CIIA : Densus 88 Bukan Law Enforcement Tapi Dendam Kusumat

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Terkait tindakan brutal Densus 88 di Dompu yang menewaskan Nurdin (28) Sabtu (20/9/2014) kemarin, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya memberikan pandangannya yang mengkritik cara kerja Densus 88 di lapangan. CIIA memandang cara kerja Densus 88 di lapangan sangat tidak professional, bahkan brutal.

Berikut rilisan CIIA terkait kasus tewasnya Nurdin di Dompu oleh Densus 88 saat melakukan penindakan hukum yang diterima redaksi Jurnalislam.com, Senin (22/9/2014).

Dari kesaksian-kesaksian di lapangan mengindikasikan kuat bahwa cara kerja Densus 88 sangat tidak profesional bahkan brutal. Karena itu saya perlu sampaikan pandangan sebagai kritik atas peristiwa tersebut :

"Densus 88 bukan Law Enforcement Tapi Dendam Kusumat"

Ini satu bukti lagi cara kerja Densus88 yang tidak profesional, bahkan boleh dibilang cara biadab dalam penindakan dan penegakkan hukum. Supremasi hukum tidak lagi menjadi doktrin penegak hukum. Cara kerja dengan dasar dendam kusumat lebih menonjol pada kasus terbunuhnya Nurdin di tangan Densus88. Orang-orang yang masuk daftar DPO Densus 88 dugaan kuat saya semua sudah terpetakan koordinatnya, tinggal kapan mau dimainkan. Namun sangat disayangkan jika cara-caranya seperti halnya gerombolan peneror yang tidak mengerti hukum.

Pihak Polri boleh dan bisa saja membuat argumentasi kenapa Nurdin harus ditembak mati. Tapi masyarakat juga tidak bodoh dan tidak bisa dibodohi karena kesaksian di lapangan banyak menunjukkan informasi yang kontra dengan statemen Polri. Dan hal ini tidak bisa diabaikan. Terbunuhnya Fadli yang notebene orangnya Densus 88 di Poso oleh orang-orang yang mengaku MIT (Mujahidin Indonesia Timur) dibalas  eksekusi dengan cara tidak kalah brutalnya oleh Densus 88 terhadap Nurdin di Dompu. Seperti berbalas pantun; kekerasan dibalas kekerasan.

Saya melihat siapapun yang melakukan tindak kekerasan yang biadab maka ia berkontribusi melahirkan kekerasan dan kebiadaban berikutnya. Penindakan hukum itu bukan dengan cara-cara melanggar hukum, karena jelas berbeda peran aparat penegak hukum dengan penjahat atas nama hukum. Mereduksi sikap radikal ekstrim sebuah kelompok masyarakat tidak pernah bisa dengan cara-cara yang justru melahirkan efect kristalisasi radikalisme. Saya menduga kuat tindakan Densus88 terhadap Nurdin di Dompu akan melahirkan spiral kekerasan berikutnya. (22 Sept-Harits Abu Ulya, Pemerhati Kontra Terorisme)

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.