Ulama dan Politik

Ulama dan Politik

JAKARTA (Jurnalislam.com) –

“Darah Ulama seperti racun bagi orang yang menyentuh atau meminumnya, sebab Ulama adalah orang-orang yang dipilih Allah sebagai pewaris Nabi dan Rasul, hati-hatilah bersikap kepada Ulama jika tidak memahaminya” seru ustadz Bachtiar Nasir (UBN) pada pembuka khutbah jumat bertema “Ulama dan Politik” di masjid AQL Islamic Center siang tadi.

Ia sangat miris dengan kondisi tanah air akhir-akhir ini, persoalan ulama dan politik merambah kepada situasi yang tidak menguntungkan umat Islam, terutama dengan cacatnya maruah ulama dan kelembagaan ulama di Indonesia. Hal ini sangat merugikan umat Islam karena ulama adalah faktor penting dalam kepemimpinan umat.

UBN mengungkapkan, semua ini ada yang merekayasa, dan pastinya kelompok anti agama yang menginginkan ini terjadi. Kelompok anti agama dengan kemunafikannya melakukan upaya-upaya busuk untuk membenturkan antar umat beragama atau intra umat beragama.

Dalam situasi seperti ini, UBN dalam khutbahnya mengimbau agar umat Islam tetap konsisten berjalan diatas nilai-nilai Al-Quran dan As-Sunnah dalam menyikapi persoalan ulama dan politik, menghindari perpecahan dan fitnah terutama di sosial media yang dapat menyebabkan sikap persekusi kepada ulama.

Kemudian UBN menjelaskan pengertian ulama dalam bahasa Arab yang dikenal dengan kata ‘alim berasal dari kata ‘alima ya’lamu artinya yang mengerti tentang hukum-hukum Allah, sunnah-sunnah Rasul dan mengambil istinbath. Dalam Al-Quran, kata dia, ada kata ulama, seperti diistilahkan imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, yaitu ulama Su’ dan ulama warasatul anbiya. Ulama Su’ seperti yang dijelaskan surat Asy-Syu’aro yaitu ahlul kitab yang mengajak kemungkaran dan mencegah kebaikan.

Sedangkan ulama Warasatul Anbiya seperti dijelaskan pada QS Fathir ayat 28 yaitu hamba-hamba yang takut pada Allah hanyalah para ulama. Yang dimaksud adalah ulama-ulama yang dengan ilmunya mereka takut kepada Allah.

Akhir-akhir ini khususnya di Indonesia, sering mudahnya pemberian gelar ulama pada seseorang yang dilakukan oleh orang-orang awam, apakah itu karena tokoh yang dianggap soleh dan bersorban kemudian disebut ulama, atau pemimpin organisasi tanpa kedalaman ilmu tafsir dan bahasa Arab diberi gelar ulama. Hal ini terjadi bisa disebabkan tidak adanya lembaga akreditasi ke-ulama-an.

Kapan Seseorang Disebut Ulama?

UBN mengambil pendapat Ibnu Taimiyah, pada seseorang terkumpul ilmu dan standar keilmuan tersebut minimal mengenal hukum-hukum Allah yang tertuang pada kitab-Nya dan mampu mengambil secara cerdas untuk itu dengan rasa takut, menguasai ilmu-ilmu tentang sunnah Rasul dan diberi kemampuan untuk mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pemberian gelar ulama bukan dilakukan oleh orang awam, melainkan oleh orang-orang yang memiliki kesetaraan ilmu dan memiliki kepakaran ilmu dalam keagamaan.

Tentang ‘Ulama dan Politik’ pimpinan AQL Islamic Center ini menerangkan, memang ketegangan pernah terjadi pada awal-awal sejarah Nabi dan Rasul antara ulama dan penguasa. “Seperti halnya Ibrahim dan Namrud, Musa dan Fir’aun, Zakariya dan Yahya yang disembelih oleh penguasa, kemudian nabi Yusuf yang dipenjarakan,” ungkapnya.

Ulama ada yang bukan pejuang, pejuang ada yang bukan ulama, tetapi ada ulama yang ia pun pejuang, yang berani mengambil resiko berhadapan dengan penguasa, baik penguasa yang ada diinegerinya sendiri atau pun penguasa-penguasa dzalim lainnya di muka bumi.

Menyoal Ulama

Baik di dunia maupun Indonesia sejauh pengetahuan yang diketahui olehnya, banyak aktifis-aktifis yang sebenarnya belum sampai pada derajat ulama kemudian oleh umat dijuluki ulama, hal ini sangat berbahaya.

“Seharusnya orang-orang seperti ini sadar akan posisinya karena akan membahayakan umat, meskipun mereka berada dalam organisasi ke-ulama-an, ini menjadi catatan penting karena di Indonesia belum ada lembaga akreditasi ulama,” jelasnya.

Meskipun begitu, setidaknya umat dapat melihat, ulama mana yang takut kepada Allah dengan ilmunya dan mana ulama ‘pelacur keduniaan’ yang menjual agama hanya untuk kepentingan dunia.

Bukan berarti salah jika ulama dekat dengan penguasa, seperti halnya Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali mereka adalah ulama yang juga pemimpin, namun mereka mendahului itu dengan dakwah dan meraih kepimpinan bukan didasari atas syahwat ingin berkuasa, dimana kala itu para sahabat sulit untuk menentukan yang menjadi penguasa.

“Berbeda dengan konteks hari ini dimana ulama berlomba untuk menjadi penguasa dengan upaya yang menampakan kecintaannya pada dunia,” kata UBN.

Dengan kekhawatiran kondisi sekarang ini, ia menganjurkan kepada para asatidz, para cendekiawan, dan para bakal calon ulama lapis kedua, untuk merapatkan barisan, bersatu, memperbaiki kembali kepemimpinan ummat kedepan.

Diakhir pesannya, UBN menjelaskan posisi ulama menjadi bawahan umaro tidak pernah terjadi. Dapat diambil pelajaran kisah Imam Abu Hanifah yang dipaksa dan disiksa menjadi Qodi hakim agung pada masanya. Imam Abu Hanifah menolak karena khawatir jika ia dibawah pemimpin yang jahat akan mempengaruhi persoalan yang besar.

Kemudian Imam Ahmad Ibnu Hambali dipersekusi, dipenjara hanya karena tidak ingin mengatakan Al-Quran adalah kudus sebagai kitab suci yang terbatas waktu. “Lalu dari negeri kita sendiri Buya Hamka, yang dikhianati muridnya sendiri, difitnah mengkhianati negeri ini, diinterogasi selama 15 hari siang malam tanpa istirahat kecuali saat makan dan shalat, hanya untuk mengakui kesalahan yang tidak pernah dilakukan, mereka para ulama yang tidak pernah gentar.”

“Itulah sikap-sikap ulama cerdas. Ulama Robbani warosatul anbiya seperti ini yang harus menjadi panutan,” pesan dia.

Diujung khutbahnya UBN kembali menegaskan “Hati-hati, darah ulama adalah racun, tinta-tintanya ulama jauh lebih hebat dari hunusan pedang, bedil-bedil para penguasa. Jika umat ingin tetap lurus, maka hormatilah ulama, tentunya ulama Robbani warasatul anbiya” pungkasnya.

Penulis: Jumi Yanti Sutisna

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.