Mencari Calon Pemimpin Ideal Menuju 17 April

Mencari Calon Pemimpin Ideal Menuju 17 April

Oleh: Muhammad Fajar Aditya, Jurnalis Jurnalislam.com

JURNALISLAM.COM – Diskusi hangat di tahun politik, seperti saat ini memang tidak bisa dihindarkan. Masyarakat kini berpartisipasi aktif untuk menyuarakan pendapat dan gagasannya mengenai masa depan bangsa, apalagi didukung media sosial.

Salah satu poin yang digandrungi adalah kepemimpinan. Mulai dari warga biasa, pengamat, figur politik, hingga tokohm nasional membicarakan hal tersebut.

Pengamat politik yang saat ini tengah naik daun di kancah media, Rocky Gerung misalnya. Dalam beberapa pernyataannya ia mengatakan pentingnya sebuah kepemimpinan dalam mengurus sebuah negara.

Dalam sebuah kesempatan ia mengatakan, pemimpin yang baik harus dapat menjembatani sejarah masa lalu menuju masa depan.

Topik kepemimpinan ini memang menyasar kepada berbagai sektor. Terutama kebijakan publik dan permasalahan hukum yang sudah satu bulan ini menjadi pembicaraan hangat di berbagai forum, terutama politik.

Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas misalnya. Kalimat penuh makna ini kerap kali diutarakan baik dari pengamat, pakar, maupun pihak oposisi. Diperbincangkan karena fakta yang mencuat dan seolah menjadi opini publik ini disebabkan banyak dari warga yang merasakan hal itu.

Bahkan, ada istilah baru, yaitu hukum tajam ke sebelah. Artinya hukum hanya berdampak kepada para kritikus pemerintah, oposisi, dan siapa saja yang tidak senang dengan kinerja pemerintah.

Meskipun politikus Golkar, Nusron Wahid menampik hal tersebut. Menurutnya saat ini hukum itu tajam ke semua arah, bukan ke bawah, atas, kanan, dan kiri. Maklum, namanya demokrasi selalu ada kaum pengapi dan pengganggu.

Beberapa kasus konkrit yang menjadi suatu fenomena diantaranya adalah Abu Bakar Ba’asyir, Ahmad Dhani, dan Rocky Gerung.

Pengamat Politik, Rocky Gerung

Pada kasus terpidana Abu Bakar Ba’asyir. Seperti kata Rocky Gerung, presiden melakukan hoaks (kebohongan) untuk kesekian kalinya. Pria sepuh itu diberikan harapan palsu pembebasan yang kemudian hari diralat oleh anak buahnya sendiri, Menteri Menkopolhukam, Wiranto.

“Ini kan tak elok, meskinya yang diralat itu anak buahnya, bukan pemimpinnya,” ucap Rocky Gerung ketika membahas polemik pembebasan Abu Bakar Ba’asyir di salah satu stasiun tv nasional.

Selanjutnya kasus Ahmad Dhani. Caleg Gerindra ini dijerat dengan pasal karet UU ITE. Tidak sedikit yang mengomentari hal tersebut dengan pernyataan hukum memang tajam sebelah.

Wakil ketua partai Gerindra, Fadli Zon turut mengomentari secara keras hal tersebut. Ia mengatakan, 8-9 laporan yang ia buat kepada pihak kepolisian hingga kini belum diproses, padahal menurutnya laporan itu sudah jelas melanggar hukum.

Ia menyebutkan, terjeratnya Ahmad Dhani selaku kader Gerindra dan jubir Badan Pemenangan Nasional sangat merugikan partai yang dipimpin Capres 02 ini.

Yang terakhir kasus Rocky Gerung. Lagi dan lagi pasal karet UU ITE yang disasar. Ia diduga melakukan ujaran kebencian dengan perkataan “kitab suci adalah fiksi” yang dipotong dari kalimat keseluruhannya.

Sontak saja hal itu dinilai mencederai kehangatan warga negara. Negera dinilai tidak membuka ruang yang luas untuk mengucapkan argumentasi.

Tiga hal tersebut tentu menjadi kritik pedas untuk pemimpin negara. Sejumlah pakar dan pengamat hukum menilai permasalahan ini terjadi karena kepemimpinan yang kurang.

Selain kritik untuk mengurangi sebuah masalah itu, penulis juga ingin memberikan gambaran mengenai kriteria pemimpin yang baik.

Hingga 17 April ini mau tidak mau, suka atau tidak suka warga negara Indonesia harus menentukan pilihannya kepada seorang untuk memimpin negeri.

Memilih Calon Pemimpin

Menurut O. Jeff Haris di dalam buku Pemimpin dan Kepemimpinan karya Dr Kartini Kartono menyebut, orang-orang yang perlu dipilih sebagai kandidat atau calon pemimpin adalah mereka yang mempunyai kualifikasi sebagai berikut.

1. Memiliki kemauan untuk memikul tanggung jawab

Bila seseorang pribadi menerima tugas kepemimpinan, dia harus berani memikul tanggung jawab bagi setiap tingkah lakunya, sehubungan dengan tugas-tugas dan peranan yang harus dilakukan.

Menerima tanggung jawab kepemimpinan mengandung risiko menerima sanksi-sanksi tertentu bila ia tidak mampu mencapai hasil yang diharapkan. Kebanyakan pemimpin merasakan, bahwa peranan sebagai kepemimpinan itu mengandung tekanan dan tuntutan.

Terutama penggunaan waktu, usaha, dan pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas secara efektif. Dan tugas-tugas ini menuntut energi yang banyak sekali.

Karena peranan kepemimpinan itu harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang cukup berat, maka diharapkan agar orang-orang yang diserahi jabatan pemimpin itu benar-benar menghendaki peranan dan sanggup menerima tanggung jawab.

2. Kemampuan untuk menjadi perseptif

Persepsi adalah kemampuan untuk melihat dan menanggapi realitas nyata. Dalam hal ini pemimpin perlu mempunyai daya persepsi (disertai kepekaan yang tinggi) terhadap semua situasi organisasi yang dibawahinya yaitu mengamati segi-segi kekuatan dan kelemahannya.

Pemimpin harus juga mampu mengadakan introspeksi, melihat ke dalam diri sendiri, agar ia mengenali segi-segi kemampuan dan kelemahannya sendiri, dikaitkan dengan beratnya tugas-tugas dan besarnya tanggung jawab yang harus dipikulnya.

3. Kemampuan untuk menanggapi secara objektif

Objektivitas merupakan kemampuan untuk melihat masalah-masalah secara rasional, interpersonal tanpa prasangka. Objektivitas adalah kelanjutan dari perseptivitas dengan mengabaikan sebanyak mungkin faktor-faktor pribadi dan emosional yang bisa mengakibatkan kaburnya kenyataan.

Objektivitas juga merupakan unsur penting dari pengambilan keputusan secara analitis, sehingga memungkinkan pemimpin mengambil keputusan yang bijaksana, dan melakukan satu seri tindakan yang konsisten.

4. Kemampuan untuk menetapkan prioritas secara tepat

Seorang pemimpin itu harus benar-benar mahir memilih mana bagian yang kurang penting dan harus didahulukan, dan mana yang kurang penting sehingga bisa ditunda pelaksanaannya.

Jadi, mampu mengambek-paramartakan pemecahan masalah. Juga sanggup memilih keputusan secara bijaksana dari sekian banyak alternatif dengan tepat.

Pemimpin yang efektif adalah orang yang mampu memilih “gabah” dari “antahnya”. Dia mampu mendahulukan perencanaan, persiapan, dan alat-alat yang akan digunakan oleh petugas bawahan yang ada dibawah kewenangannya, sebelum dia sendiri melaksanakan tugas-tugasnya.

5. Kemampuan untuk berkomunikasi

Kemampuan untuk memberikan informasi dengan cermat, tepat, dan jelas juga kemampuan untuk menerima informasi dari luar dengan kepekaan tinggi, merupakan syarat mutlak bagi pemimpin yang efektif.

Dia mampu menjabarkan “bahasa policy” ke dalam “bahasa operasional” yang jelas dan singkat. Maka segenap tanggung jawabnya akan menjadi lebih mudah sehubungan dengan tugas-tugas yang harus didistribusikan kepada bawahan atau pengikut-pengikutnya.

Komunikasi yang kurang lancar juga menyebabkan banyak kesulitan dan kesalahpahaman, karena permasalahannya tidak dapat dipecahkan dan didiskusikan.

Begitulah beberapa kriteria calon pemimpin yang baik untuk dipilih dan memimpin 267 juta warga Indonesia ini.

Memang tidak ada yang bisa menggaransi dua pasangan calon ini untuk memimpin secara lebih baik. Tapi setidaknya, salah satu calon tersebut sudah menjabat menjadi pemimpin negara merah-putih selama 4 tahun, jadi rakyat Indonesia sudah dapat merasakan kinerja yang telah diberikan.

Waktu pemilihan masih tersisa beberapa pekan lagi, dan masih tersedia 3 debat Capres-cawapres untuk menjadi salah satu faktor penilaian peserta pemilu itu. Sebagai pemilih yang cerdas, Anda mempunyai kesempatan untuk menelaah dan berakhir dalam menentukan pemimpin mana yang layak.

Jadi bagaimana? Mau memilih pasangan 01, 02, atau memilih jalur lain? Itu adalah hak Anda. Pastikan tidak menyesalinya di kemudian hari.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.