TEHERAN (jurnalislam.com)– Situs nuklir utama Iran di Provinsi Isfahan menjadi sasaran serangan udara Israel pada Sabtu pagi (21/6/2025), dalam eskalasi terbaru konflik Timur Tengah yang kini memasuki pekan kedua. Pejabat setempat menyatakan tidak ada kebocoran radiasi akibat serangan tersebut.
Asap terlihat mengepul dari kawasan pegunungan dekat kota Isfahan setelah serangan semalam yang memicu sistem pertahanan udara Iran. Ini adalah serangan kedua yang terjadi di Isfahan sejak konflik memanas.
Menurut Kementerian Kesehatan Iran, serangan udara dan rudal yang dilancarkan sejak awal konflik telah menewaskan sedikitnya 430 orang dan melukai hampir 3.500 lainnya di seluruh Iran. Namun, tidak ada korban jiwa yang dilaporkan dari serangan terbaru di Isfahan.
Sementara itu, media Iran juga melaporkan bahwa pasukan Israel menargetkan sebuah instalasi militer di kota Shiraz, Provinsi Fars, Iran selatan.
Di pihak Israel, ledakan terdengar di atas langit Tel Aviv. Sejumlah bangunan dilaporkan terbakar. Layanan darurat merilis gambar kebakaran di atap sebuah gedung hunian bertingkat di kawasan Israel tengah, yang menurut laporan lokal disebabkan oleh puing rudal Iran yang berhasil dicegat namun jatuh di area permukiman.
Otoritas Israel melaporkan sedikitnya 24 orang tewas akibat serangan rudal Iran ke wilayah mereka, menjadikan ini sebagai salah satu konflik paling mematikan antara kedua negara dalam beberapa dekade terakhir.
Dalam perkembangan terpisah, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz menyatakan bahwa militer Israel telah membunuh Saeed Izadi, kepala Korps Palestina dari Pasukan Quds—sayap eksternal Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC)—dalam sebuah serangan udara terhadap sebuah apartemen di kota suci Qom, Iran.
Katz menyebut pembunuhan Izadi sebagai “pencapaian besar intelijen Israel dan Angkatan Udara”, dan menuduhnya sebagai tokoh utama yang membiayai dan mempersenjatai kelompok Hamas menjelang serangan ke Israel pada 7 Oktober 2023. Meski media Iran menyebut lima anggota IRGC tewas dalam serangan Israel, nama Izadi tidak termasuk di antara mereka.
Sebagai informasi, Izadi masuk dalam daftar sanksi Amerika Serikat dan Inggris.
Permusuhan antara kedua negara pecah sejak 13 Juni, ketika Israel meluncurkan gelombang serangan udara ke sejumlah lokasi di Iran, termasuk fasilitas militer dan nuklir. Serangan tersebut memicu balasan dari Teheran dalam bentuk serangan rudal dan drone.
Israel mengklaim bahwa operasi militer mereka bertujuan mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. Namun, berdasarkan penilaian Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan intelijen Amerika Serikat, belum ditemukan bukti bahwa Iran sedang membangun bom nuklir, meski level pengayaan uranium Iran telah melebihi batas kebutuhan sipil.
Presiden AS Donald Trump membantah klaim tersebut dan menyebut kepala intelijen AS, Tulsi Gabbard, “salah” karena menyatakan Iran tidak sedang mengembangkan senjata nuklir.
Juru bicara pemerintah Iran, Fatemeh Mohajerani, kepada Al Jazeera mengatakan bahwa Teheran tetap terbuka untuk jalur diplomasi, termasuk dalam forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Kami percaya pada pentingnya mendengarkan pihak lain. Itulah sebabnya para diplomat kami berada di Jenewa. Tapi diplomasi sejati hanya bisa dimulai jika dunia mengakui bahwa Iran telah diserang lebih dulu oleh Israel,” tegas Mohajerani.
Sementara itu, jurnalis Al Jazeera Tohid Asadi melaporkan dari Teheran bahwa warga sipil Iran kini berada dalam tekanan berat akibat serangan yang tidak hanya menyasar instalasi militer, tetapi juga kawasan permukiman.
“Banyak warga Ibu Kota memilih mengungsi. Tapi kita harus ingat, ada lebih dari 10 juta orang tinggal di Teheran dan 14 juta di seluruh provinsinya. Ini memberikan tekanan luar biasa bagi wilayah sekitar,” ujarnya. (Bahry)
Sumber: Al Jazeera