“Pernyataan Trump itu merupakan bentuk kesombongan dan arogansi yang harus ditentang”
Oleh: Muhammad Fajar, Jurnalis Media Islam
JURNALISLAM.COM – BOOM. Sebuah ledakan yang mengguncang peradaban seketika terjadi. Bak gempa berskala 7 richter lebih menerpa jutaan manusia. Sebuah pernyataan yang telah berhasil membuat dunia ini gaduh, perdamaian terusik, dan religiusitas memerah.
Celoteh salah satu pimpinan negara super power menabrak sendi hukum internasional. Melanggar pelbagai resolusi perdamaian yang digaungkan oleh Perserikatan bangsa-bangsa alias PBB. Bagaimana tidak? PBB telah menyusun secara rapih ketentuan tersebut. Ketentuan kemerdekaan dan batas wilayah negara yang pertama kali mengakui kedaulatan merah putih.
Ialah Donald Trump, Presiden Amerika Serikat (AS) pengganti Barack Obama, presiden yang telah habis menjalani 2 periode kepemimpinan. Tepatnya pada Rabu, 6 Desember 2017. Dengan arogansinya ia berucap tentang negara Yahudi, Israel. Lantang dan tegas ia katakan Ibukota negara Israel sudah saatnya berpindah ke Yerusalem, jantung wilayah negara Palestina.
Gayung pun bersambut. Penentangan akan kearogansian Trump bermunculan seperti bunga mawar yang akan mekar, kecambah yang akan memiliki batang, juga telur ikan yang mulai menetas.
Penentangan Dunia
Dimulai dari tuan rumah penyelenggara Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Turki. Erdogan, sang pemimpin negara tersebut dengan lantang menentang kebijakan sepihak Trump.
“Trump, Yerusalem adalah garis merah bagi umat Islam. Kami minta kepada AS sekali lagi. Anda tidak dapat mengambil langkah seperti ini,” Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada sebuah pertemuan kelompok parlemen dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) yang berkuasa.

Erdogan juga mengancam akan menggelar pertemuan besar, pertemuan The Organization of Islamic Cooperation (OIC) atau dalam bahasa yang dikenal organisasi kerjasama Islam yang akan digelar di Istanbul pada 13 Desember nanti.
“Jika Anda mengambil langkah seperti ini, kami akan mengadakan pertemuan puncak kerjasama Islam di Istanbul,” lugas Erdogan.
Dari titik ini muncul pernyataan penolakan dari pelbagai negara yang diawali negara-negara timur tengah yang notabene dekat dengan Palestina.
Raja Yordania Abdullah II mengatakan kepada Trump bahwa keputusan semacam itu akan memiliki “dampak berbahaya pada stabilitas dan keamanan kawasan ini”.
Raja juga memperingatkan presiden AS tentang risiko dari setiap keputusan yang bertentangan dengan penyelesaian akhir konflik Arab-Israel yang didasarkan pada pembentukan sebuah negara Palestina merdeka dengan ibukotanya di Yerusalem Timur.
“Yerusalem adalah kunci untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di kawasan dan dunia,” kata pernyataan yang bersumber dari kerajaan, menambahkan bahwa memindahkan kedutaan akan mengobarkan perasaan kaum Muslim.
Dalam sebuah pernyataan, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi juga memperingatkan Trump untuk tidak “mengambil tindakan yang akan merusak peluang perdamaian di Timur Tengah”.
“Presiden Mesir menegaskan posisi Mesir untuk menjaga status hukum Yerusalem dalam kerangka referensi internasional dan resolusi PBB yang relevan,” kata pernyataan tersebut.
Selain negara-negara Timur Tengah Eropa juga ikut mengecam pendudukan atau okupasi yang dibuat Trump ini. Sigmar Gabriel, menteri luar negeri Jerman, juga memperingatkan bahwa setiap gerakan AS untuk mengakui Yerusalem “sebagai ibu kota Israel tidak meredakan konflik, namun justru akan menyulut lebih banyak konflik,” dan bahwa tindakan semacam itu “akan menjadi perkembangan yang sangat berbahaya. ”

Federica Mogherini, diplomat tertinggi Uni Eropa, mengatakan “setiap tindakan yang akan merusak” upaya perdamaian untuk menciptakan dua negara yang terpisah bagi Israel dan Palestina “harus benar-benar dihindari.”
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres “secara konsisten telah memperingatkan tindakan sepihak yang berpotensi merusak solusi dua negara,” juru bicaranya, Stephane Dujarric, mengatakan kepada wartawan di New York.
Bahkan, didalam negerinya sendiri, Amerika Serikat. Ribuan warga pada hari Jumat, 8 Desember turun kejalan, mengepung gedung putih untuk menolak keras pernyataan Trump.

“Keputusan ini menunjukkan apa yang telah kami katakan sejak lama bahwa tidak ada yang namanya proses perdamaian,” cendekiawan Muslim yang berbasis di AS, Omer Suleiman kepada Anadolu Agency. “Jika kita ingin memulai proses perdamaian yang jujur, maka pemerintah Amerika hanyalah berperan sebagai broker yang jujur.”
Lalu bagaimana Indonesia?
Jangankan saat genting seperti kejadian pencaplokan Yerusalem oleh Israel, sudah sejak dulu Indonesia pro-aktif mendukung negara tempat Kiblat pertama umat Islam.
Sudah jelas negara dengan agama Islam sebagai mayoritas sangat reaktif tentang peristiwa ini. Mulai dari Presiden hingga rakyat mengecam pengakuan Trump tersebut.
“Saya sampaikan kepada Presiden Palestina Mahmoud Abas, pertama Indonesia mengecam keras keputusan Amerika tersebut. Dan saya sampaikan keputusan tersebut bertentangan dengan semua resolusi Dewan keamanan PBB terkait Palestina,” jelas Presiden Indonesia, Jokowi dilansir Kompas.

Pihaknya juga akan berjanji akan datang ke Istanbul, Turki untuk menghadiri OKI untuk membahas hal yang membuat kekacauan internasional tersebut.
Beralih kepada rakyat, sang pemegang kedaulatan tertinggi di Indonesia. Ribuan warga yang didominasi oleh ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) mengepung Kedubes AS di Jakarta untuk mengecam tindakan sepihak Trump.
“Allohuma khoirumin rakyat Palestina, Ya Alloh bebaskan Yerussalem dari tangan Zionis Israel, semoga Allah bikin gempa untuk negara itu, Al Fatihah,” ujar salah seorang orator.
Di Solo, tempat presiden Jokowi menjabat sebagai walikota juga melakukan aksi serupa. Jumat perlawanan menjadi tema yang diusung. Guyuran hujan tipis tidak menghalangi semangat ratusan warga Solo untuk mendobrak arogansi Trump.

“Mudah-mudahan deklarasi dari Donald Trump kemarin atas dijadikannya Al Quds sebagai ibukota Israel, akan menjadikan kesatuan bagi kaum muslimin,” ujar Sekjend Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Ustaz Shabbarin Syakur dalam orasinya di Bundaran Gladak, Solo.
Aksi Bela Palestina atau yang bisa disebut Save Al Quds juga digelar di Ibukota Provinsi Jawa tengah, Semarang. Ribuan warga memadati Bundaran Air mancur di Jalan Pahlawan, Kota Semarang pada hari yang sama, Jumat.
Anggota DPR Fraksi PKS, Abdul Fikri Fakih yang hadir dalam aksi tersebut mengatakan pemerintah harus proaktif dalam membela umat Islam. Menurutnya, Yerussalem adalah tanah wakaf umat Islam yang harus dipertahankan dengan segenap kemampuan.
“Sungguh dosa besar anggota DPR dan Polisi tidak peduli dengan wakaf umat Islam,” ujar anggota dewan ini.
Selang dua hari, Banten, provinsi yang dikenal religius pun turut mengutarakan aspirasinya. Di depan kantor pemerintahan gubernur, ribuan warga mengecam tegas kebijakan Trump ini.
Bahkan, dalam salah satu agenda orasi, ada sesi penginjakan dan pembakaran foto Donald Trump, Bendera Israel dan Amerika sebagai bentuk amarah. Amarah karena pelanggaran Trump yang telah disepakati kesalahannya oleh dunia.

“Tujuannya sudah jelas dan lugas untuk membela saudara kami di Palestina, dari cengkeraman Yahudi Israel dan Amerika,” kata Korlap Aksi, Zainal.
Sikap arogan, sombong, congkak, angkuh, atau berarti mempunyai perasaan superioritas yang dimanifestasikan dalam sikap suka memaksa atau pongah Donald Trump menjadikan Yerusalem sebagai ibukota Israil memang harus ditembus serta dilawan dengan porsi yang sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Jika tidak, bagaimana nasib tempat suci ini? Mau dibiarkan saja rusak ditelan kaum Yahudi dan Amerika? Atau mengambil pilihan lain untuk melawan? Jawab saja dengan hati nurani: Al Quds Belongs To Muslim.