Muhammadiyah Yogyakarta Dorong Pemerintah Biasakan Muslimah Berjilbab di Sekolah

Muhammadiyah Yogyakarta Dorong Pemerintah Biasakan Muslimah Berjilbab di Sekolah

YOGYAKARTA(Jurnalislam.com) — Isu jilbab bagi peserta didik Muslimah di sekolah akhir-akhir ini menyeruak serta menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Pro-kontra bermula dari perbedaan persepsi pemakaian jilbab bagi peserta didik Muslimah di sebuah sekolah negeri.

Guru berpandangan memakai jilbab bagi Muslimah merupakan pelaksanaan salah satu ajaran agama dan usaha untuk membentuk ahlak mulia. Namun, sebagian orang yang menganggapnya sebagai pemaksaan, sehingga menimbulkan permasalahan.

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY mengeluarkan pernyataan sikap soal berjilbab bagi peserta didik muslimah di sekolah negeri. Ketua PWM DIY, Gita Danu Pranata, menutup aurat dengan berjilbab merupakan ajaran agama Islam.

Karenanya, penggunaan jilbab di sekolah dinilai selaras dengan tujuan pendidikan nasional yang membentuk pribadi beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME.

Gita menyatakan bahwa pemerintah selaku penyelenggara pendidikan seharusnya dapat memberi pembinaan, perlindungan dan menjamin kenyamanan bagi guru dalam melaksanakan tugas utama, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi.

Hal itu untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, termasuk dalam membimbing, mengarahkan dan melatih peserta didik Muslimah. Sehingga, peserta didik dibiasakan berjilbab atau berbusana Muslimah untuk membentuk ahlak mulia dari peserta didik tersebut.

Jika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan pendidikan, maka sesuai prinsip pendidikan penyelesaian setiap masalah perlu mengedepankan prinsip edukatif dengan membuka ruang dialog bagi setiap tindakan yang dianggap kurang tepat.

“Sehingga, semua masalah pendidikan dapat diselesaikan dengan baik karena pada dasarnya setiap guru tersebut pasti berniat baik dan mulia,” kata Gita.

Bila setiap persoalan dalam pendidikan diselesaikan dengan pendekatan hukuman kepada guru yang dianggap melakukan tindakan kurang tepat, maka dikhawatirkan di sekolah terjadi hubungan antara guru dengan peserta didik yang bersifat formalistik-kontraktual.

Guru akan berpandangan tugasnya sebatas mengajar dan tidak mendidik, membimbing, mengarahkan dan melatih dalam sikap dan perilaku karena takut salah dan dihukum. Padahal, pendidikan, pembentukan karakter dan ahlak mulia tanggung jawab bersama antara orang tua, pemerintah, sekolah dan masyarakat.

Sehingga, Gita menekankan, setiap unsur tersebut diharapkan saling mendukung untuk mewujudkan suasana yang kondusif bagi pendidikan dan menyelesaikan tiap persoalan pendidikan di sekolah. Dengan mengedepankan asas-asas musyawarah, dialogis antara orang tua, peserta didik dan guru,” ujar Gita.

Sumber: republika.co.id

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.