WASHINGTON (Jurnalislam.com) – Hamas menolak keputusan Amerika Serikat untuk menempatkan pemimpin politik mereka, Ismail Haniya, dalam daftar teroris global, dan menyebut langkah tersebut sebagai “langkah berbahaya.”
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Rabu (31/1/2018), Hamas mengatakan bahwa keputusan Departemen Luar Negeri AS adalah “pelanggaran hukum internasional, yang telah memberi hak kepada warga Palestina untuk membela diri terhadap penjajahan [Israel], dan untuk memilih pemimpin mereka.
“Keputusan ini menunjukkan sikap jelas Amerika yang mendukung penjajahan Israel atas Palestina, dan memberikan perlindungan resmi untuk kejahatan Israel terhadap rakyat Palestina,” pernyataan tersebut menambahkan, lansir Aljazeera.
Hamas, gerakan politik Palestina yang menguasai Jalur Gaza yang diduduki Israel, mengatakan bahwa pihaknya menyerukan kepada pemerintah AS untuk “menarik kembali” keputusan tersebut.
“Ini tidak akan menghalangi kita untuk melaksanakan tugas kita terhadap rakyat kita dan membela negeri kita, dan membebaskan tanah dan tempat suci kita”.
Tanggapan dari Hamas muncul tak lama setelah AS menunjuk Haniya sebagai “teroris global” pada hari Rabu.
Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan siaran pers yang mengatakan bahwa Haniya “memiliki hubungan dekat dengan sayap militer Hamas” dan “telah menjadi pendukung perjuangan bersenjata, termasuk melawan warga sipil Israel.”
Penempatan Haniya pada “daftar teror” berarti bahwa akan ada larangan bepergian kepadanya, dan bahwa aset keuangan berbasis AS yang dia miliki akan dibekukan.
Juga akan ada larangan bagi setiap warga negara AS atau perusahaan untuk berbisnis dengannya.
Departemen Luar Negeri AS menuduh Hamas terlibat dalam serangan yang mengakibatkan pembunuhan 17 orang Amerika sejak pendirian kelompok tersebut pada tahun 1987.
Hamas Terus Hajar Israel dengan Roket Walaupun Dibalas dengan Serangan Udara
Reporter Al Jazeera Rosiland Jordan, melaporkan dari Washington, DC, mengatakan bahwa penunjukan ini meningkatkan kemungkinan AS menempatkan Haniya dalam pengadilan.
“Mungkin ini lebih memudahkan Departemen Kehakiman AS untuk mencoba membawanya ke pengadilan karena dugaan perannya dalam kematian 17 orang Amerika ini.”
Dalam siaran pers Departemen Luar Negeri, AS juga menunjuk tiga kelompok bersenjata lainnya sebagai “kelompok teroris”: Harakat al-Sabireen – sebuah kelompok bersenjata yang berbasis di Gaza, serta dua kelompok yang berbasis di Mesir – Liwaa al-Thawra, dan Harakat Sawa’d Misr.
Haniya, 55, terpilih menjadi pemimpin politik kelompok tersebut pada Mei 2017, menggantikan Khaled Meshaal. Lahir di sebuah kamp pengungsi di Gaza.