Islam Menyelesaikan Persoalan Kabut Asap

Islam Menyelesaikan Persoalan Kabut Asap

Oleh: Hardita Amalia, S.Pd.I., M.Pd.I
Penulis Buku Anak Muda Keren Akhir Zaman Qibla Gramedia, Peneliti dan Anggota Adpiks, Pemerhati Pendidikan, Konsultan Parenting, Founder Sekolah Ibu Pembelajar

Kebakaran hutan dan lahan di beberapa titik wilayah di Sumatera dan Kalimantan menyebabkan bencana kabut asap yang tidak hanya aktifitas harian masyarakat yang terganggu,namun lebih dari itu, kesehatan juga nyawa masyarakat terancam.

Mengutip Liputan6.com (17/09/2019 ) Seorang bayi berusia empat bulan meninggal dunia diduga akibat terpapar kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

Penulis mengutip pernyataan Kepala LP3E Wilayah Sumatera Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Amral Fery mengatakan, tolak ukur kualitas udara itu berdasarkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Amral menjelaskan, ke enam daerah dengan udara berbahaya untuk dihirup itu antara lain Kota Pekanbaru, Rokan Hilir, Dumai dan Siak. Sedangkan dua daerah lain yang dinyatakan tidak sehat yaitu Bengkalis dan Kampar.

Pemerintah Kurang Bertanggung Jawab Dalam Menyelesaikan Persoalan Bencana Kabut Asap

Ironis, ketika kabut asap semakin mengancam kesehatan juga jiwa masyarakat,realitasnya pemerintah kurang bertanggung jawab untuk segera menyelesaikan bencana kabut asap yang melanda beberapa titik pulau Sumatera dan Kalimantan.

Mengutip kompas.com (16/09/2019 ) Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut pemerintah Indonesia telah mencontohkan korporasi untuk melakukan praktik impunitas atau kebal hukum terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Hal itu menyusul langkah pemerintah untuk peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi Presiden Joko Widodo dan sejumlah pejabat lain, yang menjadi pihak tergugat dalam kasus kebakaran hutan di Kalimantan.

Menurut Dewan Eksekutif Nasional Walhi, Khalisah Khalid, dalam konferensi persnya di kantor Walhi Korporasi enggan bertanggung jawab akan pelanggaran hukumnya karena mereka mencontoh pemerintah Indonesia yang melakukan PK terkait karhtula di Kalimantan tahun 2015.

Mengutip liputan6.com ( 17/09/2019 ) Pernyataan Wiranto, pengentasan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (pemda). Mulai dari tingkat kepala desa, camat, bupati atau wali kota, hingga gubernur.

Menurut Wiranto, pemerintah pusat hanya berlaku sebagai koordinator. Oleh karena itu, pemda diharapkan bisa mandiri dalam menghadapi permasalahan yang sama setiap tahunnya.

Senada dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi),Menurut penulis, pernyataan Wiranto memperlihatkan kurang bertanggung jawabnya pemerintah pusat dalam menyelesaikan Bencana Kabut Asap.

Menurut penulis, pemerintah pusat, abai mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan, karhutla hingga menyebabkan bencana kabut asap yang mengancam kesehatan masyarakat hingga menimbulkan korban jiwa.

 Islam Menyelesaikan Persoalan Kabut Asap

Islam adalah dien yang paripurna menyelesaikan problematika umat manusia termasuk dalam menyelesaikan problem karhutla dan bencana kabut asap. Dalam Islam, hutan adalah bagian kekayaan alam yang tidak boleh dikuasai oleh korporasi.

Namun berbeda halnya dalam sistem kapitalis, dimana hutan dapat dikuasai oleh korporat, para kapitalis. Hingga penebangan hutan,pembakaran hutan tidak dapat dihindarkan demi mendapatkan keuntungan besar.

“Al-muslimûna syurakâun fî tsalâtsin: fî al-kalâi wa al-mâ`i wa an-nâri”
Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Para ulama terdahulu sepakat bahwa air sungai, danau, laut, saluran irigasi, padang rumput adalah milik bersama, dan tidak boleh dimiliki/dikuasai oleh seseorang atau hanya sekelompok orang. Dengan demikian, berserikatnya manusia dalam ketiga hal pada hadis di atas bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak (komunitas), dan jika tidak ada, maka mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya.

Dari hadist ini jelas, bagaimana Islam melarang adanya penguasaan lahan hutan oleh korporat. Hutan tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu, beberapa individu, ataupun negara sekalipun. Individu, sekelompok individu atau negara tidak boleh menghalangi individu atau masyarakat umum memanfaatkannya, sebab hutan adalah milik mereka secara berserikat. Namun, agar semua bisa mengakses dan mendapatkan manfaat dari hutan, negara mewakili masyarakat mengatur pemanfaatannya, sehingga semua masyarakat bisa mengakses dan mendapatkan manfaat secara adil dari hutan.

Dengan paradigma tersebut, maka kasus pembakaran hutan dan lahan secara liar akan lebih dapat diminimalisir bahkan bisa ‘nol’ karena masyarakat juga menyadari bahwa hutan adalah milik umum yang harus kita jaga kelestariannya. Selain itu, Islam punya sistem peradilan yang akuntabel menyelesaikan persoalan yang dapat membahayakan rakyat, seperti karhutla.

Tidak hanya itu dalam  Islam ada  sistem peradilan Islam, yakni ada Qadhi Hisbah yaitu hakim yang menangani penyelesaian dalam masalah penyimpangan (mukhalafat) yang dapat membahayakan hak-hak rakyat seperti gangguan terhadap lingkungan hidup (contoh: karhutla). Vonis dapat dijatuhkan kepada pembakar hutan dan lahan di tempat kejadian perkara. Sehingga bila Islam ditegakkan maka tidak ada kondisi krusial bencana darurat asap yang saat ini terjadi yang mengancam jiwa manusia.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.