Perundingan Astana Hari Kedua: Mulai dari Menolak Iran Hingga Isu JFS

Perundingan Astana Hari Kedua: Mulai dari Menolak Iran Hingga Isu JFS

ASTANA (Jurnalislam.com) – Rusia,Turki dan Iran berjanji untuk memperkuat gencatan senjata yang rapuh di Suriah, namun negosiator oposisi menyatakan keberatan atas peran Iran dalam memantau gencatan senjata, Aljazeera melaporkan, Selasa (24/01/2017).

Tiga kekuatan regional pada hari Selasa di ibukota Kazakhstan, Astana, mengumumkan penciptaan mekanisme trilateral untuk mengamati dan memastikan dipatuhnya gencatan senjata, yang telah ada sejak akhir Desember.

Tiga kekuatan regional tersebut juga sepakat bahwa kelompok yang mewakili oposisi dalam pertemuan pekan ini, akan mengambil bagian dalam putaran baru pembicaraan perdamaian yang dipimpin PBB bulan depan di Jenewa.

Osama Abu Zaid, penasihat hukum untuk Tentara Pembebasan Suriah (the Free Syrian Army-FSA), mengatakan partisipasi oposisi dalam pembicaraan Jenewa tergantung pada apakah tuntutan mereka, yang dipresentasikan kepada Rusia, diterima.

“Kami menyajikan skema mekanisme untuk memantau dan melaksanakan gencatan senjata,” kata Abu Zaid saat press briefing tak lama setelah pernyataan bersama itu dibuat.

“Rusia telah berjanji untuk meninjau [tuntutan kami] dalam sepekan dan mengatakan akan membuat keputusan dengan Turki selama pertemuan mereka di Astana setelah tujuh hari.”

Pernyataan trilateral bersama juga menetapkan bahwa pemerintah Suriah dan oposisi sepakat untuk bersama-sama melawan IS (Islamic State) dan Jabhat Fath al Sham (JFS), dan tidak memasukkan mereka dalam kelompok gencatan senjata, namun para pejabat oposisi membantah bahwa mereka tidak membahas JFS harus dikeluarkan dari gencatan senjata.

Komunike menggunakan nama Jabhah Nusrah untuk kelompok yang sekarang dikenal sebagai Jabhat Fath al Sham, yang berganti nama tahun lalu.

Jabhat Fath al Sham adalah salah satu pemain terkuat di darat dan sering berjuang bersama unsur oposisi yang diwakili di Astana.

“Ini adalah pernyataan bersama oleh tiga negara. Bukan pernyataan kami, kami bukan pihak yang menandatangani perjanjian ini. Ini adalah perjanjian antara Rusia, Iran dan Turki. Mereka dapat menandatangani perjanjian yang mereka inginkan. Tapi dari pihak kami, kami mengatakan kami memiliki banyak tuntutan,” kata Abu Zeid.

Perwakilan oposisi juga mengatakan keberhasilan perundingan akan tergantung pada penghapusan semua milisi asing dukungan Iran [milisi Syiah Iran, Irak, Afghanistan dan Lebanon] dari Suriah dan kemampuan Moskow dan Ankara untuk memastikan bahwa Iran mematuhi perjanjian.

Dua hari pembicaraan Astana, yang diselenggarakan oleh Rusia dan Turki, terjadi saat Moskow memimpin diplomatik dalam perang Suriah setelah intervensi militer 2015 yang membuat gelombang konflik makin panas dalam mendukung rezim Syiah Suriah Bashar al-Assad.

Sebelum pertemuan dimulai, pengamat berharap melihat negosiasi tatap muka pertama antara pemerintah dan perwakilan dari oposisi bersenjata sejak pertempuran dimulai pada tahun 2011, tetapi oposisi menolak untuk berpartisipasi dalam pembicaraan langsung karena pertempuran masih berlanjut di daerah wilayah baru di luar ibukota, Damaskus, dan menolak proposisi Iran yang mungkin akan menjadi penjamin ketiga – di samping Rusia dan Turki – dalam komunike akhir gencatan senjata.

Delegasi Rusia menghabiskan dua hari bolak-balik antara pertemuan dengan pemerintah Suriah, Iran – salah satu sekutu terkuat mereka, dan pertemuan dengan oposisi dan Turki, pendukung utama kelompok oposisi yang beroperasi di negara tersebut.

Pembicaraan tersebut menandai awal dari inisiatif diplomatik terbaru untuk mengakhiri perang hampir enam tahun yang telah menyebabkan banyak kehancuran, menewaskan hampir setengah juta orang, dan membuat setengah dari populasi mengungsi.

Pemimpin delegasi rezim Suriah, Bashar al-Jaafari, mengatakan kepada wartawan hari Selasa bahwa pertemuan berhasil mencapai tujuan konsolidasi penghentian permusuhan untuk jangka waktu tetap dan membuka jalan bagi dialog antara Suriah.

Tapi baik Jaafari juga Staffan De Mistura, utusan khusus PBB untuk Suriah, tidak bisa memberikan rincian spesifik tentang bagaimana mekanisme tiga-arah yang baru didirikan dapat membantu meningkatkan gencatan senjata dan mencegah kekerasan lebih lanjut.

De Mistura hanya mengatakan PBB siap membantu pihak-pihak dalam mekanisme trilateral dan memastikan bahwa mekanisme trilateral akan membantu memperkuat kualitas gencatan senjata.

Di tempat lain, oposisi telah menyerukan penghentian segera serangan pemerintah di Wadi Barada, sebuah daerah di pedesaan Damaskus yang menjadi lokasi pasokan air utama ibukota.

Tapi Jaafari mengatakan pada hari Selasa bahwa operasi akan terus berlangsung untuk mendorong “jihadis” dari daerah.

“Ini adalah tentang membebaskan sumber utama air,” kata Jaafari. “Selama ada orang yang merampas air bagi tujuh juta orang di ibukota, kita akan melanjutkan operasi.”

Rezim Assad menuduh mujahidin Jabhat Fath al-Sham bertanggung jawab karena memotong pasokan air bagi 5,5 juta warga Suriah di Damaskus sejak akhir Desember.

Wakil oposisi membantah tuduhan itu, mengatakan bahwa Jabhat Fath al-Sham tidak hadir di daerah tersebut dan bahwa pemboman itu justru dilakukan rezim yang semestinya bertanggung jawab karena mengganggu pasokan air.

Pada satu titik selama pembicaraan Astana, oposisi juga mengancam akan menarik diri dari pembicaraan jika rezim Assad menolak untuk menghentikan serangan mereka di sana.

Bagikan