Ironi Umat Islam Indonesia

JURNALISLAM.COM – Ketika dunia mendengar nama Indonesia, maka yang terbesit dalam benak mereka adalah umat Islamnya. Benar, Indonesia adalah negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan ada satu hal lagi yang paling mengagumkan bagi penulis dari Indonesia, ialah bahwa pada tahun 1949 di Indonesia pernah ada proklamasi Daulah (Negara) Islam pertama setelah jatuhnya Kekhalifahan Islam terakhir di Turki tahun 1924. Tepatnya pada tanggal 7 Agustus 1949 di pegunungan Malangbong, sebuah daerah di perbatasan Tasikmalaya dan Garut, Jawa Barat, Syeikh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo Rahimahullah yang tidak lain adalah Imam dari sebuah jamaah jihad bernama Daarul Islam memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia. Meski akhirnya harus runtuh pula pada tahun 1962 oleh kepanjangan tangan kafir Belanda di negeri ini. Pasukannya dipaksa untuk kembali kepada NKRI, Sang Proklamator pun harus mengakhiri hidupnya di hadapan regu tembak.

Namun kebanggaan itu perlahan sirna tergerus kenyataan moral masyarakat Muslim Indonesia yang semakin hari semakin memprihatinkan. Predikat negeri Muslim terbesar di dunia itu tak mampu mengangkat kehormatan kaum Muslimin di Indonesia dan belahan dunia lainnya. Dunia Islam begitu mengharapkan umat Islam Indonesia yang jumlahnya ratusan juta ini bisa menjadi pelindung dan pembela mereka yang terjajah di luar sana. Namun justru kualitas umat Islam Indonesia yang mayoritas ini bisa dikatakan kalah jauh oleh umat Islam yang menjadi minoritas di negara-negara lain. Tapi Indonesia justru malah menjadi pelayan setia negara haus darah Amerika yang telah membantai jutaan umat Islam di berbagai penjuru dunia.

Tak bisa kita pungkiri bahwa intervensi Yahudi telah mendominasi kehidupan bangsa Indonesia. Kepentingan mereka berjalan begitu mulus di negeri ini, mulai dari perekonomian, pendidikan, kesehatan hingga budaya yang menggiring umat Islam Indonesia pada moral barat yang liberal. Darinya bangsa Indonesia menjadi bangsa pelupa, bangsa yang dipaksa untuk melupakan jati dirinya. Dominasi itulah yang mungkin menjadi penyebab lahirnya ironi umat Islam Indonesia.

Ironi Umat Islam Indonesia

Setiap tahun, ada jutaan orang di Eropa menjadi mualaf setelah mengkaji Islam dan akhirnya meyakini bahwa Islamlah agama yang harus diamalkan untuk keselamatan dunia dan akhirat, meski harus menanggung resiko intimidasi dari pemerintahnya. Di Indonesia, majelis-majelis ilmu gratis dan bebas justru sepi mustami. Kebanyakan umat Islam Indonesia lebih menggemari hedonisme serta mengkaji filsafat barat yang menyesatkan.

Para Muslimah di luar negeri sana dengan bangga dan teguh mengenakan jilbabnya untuk menunjukkan identitas bahwa mereka adalah muslimah. Muslimah Indonesia justru bangga melepaskan jilbabnya untuk mengejar reputasi dan eksistensinya dalam dunia bernama gaul.

Di negeri-negeri orang kafir sana, seorang muslim begitu susah untuk melaksanakan sholat berjamaah di Masjid. Di Indonesia, jutaan masjid mewah justru sepi jama’ah dan banyak beralih fungsi menjadi pasar tumpah atau tempat singgah untuk melepas lelah saja.

Ketika Nabi SAW tercinta dihina, jutaan umat Islam di seluruh dunia turun ke jalan untuk menunjukkan pembelaannya. Namun hanya sedikit saja umat Islam Indonesia yang menujukkan dirinya kepada dunia bahwa ia adalah pembela Nabinya. Kebodohan mereka membuat mereka beranggapan bahwa diri mereka, keluarga mereka, harta benda mereka, kedudukan mereka lebih berharga daripada Nabi SAW yang telah membuat ajaran Islam yang mulia ini sampai kepada kita semua.

Ketika para ilmuan-ilmuan dunia mulai mengakui bahwa Al Qur’an adalah ayat-ayat yang berisikan kebenaran dan telah terbuktikan. Banyak ulama Indonesia justru menjadi penentangnya yang nyata.

Ketika saudara-saudara umat Islam menjadi target pembantaian orang-orang kafir di banyak belahan dunia, umat Islam Indonesia justru sibuk mengadakan acara-acara hiburan lalu menutup mata akan derita saudaranya.

Ketika anak-anak muda Islam Palestina, Afghanistan, Irak, Suriah dll berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk menjadi bagian dari Mujahidin dan bercita-cita menjadi Syuhada. Anak muda Islam Indonesia malah bejubel mengikuti kontes adu bakat, nyanyi dan penari lalu bercita-cita menjadi selebritis terkenal.

Disaat orang-orang Barat sana mulai bosan dengan kehidupan hedonisnya dan mencari ketenangan hidup dengan Islam. Pemuda-pemudi Islam Indonesia justru menjadi candu hedonisme dan budak-budak nafsu.

Saat Umat Islam di negeri-negeri kafir itu berbangga menunjukkan symbol-simbol keIslamannya, umat Islam Indonesia justru bangga mengenakan symbol-simbol setan.

Serta masih banyak lagi kontradiksi-kontradiksi lain dalam kehidupan mayoritas umat Islam Indonesia.

Sudah sebegitu parahkah umat Islam di negeri Muslim ini? Atau label mayoritas dan menjadi Islam sejak lahir itu mereka pikir sudah cukup untuk menjadi ahli Surga?

Maka malulah diri yang tak mampu berbuat apa-apa atas keadaan ini. Meminta pada penguasa seperti bunuh diri, memelas pada Ulama seperti sudah tuli. Hanya kepadaNya kami meminta.

Jika peringatan yang telah berkali-kali disampaikan melalui segelintir Ulama-ulama yang soleh dan para pejuang syariat di negeri ini tak mampu mengubahnya, maka berilah mereka hidayah atau segera turunkanlah bala tentaraMu untuk menghapus fitnah-fitnah yang menghinakan umatMu di negeri ini.

Perlu diketahui bahwa kata Millah dalam surat Al Baqoroh ayat 120 tidak hanya mempunyai arti agama saja, akan tetapi millah adalah gaya hidup, pola pikir, ideology. Orang-orang kafir Yahudi dan Nashrani itu akan terus berusaha untuk membuat umat Islam mengikuti gaya hidup dan pola pikir mereka.

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” QS Al Baqoroh : 120

Kenyataannya? Saksikanlah kehidupan mayoritas umat Islam ini.

Sebuah hadits diriwayatkan dari Thauban ra, mungkin menjadi satu-satunya alasan mengapa semua ironi itu terjadi.

Rasulullah SAW bersabda :

“Akan datang umat-umat yang berkerumunan ke atas kalian seperti kerumunannya orang-orang yang makan pada satu pinggan.”

Maka seorang bertanya : “Apakah jumlah kami pada ketika itu sedikit?”

Baginda s.a.w menjawab: “Bahkan jumlah kamu pada saat itu ramai. Akan tetapi keadaan kamu seperti buih-buih di lautan. Dan sesunguhnya Allah akan mencabut dari (hati) musuh-musuh kamu rasa takut terhadap kamu serta akan ditimpakan (penyakit) al-Wahn di dalam hati-hati kamu.”

Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah! Apakah al-Wahn?”

Baginda menjawab: “Cinta kepada dunia dan takut mati.”

Tulisan ini tidak bermaksud memukul rata semua umat Islam Indonesia. Namun biarlah kita yang sedikit mengerti ini lebih berlapang dada serta berjiwa besar untuk mengakui kenyataan yang ada. Wallohu’alam bishowab.

 

Journally | Jurniscom

 

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.