Kematian dan Air Mata Istri

Kematian seorang suami adalah musibah yang sangat berat bagi seorang istri.  Syaikh yang kami hormati menceritakan tentang histerisnya seorang perempuan ketika suaminya meninggal dunia. Ternyata inilah musibah yang sering menghilangkan kesadaran kaum perempuan.

Why me! Mengapa harus saya. Begitu jerit sang istri.  Maka ia menangis, menjerit, meraung, mencegah orang-orang menutup jenazah suaminya, memeluk erat suaminya, tak ingin berpisah, hingga pingsan dan hilang kesadarannya.

Kematian adalah musibah yang paling menyakitkan, jelas Syaikh kami.  Maka tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari  Allah semata, untuk bisa bersabar menghadapinya.

Episode istri yang kehilangan suaminya berlanjut dalam tayangan berita beberapa hari ini. Sang istri dikenal sosok yang kuat, perkasa, berkuasa, karena ia penguasa sebuah daerah yang kini sedang dalam sorotan media dan penyidikan KPK.  Derai airmata tidak hentinya mengalir menghadapi kematian sang suami.

Hal ini menyentakkan kesadaran kita pada sosok perempuan lain. Pimpinan tertinggi sebuah partai politik. Kematian suaminya dihadapinya dengan ketegaran yang menggentarkan sekaligus mendebarkan. Perempuan ini telah terbiasa menghadapi huru hara politik di negeri ini. Ia adalah putri pendiri negara Republik ini.

Identikkah air mata dengan cinta? Tentu saja tidak. Terkadang air mata bisa menyembunyikan kebohongan. Ingatlah kisah muslihat di balik derai air mata saudara-saudara Nabi Yusuf as. Ketika mereka menghadap kepada ayah mereka, Nabi Yakub as, dengan baju Yusuf yang penuh bercak darah, darah domba. Atau tangis seorang ibu yang datang kepada pengadilan Nabi Daud as, agar dimenangkan urusan bayinya yang mati diterkam srigala dan ia bisa mengambil bayi ibu yang lain.

Namun ada pula derai air mata kesedihan yang begitu jujur. Tak akan sampai histeris dan tak akan sampai menolak takdir.

Bagaimana dengan air mata istri?  Entahlah. Barangkali hal ini dikembalikan kepada bagaimana prinsip sang istri dalam memaknai cinta. Ketika kehidupan dunia, berupa harta kekayaan, suami, anak, jabatan begitu digandrungi dan dicintai, maka kehilangan semua hal tadi sangat terasa besar.

Banyak istri menangisi suaminya yang meninggal, sementara ketika hidup ia sering membangkang. Jenazahnya dipuji-puji sementara ketika hidup sering dimaki-maki. Istri lebih mencintai pekerjaan dan profesi, hingga tak sempat melayani suami. Suami terpaksa makan sendiri dan mengurus berbagai keperluannya pun sendiri, karena tak ada istri yang menemani. Seorang istri yang kaya dan berkuasa, bisa dengan mudahnya menggaji asisten rumah tangga (maksudnya khadimat) untuk mengurus semua keperluan suaminya. Itulah suami yang sekedar aset bagi istrinya. Astaghfirullaahal adzhiim. Ya Allah, ampuni kami, bila jadi istri yang seperti ini.

Sebuah kelompok dakwah yang berhaluan Islam ideologi, memiliki aturan khusus untuk seorang istri yang berdakwah. Intinya, ketaatan kepada suami-suami kalian lebih diutamakan daripada ketaatan kepada pimpinan partai atau kelompok dakwah. Pernyataan ini sandarannya adalah hukum syariat Islam.  Tapi entah mengapa, beraktivitas di luar rumah terasa lebih heroik dan berprestasi. Sementara melayani suami di rumah, rasanya begitu remeh. Mungkin inilah aspek godaan syaithan yang terkutuk.

Kembali kepada kematian dan air mata istri.  Seorang suami yang baik pernah berpesan kepada istrinya untuk tidak menangisi kematiannya. Sang istri menjawab, sepertinya tidak mungkin. Seorang istri yang baik pasti menangisi kematian suaminya. Suaminya mengatakan, janganlah menangis, berjuanglah untuk kehidupan. Kematian pun menjemput suaminya, dan istrinya tidak menangis. Barangkali tidak ada yang tahu, bahwa seluruh sel tubuhnya menangis. Tapi cinta suaminya telah memberinya ketegaran dan cintanya pada Allah telah menguatkan kesadaran untuk ikhlas, kemudian memberinya kekuatan untuk melanjutkan kehidupan.

Pesan yang bisa dimengerti dari tulisan ini adalah jadilah suami yang baik, yang memberikan limpahan kasih yang terbaik untuk sang istri. Kuatkanlah dengan hanya ideologi Islam sebagai perekat yang sempurna. Cinta yang terbaik akan membuat istri anda tegar dan bertahan, karena cinta dalam Islam itu menguatkan manusia, tidak melemahkannya

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.