Siap Hadapi Rusia dan Rezim, Pejuang Suriah Tolak untuk Pergi dari Ghouta Timur

Siap Hadapi Rusia dan Rezim, Pejuang Suriah Tolak untuk Pergi dari Ghouta Timur

GHOUTA (Jurnalislam.com) – Pejuang Suriah di Ghouta Timur “menolak untuk tinggalkan Ghouta” dan telah menegaskan kembali bahwa mereka akan mempertahankan wilayah tersebut, dengan mengatakan bahwa penarikan mundur yang diusulkan oleh Rusia bukanlah suatu tawaran serius, seorang juru bicara salah satu kelompok oposisi bersenjata di wilayah tersebut mengatakan kepada Al Jazeera.

Wael Olwan, dari Failaq al-Rahman (Legiun Rahman), sebuah kelompok bersenjata utama yang terkait dengan the Free Syrian Army di Ghouta Timur, mengatakan pada hari Rabu (07/03/2018) bahwa Moskow berkeras menggunakan eskalasi militer sebagai sarana untuk menyebabkan “perpindahan (pengungsian) massal.”

“Kebrutalan Rusia menyebabkan perpindahan (pengungsian) massal adalah kejahatan perang yang tidak bisa diabaikan,” katanya.

Rezim Assad Tidak Mampu Rebut Sejengkal Tanah Pun dari Faksi Jihad Ghouta Timur

Sebelumnya pada hari Rabu, Reuters News Agency melaporkan bahwa seorang juru bicara militer untuk sebuah kelompok oposisi yang tidak disebutkan namanya mengatakan bahwa mereka tidak akan menerima negosiasi yang diajukan oleh Rusia.

“Tidak ada negosiasi mengenai masalah ini,” Hamza Birqdar mengatakan kepada Reuters dalam sebuah pesan teks, mengacu pada tawaran Rusia untuk membiarkan oposisi dan keluarga mereka keluar dengan selamat dari Ghouta Timur yang dikepung.

“Fraksi jihad Ghouta dan pejuang mereka dan rakyatnya menguasai tanah mereka dan akan mempertahankannya,” Birqdar menambahkan.

Korban Tewas di Ghouta Akibat Serangan Brutal Rezim Assad dan Rusia Capai 800 Orang

Sementara itu, rezim Syiah Assad mengatakan akan mengirim bala bantuan, termasuk 700 milisi, untuk bergabung dalam pertempuran melawan kelompok oposisi demi mengalahkan mereka di kubu besar terakhir mereka, kata the Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) pada hari Rabu.

Daerah pinggiran Damaskus telah berada di bawah kontrol Oposisi sejak pertengahan 2013. Tak lama kemudian, Presiden rezim Syiah Suriah Bashar al-Assad memberlakukan pengepungan dan blockade di wilayah tersebut, yang menampung sekitar 400.000 orang.

Selama bertahun-tahun, dan setelah beberapa operasi pengeboman yang dipimpin rezim untuk mengusir kelompok oposisi bersenjata, penduduk daerah kantong tersebut menderita krisis kemanusiaan yang sekarang semakin memburuk.

Sejak 18 Februari, pesawat tempur rezim assad yang didukung agresor Rusia mengintensifkan pemboman mereka terhadap pemukiman Ghouta Timur, menewaskan sedikitnya 770 warga sipil sampai saat ini, menurut SOHR.

SOHR baru-baru ini menjuluki serangan tersebut sebagai “serangan paling berdarah” yang belum pernah dialami negara tersebut dalam enam tahun konfliknya. Pejabat kesehatan di daerah yang dikepung mengatakan pasukan rezim Syiah Suriah menggunakan gas klorin dalam operasi pengeboman udara terakhir mereka.

Hingga Kemarin Rezim Syiah Assad Tetap Bantai Warga Sipil Ghouta, 38 Tewas

Sebuah resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyerukan gencatan senjata 30 hari serta gencatan senjata yang disponsori Rusia gagal mengevakuasi penduduk yang terjebak juga gagal mendistribusikan arus bantuan kemanusian yang sangat dibutuhkan termasuk makanan dan obat-obatan karena serangan rezim Assad.

Serangan darat yang diluncurkan oleh pasukan rezim Assad untuk menembus ke daerah kantong terbukti tidak berhasil sejauh ini, walaupun tentara Suriah terus memerangi pejuang Ghouta dari berbagai sisi.

Klaim bahwa pasukan rezim Suriah dan sekutu pro-pemerintah telah menguasai lebih dari sepertiga wilayah kantong tersebut digambarkan sebagai “tidak akurat” oleh para aktivis di lapangan.

Konfrontasi yang sedang berlangsung telah menyebabkan banyak orang yang tinggal di pinggiran untuk pindah ke Douma, salah satu kota terbesar di Ghouta Timur, yang berada di tengah daerah kantong.

Di antara kota-kota kecil di pinggiran daerah kantong adalah Misraba dan Al-Shifoniyah – yang ditargetkan terutama karena dekatan dengan pertempuran.

WHO: Konvoi Bantuan Obat-obatan dan Peralatan Medis ke Ghouta Disita Rezim Assad

Ali Al Khouli, seorang jurnalis independen yang berbasis di Misraba, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa sedikitnya 1.000 keluarga telah pergi ke Douma sejak hari Selasa.

“Sekitar 5.000 orang telah pergi kemarin, dan hari ini,” katanya pada hari Rabu pagi dari kota yang menampung sekitar 7.000 keluarga.

Menurut Khouli, dari jumlah tersebut, sekitar 3.000 keluarga mengungsi karena mereka datang untuk mencari perlindungan di Misraba dari desa-desa terdekat lainnya di daerah kantong tersebut.

Operasi pemboman rezim Nushairiyah Suriah “tanpa henti” di Ghouta Timur dan di Misraba khususnya, telah “sepenuhnya” merusak sebagian besar bangunan dan infrastruktur kota tersebut, kata Khouli.

“Penduduk takut,” katanya, “Mereka tidak ingin tentara rezim mencapai rumah mereka dan membunuh mereka serta keluarga mereka,” kata Khouli.

“Begitu banyak yang memutuskan untuk pergi, terutama mereka yang tinggal di lahan pertanian yang relatif terbuka, tidak hanya ke Douma tapi ke kota-kota pusat lainnya seperti Harasta,” jelasnya,

“Setiap jam, sedikitnya lima serangan udara akan menggempur daerah itu.”

Pembukaan kembali operasi udara pada hari Selasa terjadi tak lama setelah sebuah konvoi bantuan tidak dapat menurunkan persediaan kepada penduduk yang terjebak di dalam kantong tersebut, setelah berhasil melewati sebuah pos pemeriksaan yang dikendalikan rezim untuk pertama kalinya dalam waktu hampir sebulan.

Para pekerja bantuan mengatakan bahwa tentara rezim Syiah Suriah menyita banyak pasokan di truk, memblokir pengiriman sekitar 70 persen pasokan medis.

Bagikan