Semakin Terlantar, Bangladesh Desak Myanmar Ambil Kembali Pengungsi Rohingya

Semakin Terlantar, Bangladesh Desak Myanmar Ambil Kembali Pengungsi Rohingya

DHAKA (Jurnalislam.com) – Perdana Menteri Sheikh Hasina menegaskan kembali seruannya pada komunitas internasional untuk meningkatkan tekanan terhadap Myanmar untuk membawa kembali pengungsi Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh setelah menghadapi pembantaian di negara asal mereka.

Hasina menyatakan seruannya pada hari Selasa (05/6/2018) selama pertemuannya dengan Presiden dan CEO Komite Penyelamatan Internasional (International Rescue Committee-IRC) David Miliband di kantornya di parlemen di Dhaka, lansir Anadolu Agency.

“Masyarakat dunia harus terus menekan Myanmar untuk mengambil kembali warga Rohingya yang terlantar dari Bangladesh,” katanya, menurut kantor berita yang dikelola negara, Bangladesh Sangbad Sangstha (BSS).

Miliband, seorang politikus Partai Buruh Inggris, mengatakan dia dan timnya berada di Bangladesh untuk melihat kondisi pengungsi Rohingya di lapangan, tambah laporan itu.

100.000 Pengungsi Rohingya akan Dipindahkan ke Sebuah Pulau

Dia menghargai tindakan Bangladesh untuk membuka perbatasannya bagi pengungsi Rohingya.

Dia mengatakan IRC akan merekrut 100 staf dari Bangladesh untuk mendukung upaya Rohingya.

Hasina dan Miliband sama-sama mengatakan mengkhawatirkan masalah terbesar yang akan dihadapi pengungsi Rohingya, yaitu longsoran lumpur selama musim hujan yang akan datang.

Perdana menteri mengatakan pemerintah sedang mempersiapkan tempat yang aman bagi para pengungsi di Bhasanchar di Noakhali.

Dia juga mengatakan penduduk setempat menjadi menderita dan lingkungan juga mulai terpengaruh karena masuknya Rohingya.

Sejak 25 Agustus 2017, sekitar 750.000 Rohingya, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar setelah pasukan Myanmar memulai tindakan keras terhadap komunitas Muslim minoritas tersebut, menurut Amnesty International.

Sedikitnya 9.000 warga Rohingya tewas di negara bagian Rakhine Myanmar sejak 25 Agustus hingga 24 September 2017, menurut Doctors Without Borders.

Dalam laporan yang diterbitkan Desember lalu, kelompok kemanusiaan global mengatakan 71,7 persen atau 6.700 kematian warga Rohingya disebabkan oleh kekerasan. Mereka termasuk 730 anak-anak di bawah usia 5 tahun.

Pemerintah Myanmar Hilangkan Bukti Kejahatannya dengan Ratakan 55 Desa Rohingya

Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kelompok etnis yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat sejak ratusan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.

PBB telah mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan – termasuk bayi dan anak kecil – pemukulan brutal, dan penghilangan yang dilakukan oleh pasukan Myanmar. Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut bisa dianggap kejahatan terhadap kemanusiaan berat.

Bagikan