Ijtima Ulama MUI Dorong Penghina Agama Ditindak Tegas

Ijtima Ulama MUI Dorong Penghina Agama Ditindak Tegas

JAKARTA (Jurnalislam.com)- Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang digelar di Jakarta resmi ditutup pada Kamis (11/10) menyepakati 12 poin bahasan.

Keduabelas bahasan tersebut yaitu makna jihad, makna khilafah dalam konteks NKRI, kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan, panduan pemilu dan pemilukada yang lebih bermaslahat bagi bangsa, dan distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan.

Selanjutnya mengenai hukum pinjaman online, hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency,  penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham.

Dalam salah satu pembahasan soal kriteria penodaan agama, Komisi Fatwa MUI menyebut bahwa kriteria dan batasan tindakan yang termasuk dalam kategori perbuatan penodaan dan penistaan agama Islam adalah perbuatan menghina, menghujat, melecehkan.

Sementara bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasalam, Kitab Suci al-Qur’an, Ibadah Mahdlah seperti Shalat, Puasa, Zakat dan Haji, kemudian Sahabat Rasulullah, Simbol-simbol dan/atau syiar agama yang disakralkan seperti Ka’bah, Masjid, dan adzan termasuk dalam tindakan Penodaan Agama.

Sebagaimana disebut dalam angka (1) adalah perbuatan yang dilakukan namun tak terbatas dalam bentuk :
a. Pembuatan gambar, poster, karikatur, dan sejenisnya.
b. Pembuatan konten dalam bentuk pernyataan, ujaran kebencian, dan video yang dipublish ke publik melalui media cetak, media sosial, media elektronik dan media publik lainnya.
c. Pernyataan dan ucapan di muka umum dan media;

3. Menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan agama, keyakinan dan simbol-simbol dan/atau syiar agama yang disakralkan oleh agama hukumnya Haram;

4.Terhadap perbuatan menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan agama, keyakinan dan simbol dan/atau syiar agama yang disakralkan agama harus dilakukan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara untuk menciptakan kerukunan umat beragama maka harus dilakukan komunikasi, dialog dan upaya-upaya yang dapat mewujudkan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.

“Harus ada peraturan perundangan-undangan yang kuat dan tegas untuk menciptakan kerukunan umat beragama dan memberi sanksi tegas bagi pelaku/organisasi yang melakukan penodaan/penistaan agama yang dapat menimbulkan konflik antar dan intern umat beragama,” katanya dalam keterangan yanh diterima jurnalislam.com.

“Negara harus bertindak tegas dan adil atas segala bentuk tindak pelanggaran yang mengganggu keharmonisan dan kerukunan beragama, sampai kepada akar masalah atau yang menjadi penyebab konflik berdasarkan UU, seperti pelanggaran terhadap UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama,” pungkasnya.

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.