Kisah Perantau Minang di Wamena yang Selamat dari Pembunuhan Sadis

Kisah Perantau Minang di Wamena yang Selamat dari Pembunuhan Sadis

PADANG (Jurnalislam.com) – Kisah pilu datang dari Erizal (42) yang kembali ke kampung halamannya di Batang Kapas, Sumbar setelah selamat dari kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Erizal adalah salah satu korban selamat dari kebrutalan orang tak dikenal saat kerusuhan terjadi di Wamena beberapa waktu lalu.

Ia mengungkapkan, ada masyarakat setempat memberikan informasi untuk segera tutup kios karena sudah ada warga yang berkelahi.

“Orang Papua di sana sudah mengasih tau saya, disuruh tutup kios, karena di daerah setempat sudah ada yang berkelahi,” papar Erizal warga asal Batang Kapas, Pesisir Selatan di Kantor ACT Sumbar, Selasa (1/10/2019).

Lanjut pedagang sembako yang sudah menetap di Wamena selama enam tahun ini menyebutkan, usai ia dikasih tahu ada warga yang berkelahi, dirinya langsung menjemput anaknya yang sedang sekolah dan menyiapkan barang untuk mengungsi.

“Saya langsung jemput anak saya yang sedang sekolah dan mempersiapkan barang untuk mengungsi, lalu kami pergi ke belakang rumah, ada honai (rumah adat papua) di belakang rumah, saya mengungsi di sana, sejam disana,” imbuhnya.

Terlalu lama ia bersembunyi, akhirnya ada 30 orang warga setempat yang mulai curiga dengan tempat itu. Ia pun berlarian ke belakang SD yang tak jauh dari tempat persembunyian sebelumnya. “Saya melihat 10 kios yang terbakar dan ada asap yang berasal dari kantor bupati,” paparnya.

“Di sana sudah ada 30 orang yang berkumpul,” lanjutnya.

Merasa tak aman, Erizal dan keluarga berlarian ke rumah pemilik kios yang disewanya, di sana ia bersembunyi dan dipertahankan oleh tiga orang Papua. “Ada orang Papua yang mempertahankan saya untuk bersembunyi,” tambahnya.

30 orang tadi pun datang menghampiri Erizal dan keluarga dengan membawa senjata tajam. “Mereka merasa tidak senang, lalu mereka kejar, dilempari batu,” katanya.

“Saya sudah pasrah, kami sudah pasrah untuk meninggal semua, kami pun menyelimuti diri dengan kasur agar mereka tidak curiga, di situ kami sekeluarga sudah saling maaf-maafan,” lanjutnya.

Di sana Erizal melihat keponakannya berlumuran darah karena dilempari batu dari luar. “Ada ponakan saya jaga pintu, dilempar batu dari luar, nampak mukanya berdarah,” sambungnya.

Namun naas, Ibnu (8) anak dan Nofriyanti (40) istri Erizal meninggal usai para massa tadi masuk ke dalam rumah dan membakar rumah itu. Erizal pun berpura-pura meninggal untuk mengelabui massa.

“Untuk menyelamatkan diri, saya pura-pura mati,  masuk dia ke dalam, dia pakai parang, mungkin mereka mengira saya sudah mati,” tuturnya.

Setelah para massa keluar, mereka melempari rumah dengan bensin dan membakar. “Saya menjadi korban pembakaran, ada bekas luka di kepala saya,” ucapnya sambil memegang kepalanya yang memiliki luka bakar.

Kemudian, Erizal berlari ke WC untuk menyelamatkan diri, di sana ia menghubungi saudara-saudaranya ditempat pengungsian. “Dua jam setelah itu datang Kodim dengan Brimob untuk menyelematkan saya,” imbuhnya.

Esoknya, Erizal diberangkatkan bersama mayat dan rombongan Wakil Gubernur Sumatera Barat menuju lokasi berkumpulnya Ikatan Keluarga Minang (IKM) Papua. “Disana saya difasilitasi,” paparnya.

Erizal mengaku, keluarganya memiliki hubungan baik dengan masyarakat setempat. “Saya memiliki hubungan baik dengan masyarakat disana,” paparnya.

Kedepannya kata Erizal, ia belum terpikirkan, apakah ia balik ke Wamena atau menetap di kampung halaman. “Saya belum tahu apa yang saya lakukan untuk kedepan,” paparnya.

Erizal pun berharap, agar aset milik dirinya diganti oleh pemerintah Papua. “Saya mohon bupati dan gubernur mengganti aset saya, ada motor dan tiga kios yang terbakar,” tutupnya.

Sumber: Covesia.com

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.