Sebuah Kisah Ratu Inggris Elizabeth I dan Dunia Islam yang Terlupakan

Sebuah Kisah Ratu Inggris Elizabeth I dan Dunia Islam yang Terlupakan

Inggris terpecah belah seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya. Negara ini telah berpaling dari Eropa, dan penguasa perempuan Inggris telah mengarahkan pandangannya pada perdagangan dengan Timur. Walaupun terdengar seperti Inggris saat ini, sikap itu juga menggambarkan Inggris di abad ke-16, saat zaman keemasan monarkinya yang paling terkenal, Ratu Elizabeth I.

Salah satu aspek Elizabeth Inggris yang lebih mengejutkan adalah bahwa kebijakan luar negeri dan ekonomi mereka didorong oleh dekatnya aliansi dengan dunia Islam, fakta yang diabaikan hari ini oleh orang-orang yang mendorong retorika populis kedaulatan nasional.

Pada tahun 1570, ketika kaum Protestan Inggris jelas tidak akan kembali ke keyakinan Katolik, Paus mengucilkan Elizabeth dan menyerukan dia untuk melucuti mahkotanya. Katolik Spanyol yang kuat segera melawan Elizabeth, invasi telah dekat. Pedagang Inggris dilarang berdagang dengan pasar Spanyol, Belanda yang kaya. Isolasi ekonomi dan politik mengancam akan menghancurkan negara Protestan yang baru itu.

Elizabeth menanggapi dengan menjangkau dunia Islam. Satu-satunya saingan Spanyol hanyalah Kekaisaran Ottoman, diperintah oleh Sultan Murad III, yang membentang dari Afrika Utara melalui Eropa Timur ke Samudera Hindia. Ottoman telah memerangi Hapsburg selama beberapa dekade, menaklukkan beberapa bagian dari Hongaria. Elizabeth berharap aliansi dengan sultan akan memberikan banyak bantuan yang dibutuhkan menghadapi agresi militer Spanyol, dan memungkinkan pedagangnya memasuki pasar Timur yang menguntungkan. Namun dia juga mengulurkan tangan untuk saingan Ottoman, yaitu Syah Persia dan penguasa Maroko.

Masalahnya adalah bahwa kerajaan Muslim jauh lebih kuat daripada negara kepulauan kecil Elizabeth yang mengambang dalam kabut basah Eropa. Elizabeth ingin menjelajahi aliansi perdagangan baru, tetapi tidak mampu membiayainya. Rencananya adalah untuk mengeksploitasi inovasi baru di bidang komersial – yaitu perusahaan saham gabungan – yang diperkenalkan oleh adiknya, Mary Tudor.

Perusahaan-perusahaan tersebut adalah asosiasi komersial yang dimiliki bersama oleh para pemegang saham. Modal perusahaan digunakan untuk mendanai biaya pelayaran komersial, dan keuntungan – atau kerugiannya – juga akan dibagi. Elizabeth antusias mendukung Muscovy Company, yang berdagang dengan Persia, dan berlanjut untuk menginspirasi pembentukan Turki Perusahaan (the Turkey Company), yang berdagang dengan Ottoman, dan East India Company, yang akhirnya akan menaklukkan India.

Tahun 1580 ia menandatangani perjanjian dagang dengan Ottoman yang akan berlangsung lebih dari 300 tahun, memberi para pedagangnya akses komersial gratis untuk lahan Ottoman. Dia membuat aliansi yang sama dengan Maroko, dengan janji dukungan militer diam-diam untuk melawan Spanyol.

Saat uang telah masuk, Elizabeth mulai menulis surat kepada rekan-rekan Muslimnya, memuji manfaat dari perdagangan timbal balik. Dia menulis sebagai pemohon, menyebut Murad sebagai “penguasa Ottoman yang paling perkasa, satu-satunya dan di atas semuanya, dan raja paling berdaulat di Kekaisaran Timur.” Dia juga memainkan permusuhan mereka terhadap penganut Katolik, menggambarkan Katolik sebagai “penjaga keyakinan Kristen yang paling tak terkalahkan dan paling perkasa terhadap semua jenis penyembahan berhala.”

Umat Protestan menolak penyembahan ikon, dan memuja Allah dengan kalimat-kalimat langsung tanpa perantara, sedangkan umat Katolik menyukai perantara pendeta dan ikon. Dia dengan cekatan mengeksploitasi anggapan Katolik yang menggabungkan Protestan dan Muslim sebagai dua sisi dari satu mata uang yang sama.

Taktik dan siasatnya bekerja. Ribuan pedagang Inggris menyeberangi banyak wilayah yang hari ini menjadi daerah yang tidak boleh dikunjungi, seperti Aleppo di Suriah, dan Mosul di Irak. Mereka jauh lebih aman jika pergi ke daerah tersebut pada saat itu daripada berada di sebuah perjalanan yang setara seperti ke Eropa, negeri Katolik, di mana mereka mempertaruhkan resiko diperiksa ketat.

Penguasa Ottoman menganggap kemampuan mereka dalam menarik orang untuk berdagang dari semua agama sebagai tanda keberhasilan, bukan kelemahan, dan mengamati konflik Protestan-Katolik dengan pandangan yang terpisah. Banyak orang Inggris masuk Islam, seperti Samson Rowlie, seorang pedagang Norfolk yang berubah menjadi Hassan Aga, kepala bendahara untuk Aljazair, memeluk Islam. Sedangkan yang lain juga melakukannya atas kemauan mereka sendiri, mungkin melihat Islam sebagai agama yang lebih baik daripada keyakinan Protestan, sebuah agama baru yang berada dalam keadaan genting.

Bangsawan Inggris senang dengan sutra dan rempah-rempah dari timur, tapi Turki dan Maroko jelas kurang tertarik dengan wol Inggris. Apa yang mereka butuhkan adalah senjata. Untuk memenuhinya, Elizabeth melucuti logam dari gereja-gereja Katolik yang didekonsentrasi (tidak lagi dianggap sacral dan digunakan untuk keperluan lain yang lebih sekuler) dan mencairkan lonceng-loncengnya untuk membuat amunisi yang kemudian dikirim ke Turki, membuktikan bahwa penjualan senjata Barat kembali lebih jauh dari urusan kontra-Iran. Ratu mendorong kesepakatan serupa dengan Maroko, menjual senjata dan membeli unsur penting bubuk mesiu.

Masuknya gula, sutra, karpet dan rempah-rempah mengubah apa yang orang Inggris makan, bagaimana mereka menghiasi rumah mereka dan bagaimana mereka berpakaian. Kata-kata seperti “permen” dan “turquoise” (dari kata “batu Turki”) menjadi biasa. Bahkan Shakespeare memasukkannya pada karya dramanya, menulis “Othello” tak lama setelah kunjungan pertama duta Maroko selama enam bulan.

Meskipun perusahaan saham gabungan berhasil secara komersial, ekonomi Inggris tidak mampu mempertahankan ketergantungan mereka pada perdagangan jarak jauh. Segera setelah kematian Elizabeth pada tahun 1603, raja baru, James I, menandatangani perjanjian perdamaian dengan Spanyol, yang berakhir dengan pengasingan Inggris.

Kebijakan Islam Elizabeth menahan invasi Katolik, merubah rasa bahasa Inggris dan mendirikan model baru untuk investasi saham gabungan yang akhirnya membiayai Virginia Company, yang mendirikan koloni Amerika Utara permanen yang pertama.

Ternyata Islam, dalam segala manifestasinya – kekaisaran, militer dan perdagangan – memainkan peran penting dalam sejarah Inggris. Hari ini, ketika retorika anti-Muslim mengobarkan wacana politik, sangat berguna untuk diingat bahwa masa lalu Inggris lebih terikat dengan Islam daripada sekarang yang sering kurang dihargai.

Jerry Brotton;
The author of the forthcoming “The Sultan and the Queen: The Untold Story of Elizabeth and Islam.”

 

Bagikan