesepakatan Idlib
-
Rusia Tolak Pembayaran Rudal S-400 dengan Dolar AS
-
Oposisi Suriah Tolak Pengerahan Pasukan Rusia ke Zona Demiliterisasi Idib
-
White Helmets Kini Jadi Target Pasukan Assad dan Rusia (wawancara khusus bag 1)
Mengenai situasi di provinsi Idlib di Suriah barat laut, dia mengatakan sulit untuk mengatakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. Semua pihak, dia menambahkan, “dengan tulus ingin” melakukannya.
Setelah pertemuan 17 September di Sochi antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan timpalannya dari Rusia, Vladimir Putin, kedua belah pihak sepakat untuk membentuk zona demiliterisasi – di mana tindakan agresi secara tegas dilarang – di Idlib.
Berdasarkan kesepakatan itu, kelompok-kelompok oposisi di Idlib akan tetap berada di daerah-daerah di mana mereka sudah menempati, sementara Rusia dan Turki akan melakukan patroli bersama di daerah itu untuk mencegah pertempuran kembali terjadi.
Pada 10 Oktober, Kementerian Pertahanan Turki mengumumkan bahwa oposisi Suriah dan faksi-faksi jihad lainnya telah menyelesaikan penarikan senjata berat dari zona demiliterisasi Idlib.
Meskipun perjanjian gencatan senjata telah disepakati, rezim Syiah Nushairiyah Assad dan sekutunya masih melanjutkan serangan intensitas rendah mereka di zona eskalasi Idlib.
Konflik di Suriah dimulai pada 2011 ketika rezim Syiah Assad membantai para demonstran dengan keganasan militer yang tidak terduga.