Inginkan Informasi Berimbang, Salah Satu Keluarga Korban Penangkapan Densus 88 di Bima Gelar Konferensi Pers

BIMA (Jurnalislam.com) – Untuk memberikan informasi yang berimbang, keluarga DN alias Ramadan Ulhaq, salah satu korban penangkapan Densus 88 di Kelurahan Penatoi, Bima, Nusa Tenggara Barat menggelar konferensi pers di rumahnya, Ahad (11/1/2015).

“Saya ingin menceritakan apa yang terjadi biar ada keseimbangan berita,” kata kakak DN Ahmad Gafar (40).

Menurut penuturan Gafar, belasan aparat dengan senjata lengkap masuk rumah dengan mendobrak pintu dan langsung menodongkan senjata kepada semua penghuni rumah yang pada saat itu hanya ada 4 perempuan; Cahaya (44), Emi Faturahmi (39), Arfah (69), Ida (35)  dan satu orang anak, Muhammad Aqim berumur 5 tahun. Mereka lalu menggeledah seisi rumah.

“Kita gak tahu apa yang mereka geledah, apa yang mereka cari. Lemari dibongkar, pakaian semuanya dikeluarin. Tidak ada barang yang tersisa untuk mereka periksa dengan alat pendeteksi logam,” lanjut Gafar.

Gafar juga meceritakan, aparat perempuan bertopeng melakukan pelecehan terhadap anggota kelurganya. Kata Gafar, aparat mengumpulkan semua perempuan dalam satu ruangan, lalu mereka ditelanjangi.

“Kemudian orangtua saya, kakak saya, adik-adik saya dimasukan dalam satu ruangan di kamar kemudian dikunci. Di dalam kamar itu, semua yang perempuan disuruh buka baju, disuruh telanjang,” bebernya.

Salah satu adik Gafar, Emi sempat protes. Namun dengan dalih menjalankan tugas, mereka tetap menelanjangi semua saudara perempuan DN.

“Ini aurat, meskipun sama-sama perempuan tetap gak boleh. Dosa! Mau kamu tanggung dosa saya?” tanya Emi dengan nada tinggi. Polisi perempuan itu sempat menjawab bahwa mereka hanya menjalankan tugas.

“Biar tugas juga tetap gak boleh, ini agama saya yang melarang,” tegas Emi membentak.

Emi menambahkan bahwa apa yang ditulis aparat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sama sekali berbeda dengan apa yang dilakukan aparat di lapangan. Ditulis di dalam BAP, selama pemeriksaan, aparat kepolisian diantar pihak keluarga.

“Mereka tuh menggeledah kita gak tahu, kita di dalam (dikurung dalam kamar). Jadi bukan kita yang ngantar seperti yang ada dalam BAP,” tutur Emi.

Gafar juga membantah pemberitaan tentang ditemukannya barang bukti 5 kg bahan peledak. Padahal sebelum aparat pergi, mereka menunjukkan barang-barang yang mereka bawa.

“Tidak ada itu bahan pembuat bom. Ini yang bikin saya sangat-sangat marah,” keluhnya.

Gafar mengaku keluarga besarnya di Penatoi sangat marah dan akan menempuh jalur hukum serta menuntut Kapolres untuk minta maaf dan memulihkan nama baik keluarga mereka.

“Kita ini warga asli Penatoi, kita ini satu keluarga, semuanya marah. Keluarga besar sangat marah. Bahkan bukan cuma kita, masyarakat sini juga,” ujar Gafar.

Untuk membantu menyelesaikan kasus ini, Gafar telah menghubungi Tim Pembela Muslim (TPM) dan akan segera melakukan tindakan.

“Langkah-langkah hukum itu akan kita tempuh. Komnas HAM juga, kita akan lapor kesana. Kita udah konsultasi juga dengan TPM.”

Barang-barang yang dijadikan barang bukti oleh kepolisian adalah 11 KTP, 11 Handphone, Kitan Bulughul Marham, Kitab Shahih Bukhari, Majalah Tahun 80-an, Panji Masyarakat, VCD Deklarasi Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), 5 Kg Pupuk Urea dan 1 Senapan Angin Rusak. Namun dari semua barang bukti itu, tidak semua ditunjukkan kepada pihak keluarga.

Seperti diketahui, DN ditangkap oleh satuan Densus 88 ketika pada hari Kamis, (8/1/2015) bersama Rio atas tuduhan keterlibatannya dengan Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso alias Abu Wardah.

Reporter : Sirath | Editor : Ally

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.