AUSTRIA (Jurnalislam.com) – Tokoh masyarakat Muslim di Austria mengatakan kepada Anadolu Agency mereka khawatir tentang langkah baru pemerintah untuk melarang mengenakan pakaian seluruh tubuh dan penutup wajah yang digunakan beberapa perempuan Muslim di depan umum, Rabu (01/02/2017).
Anadolu Agency mendengar kekhawatiran tersebut setelah Partai Demokrat Sosial dan Partai Rakyat Austria – mitra koalisi dalam pemerintahan – memperkenalkan program berisi 44-item yang juga mencakup beberapa pembatasan warga asing dan imigrasi.
Dalam sebuah pernyataan hari Senin, pemerintah Austria mengatakan: “Kami percaya akan masyarakat terbuka yang juga didasarkan pada komunikasi yang terbuka. Cadar seluruh tubuh di ruang publik bertentangan dengan hal itu dan karena itu akan dilarang.”
Ibrahim Olgun, presiden Komunitas Islam Austria, mengatakan meskipun Austria adalah negara demokrasi larangan itu akan berarti bahwa Austria kehilangan nilai-nilai demokrasinya.
“Kami menentang larangan jilbab (niqab) di setiap tempat. Sikap kami tentang hal ini sudah jelas. Jika pemerintah ingin menetapkan larangan jilbab, kami akan berjuang dengan menerapkan segala cara hukum,” katanya.
“Kita tidak bisa memahami larangan burqa (niqab) di tempat umum. Ada orang yang tidak menetap di negara ini, ada wisatawan. Jelas kita bereaksi terhadap larangan burqa.”
“Saya tidak berpikir larangan ini hanya tentang kami. Saya bertanya dengan jelas, apa pendapat Kementerian Pariwisata tentang masalah ini,” tambah Olgun.
Dia mengatakan komunitas Muslim menentang penetapan larangan bagi semua simbol agama, dan menyatakan bahwa mereka mengharapkan orang-orang dari latar belakang yang berbeda untuk menghormati nilai-nilai agama mereka.
Juru bicara Pemuda Muslim Austria (Muslim Youth of Austria) Canan Yasar meminta pemerintah untuk menghindari diskriminasi terhadap perempuan.
Dia mengatakan larangan itu akan mengirim pesan ke banyak wanita di Austria bahwa “Anda tidak termasuk di sini, Anda bukan warga negara yang sama-setara”.
“Pesan yang diberikan pemerintah kepada warganya seharusnya bukan ini,” tambahnya.
“Austria memberikan komunikasi berbasis saling menghormati dengan warga Muslim. Dengan sikap ini, pemerintah bergeser menjadi negara yang mengatur pakaian wanita menurut hukum,” katanya.
Jaringan Masyarakat Sipil Muslim Austria (Muslim Civil Society Network) mengatakan meskipun teks hukum tidak menyebutkan “jilbab (niqab),” larangan akan berlaku bagi petugas polisi, hakim dan jaksa.
“Pesan ini benar-benar bencana,” kata kelompok itu dan menegaskan, “Hal ini menandakan bahwa Muslim tampaknya akan diterima di Austria hanya jika mereka meninggalkan pendidikan dan melayani pasar tenaga kerja, atau sama dengan hanya di segmen terendah.”
“Kami menuntut kejelasan detasemen politik Austria dari gaya populis otoriter yang mendorong minoritas dan perempuan ke pinggiran masyarakat dan mengisolasi serta mengkriminalisasi mereka bukannya membuat kontribusi yang konstruktif untuk integrasi dan kesetaraan,” kata LSM tersebut.
Walaupun frase “jilbab” tidak termasuk dalam program pemerintah yang telah disiapkan, komunitas Muslim menafsirkannya sebagai keinginan untuk melarang jilbab.