WASHINGTON (Jurnalislam.com) – Maria Butina, yang dituduh sebagai agen Rusia dan mencoba mempengaruhi kebijakan AS, mengaku bersalah atas tuduhan konspirasi, Kamis (13/12/2018).
Selama sidang pembelaan di Pengadilan Distrik AS di Washington, Butina mengakui bahwa dia dan pacarnya, aktivis Partai Republik Paul Erickson, bekerja dan berkomplot dengan agen Rusia untuk “membentuk jalur komunikasi tidak resmi dengan orang-orang Amerika yang memiliki kekuasaan dan pengaruh atas politik AS.”
Agen Rusia itu dilaporkan adalah Alexander Torshin, deputi gubernur bank sentral Rusia. Torshin dijatuhi sanksi oleh AS pada bulan April.
Setelah datang ke AS, mata-mata yang diduga telah mendaftar sebagai mahasiswa pascasarjana di American University di Washington itu menjadi advokat hak senjata dan bekerja dengan anggota terkemuka National Rifle Association.
Jaksa mengatakan bahwa pada tahun 2015, dia telah menyusun proposal yang disebut “Proyek Deskripsi Diplomasi (Description of the Diplomacy Project)” dimana dia akan bertindak sebagai pemancar komunikasi antara AS dan Rusia.
Baca juga:
-
Hamas Hukum Mati 6 Tersangka Mata-mata Israel
-
AQAP Eksekusi Mata mata Pelayan Amerika Serikat
-
WikiLeaks Bongkar Dokumen Rahasia CIA Terbesar di Dunia Digital
-
Terindikasi Ada Kecurangan pada Pemilu AS, FBI Selidiki Intervensi Rusia
-
Apa Itu Aliansi Intelijen Five Eyes?
Jaksa penuntut juga mengatakan, warga negara Rusia itu mengadakan “jamuan makan malam persahabatan” di mana ia bekerja untuk membuat saluran komunikasi dengan politisi tingkat tinggi AS.
Pada bulan Juli dia dituduh melakukan konspirasi dengan bekerja atas nama pemerintah Moskow, dan menjadi agen Rusia.
Walaupun pengadilan belum memutuskan hukumannya, dia menghadapi hukuman penjara maksimal lima tahun, dan kemungkinan besar akan menghadapi deportasi setelah menyelesaikan hukumannya.
Sidang selanjutnya dijadwalkan pada bulan Februari untuk membahas kapan Butina harus dijatuhi hukuman.
Sidang tersebut merupakan pertama kalinya seorang warga Rusia dihukum karena berusaha mempengaruhi politik AS dalam rentang pemilihan presiden 2016.