Beginilah Cara Media Barat Memelintir Berita Kudeta Turki

Beginilah Cara Media Barat Memelintir Berita Kudeta Turki

ANKARA (Jurnalislam.com) – Setelah kudeta gerakan Fetullah Gulen di Turki yang gagal yang menewaskan sedikitnya 240 orang dan melukai lebih dari 1.500 orang lain, media Barat tampaknya mencoba meremehkan upaya kudeta yang sebenarnya, namun sebaliknya malah berfokus mengkritik respon pemerintah terpilih menghadapi upaya kudeta, Anadolu Agency mengatakan, Kamis (21/07/2016).

Pemerintah Turki mengatakan Organisasi Teror Gulenist atau Struktur Negara Paralel (FETO/PDY) berada di balik kudeta yang untuk menggulingkan pemerintah Turki yang terpilih secara sah, namun media Barat mengabaikan fakta bahwa orang-orang Turki turun ke jalan untuk melindungi pemerintahnya dan aturan hukum terhadap komplotan kudeta yang ilegal. Sebaliknya, media barat malah berfokus pada reaksi otoriter partai yang berkuasa dalam merespon kudeta.

20160720_5_001A186842B484597880857681DE5C5B1

Media Barat yang memiliki banyak artikel berdasarkan opini mereka menilai bahwa langkah pemerintah Turki menahan pegawai negeri sipil yang terhubung dengan Feto dan birokrat di lembaga-lembaga publik seolah-olah bisa lebih berbahaya daripada kudeta gagal yang merenggut ratusan nyawa tersebut.

Beberapa media dan penyiar Barat memilih untuk mengangkat teori konspirasi aneh bahwa kudeta itu sebenarnya dipentaskan oleh pemerintah Turki itu sendiri, sementara yang lain memilih untuk menggambarkan pemimpin kudeta diduga sebagai salah satu ulama muslim paling kuat di dunia.

BBC Inggris menayangkan sebuah video yang menuduh pemimpin FETO Fetullah Gulen memiliki jutaan pengikut di Turki, tanpa menyebutkan infiltrasi FETO selama 40 tahun ke dalam lembaga penting negara seperti tentara, pengadilan, keamanan, unit intelijen dan berbagai lembaga birokrasi dengan berbagai identitas, yang bertujuan untuk menguasai negara.

Sebuah artikel BBC berjudul “Erdogan: Presiden kejam Turki” menggambarkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebagai salah satu pemimpin yang paling memecah belah dalam sejarah modern Turki, mengabaikan fakta bahwa semua orang dari seluruh sektor negara dan kepercayaan politik bergegas ke jalan-jalan untuk menghentikan upaya kudeta ilegal yang bertujuan menggulingkan pemerintah terpilih.

The Economist menerbitkan sebuah artikel berjudul “Kudeta Turki yang gagal memberikan presidennya kesempatan untuk lebih merebut kekuasaan,” mengklaim bahwa peradilan Turki yang independen akan sepenuhnya dihilangkan, namun tidak menyebutkan bahwa penangkapan pejabat negara dan pegawai negeri sipil bertujuan untuk menjaga lembaga-lembaga negara dari infiltrasi oleh pasukan yang menerima instruksi dari luar negeri.

Dalam sebuah wawancara dengan CNN International, Senin, Erdogan menolak keras tuduhan bahwa upaya kudeta sebenarnya diatur olehnya (palsu).

“Sayangnya, itu adalah informasi yang salah. Bagaimana seseorang bisa merencanakan hal seperti itu? Bagaimana orang bisa membiarkan begitu banyak warga sipil kehilangan nyawa mereka? Bagaimana bisa nurani manusia mengizinkan hal itu? Itu sangat tidak mungkin,” kata Erdogan.

Fox News Channel yang berbasis di AS memposting secuil berita di situs web mereka berjudul “harapan terakhir Turki telah gugur,” katanya, “Kudeta Jumat malam yang gagal adalah harapan terakhir Turki untuk menghentikan Islamisasi pemerintah dan degradasi masyarakatnya.”

us-fox-news

Fox News, mengabaikan fakta bagaimana orang Turki turun ke jalan dan menghentikan tank yang dikendalikan tentara yang menghianati rantai komando, mengatakan: “Erdogan menggunakan kudeta sebagai alasan untuk mempercepat Islamisasi negaranya dan memimpin Turki memasuki kegelapan yang melanda dunia Muslim. Visinya adalah salah satu dari megalomaniak neo-Ottoman.”

Pejabat pemerintah Turki, di setiap penampilan media, menegaskan bahwa kudeta dilakukan oleh pengikut tokoh Turki Fetullah Gulen yang berbasis di AS, yang melakukan kampanye lama untuk menggulingkan pemerintah melalui infiltrasi negara Turki, khususnya militer, polisi, dan hakim (yudikatif), dan membentuk negara paralel.

Kolom media lainnya, oleh Kebijakan Luar Negeri Michael Rubin, mengatakan, “Tidak ada orang yang bisa disalahkan Erdogan untuk Kudeta melainkan dirinya sendiri,” dan mengklaim kebijakan luar negeri Erdogan, yaitu “tidak ada masalah dengan tetangga” telah menyebabkan masalah dengan “hampir setiap tetangga.”

The New York Times mengatakan di akun Twitter resminya, “Pendukung Erdogan adalah domba, dan mereka akan mengikuti apa pun katanya,” tapi kalimat ini tidak muncul dalam artikel yang utuh, sehingga sangat menunjukkan bias jurnalisme.
nyt-bias2
Cerita yang berjudul “Pembersihan besar-besaran di Turki saat Ribuan Ditahan dalam serangan balasan Pasca Kudeta,” juga mengabaikan fakta bahwa semua orang – bahkan para pengkritik Erdogan – turun ke jalan untuk menyelamatkan negara mereka dari pengambilalihan militer ilegal.

Dalam cerita lain berjudul, ” Kemenangan Erdogan Setelah upaya kudeta, tapi nasib Turki tidak jelas,” surat kabar memberi kesan palsu bahwa semua warga negara Turki yang membanjiri jalan-jalan di malam hari saat upaya kudeta adalah pendukung Presiden Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) yang saat ini berkuasa.

Apa yang sebenarnya terjadi benar-benar berbeda. Banyak warga tanpa afiliasi politik – atau berafiliasi dengan partai oposisi utama negara itu (termasuk Partai Republik Rakyat, atau CHP, dan Partai Gerakan Nasionalis, atau MHP) – juga berpartisipasi dalam demonstrasi anti-kudeta yang menyerang negara itu pada Jumat malam.

Sebelum kekalahan kudeta Jumat, situs AS Daily Beast memposting cerita yang mengatakan bahwa Erdogan telah meninggalkan negara dan keberadaannya tidak diketahui.

Website tersebut bahkan mengklaim bahwa Erdogan sedang mencari suaka di Jerman, mengutip klaim palsu seorang pejabat militer AS ke NBC News. Website itu kemudian merubah judul nya, namun hanya berubah menjadi, “Lokasi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tidak diketahui,” dan menambahkan, “The Daily Beast tidak bisa mengkonfirmasi laporan-laporan ini.”

Faktanya adalah presiden tidak pernah meninggalkan negara selama upaya kudeta ilegal. Sebaliknya, ia dengan cepat kembali menuju ke Istanbul setelah mendesak warga turun ke jalan untuk menegakkan lembaga-lembaga demokratis Turki.

Mayor harian Jerman Die Welt, sementara itu mengkritik tanpa ampun tindakan keras pemerintah Turki pada tersangka komplotan kudeta, sementara mengabaikan pembantaian yang dilakukan oleh unsur-unsur pro-kudeta militer terhadap warga sipil pada malam kudeta yang gagal itu.

Bagikan