19 Tentara Boneka Tewas, 22 Kendaraan Militer Hancur di Wardak

WARDAK (jurnalislam.com) – Serangkaian serangan Mujahidin Imarah Islam Afghanistan menghancurkan truk berisi perlengkapan  perang dan bahan bakar serta kendaraan militer di distrik Syed Abad di provinsi Wardak pada hari Ahad (21/09/2014).

Mujahidin menyerang konvoi di berbagai belahan Syed Abad, dan terlibat dengan pasukan keamanan dalam pertempuran sengit yang berlangsung pada hari Ahad menewaskan 19 petugas keamanan dan 20 orang lainnya terluka parah.

Pada peristiwa tersebut dua Mujahidin memeluk kesyahidan dan empat lainnya dinyatakan terluka.

Di hari yang sama Mujahidin Imarah Islam  juga menyerang pos di distrik Bati Kot Nangarhar pada Ahad pagi yang berlangsung sekitar setengah jam dan penyerangan dengan rudal tadi malam, menyebabkan selusin tentara boneka AS tewas dan terluka.

Dua tentara boneka ANA bergabung dengan Mujahidin Imarah Islam Afghanistan di distrik Daybala provinsi Nangarhar pada hari Sabtu. [ded412/shahamat]

 

CIIA : Densus 88 Bukan Law Enforcement Tapi Dendam Kusumat

JAKARTA (Jurnalislam.com) – Terkait tindakan brutal Densus 88 di Dompu yang menewaskan Nurdin (28) Sabtu (20/9/2014) kemarin, Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya memberikan pandangannya yang mengkritik cara kerja Densus 88 di lapangan. CIIA memandang cara kerja Densus 88 di lapangan sangat tidak professional, bahkan brutal.

Berikut rilisan CIIA terkait kasus tewasnya Nurdin di Dompu oleh Densus 88 saat melakukan penindakan hukum yang diterima redaksi Jurnalislam.com, Senin (22/9/2014).

Dari kesaksian-kesaksian di lapangan mengindikasikan kuat bahwa cara kerja Densus 88 sangat tidak profesional bahkan brutal. Karena itu saya perlu sampaikan pandangan sebagai kritik atas peristiwa tersebut :

"Densus 88 bukan Law Enforcement Tapi Dendam Kusumat"

Ini satu bukti lagi cara kerja Densus88 yang tidak profesional, bahkan boleh dibilang cara biadab dalam penindakan dan penegakkan hukum. Supremasi hukum tidak lagi menjadi doktrin penegak hukum. Cara kerja dengan dasar dendam kusumat lebih menonjol pada kasus terbunuhnya Nurdin di tangan Densus88. Orang-orang yang masuk daftar DPO Densus 88 dugaan kuat saya semua sudah terpetakan koordinatnya, tinggal kapan mau dimainkan. Namun sangat disayangkan jika cara-caranya seperti halnya gerombolan peneror yang tidak mengerti hukum.

Pihak Polri boleh dan bisa saja membuat argumentasi kenapa Nurdin harus ditembak mati. Tapi masyarakat juga tidak bodoh dan tidak bisa dibodohi karena kesaksian di lapangan banyak menunjukkan informasi yang kontra dengan statemen Polri. Dan hal ini tidak bisa diabaikan. Terbunuhnya Fadli yang notebene orangnya Densus 88 di Poso oleh orang-orang yang mengaku MIT (Mujahidin Indonesia Timur) dibalas  eksekusi dengan cara tidak kalah brutalnya oleh Densus 88 terhadap Nurdin di Dompu. Seperti berbalas pantun; kekerasan dibalas kekerasan.

Saya melihat siapapun yang melakukan tindak kekerasan yang biadab maka ia berkontribusi melahirkan kekerasan dan kebiadaban berikutnya. Penindakan hukum itu bukan dengan cara-cara melanggar hukum, karena jelas berbeda peran aparat penegak hukum dengan penjahat atas nama hukum. Mereduksi sikap radikal ekstrim sebuah kelompok masyarakat tidak pernah bisa dengan cara-cara yang justru melahirkan efect kristalisasi radikalisme. Saya menduga kuat tindakan Densus88 terhadap Nurdin di Dompu akan melahirkan spiral kekerasan berikutnya. (22 Sept-Harits Abu Ulya, Pemerhati Kontra Terorisme)

Polisi Rezim Pemerintah Mesir Tewas Dalam Sebuah Ledakan di Dekat Kementerian Mesir

MESIR (jurnalislam.com) – Setidaknya dua polisi Mesir tewas dalam serangan bom di luar kementerian luar negeri di Kairo, kementerian dalam negeri dan kesehatan mengatakan, merevisi jumlah korban sebelumnya.

Sembilan orang terluka dalam ledakan yang menargetkan sebuah pos pemeriksaan polisi, asisten menteri dalam negeri Abdel Fattah Othman mengatakan kepada kantor berita resmi MENA, pada hari Minggu (21/9/2014).

Salah seorang petugas yang terbunuh, Mohamed Mahmud Abu Sarie, sebelumnya telah bersaksi dalam kasus pengadilan yang melibatkan presiden terguling Mohamed Morsi pada tahun 2011, kata seorang pejabat keamanan.

Tidak jelas apakah Abu Sarie ditargetkan atas perannya dalam persidangan tersebut.

Aktivis bersenjata Ajnad Misr mengklaim pemboman itu, dan mengatakan tindakan mereka itu untuk membela kelompok "tertindas" dan sebagai pembalasan atas tindakan biadab rezim pemerintah terhadap pendukung Morsi.

Pemboman menargetkan "kekuatan aparat keamanan pidana agar mereka merasakan apa yang mereka lakukan kepada umat Islam," kata aktivis itu dalam sebuah pernyataan di Twitter.

"Operasi Pembalasan yang dilakukan oleh kelompok kami yang diberkati kepada orang-orang sombong tidak akan berhenti."

Dalam insiden terpisah pada hari yang sama, enam tentara Mesir tewas ketika sebuah pesawat militer jatuh saat misi pelatihan selatan Kairo.

"Selama pelatihan militer, kegagalan teknis menyebabkan kecelakaan pesawat yang membawa pasukan di Kom Aushim di provinsi Fayoum … menewaskan enam tentara dan melukai seorang lainnya," kata militer dalam sebuah pernyataan, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Para aktivis perlawanan telah membunuh puluhan polisi dalam pemboman dan penembakan sejak militer Mesir menggulingkan Presiden Mohamed Morsi di Juli 2013.

Para aktivis perlawanan di masa lalu meledakkan beberapa bom berturut-turut.

Dua orang polisi, keduanya adalah ahli penjinak bom, tewas saat berusaha untuk menjinakkan bom di luar istana presiden pada bulan Juni. [ded412/Aljazeera]

Densus 88 Tembak Kepala Nurdin Saat Sujud

DOMPU (Jurnalislam.com) – Selain menangkap lima orang pada hari Sabtu (20/9/2014) kemarin, pada hari itu juga Detasemen Khusus 88 Anti Teror Mabes Polri membunuh satu orang bernama Nurdin (28) di rumahnya di Dusun Kala Timur  Desa O,o,  Kabupaten Dompu, Bima, NTB.

Sekitar pukul 15.20 WITA, pasukan Densus 88 menggerebek rumah yang ditempati Nurdin dan mendapatinya sedang shalat Ashar. Nurdin meninggal seketika oleh 3 kali tembakan di kepala saat ia sedang sujud menunaikan shalat Ashar. Kepala Nurdin pecah, darah bersimbah di lantai dan sajadah.

Dian, istri korban bersama anaknya Zakiyatunnisa (1,7 tahun), terkejut ketika tiba-tiba puluhan anggota Densus 88 mendatangi rumahnya dan memaksmnya untuk keluar.

"Mereka masuk rumah dan memaksa saya untuk keluar dari rumah, selang 1 menit baru kaki saya menginjak emperan rumah, terdengar suara tembakan 3 kali," kata Dian yang juga sedang hamil 4 bulan.

Densus 88 membawa mayat Nurdin dengan menggunakan mobil sedan yang telah siap menunggu di depan rumah.

Densus 88 tidak hanya menghabisi nyawa Nurdin, uang senilai Rp. 2.100.000 beserta 3 buah telepon genggam juga raib.

“Setelah mereka menembak suami saya di kamar sebelah (sambil menunjuk kamarnya) mereka juga mengambil uang saudari saya Rp. 2.100.000 dikamar sebelah (tangannya menunjuk ke kamar yang lain) dan 1 HP saya juga 2 HP tetangga sebelah. Padahal uang itu saudari saya  gunakan untuk membayar barang dagangannya," ujar Dian.

Menurut Dian, suaminya tidak melakukan perlawanan sedikitpun seperti yang diberitakan media pada umumnya.

“Pada saat Densus itu masuk suami saya baru melaksanakan rakaat kedua sholat ashar dan ketika saya dipaksa keluar beliau masih sholat. Bapak bisa melihat buktinya, darah yang bercecer dibagian bawah pintu ketika beliau sujud,” lanjut Dian kepada Jurnalislam.com

"Iya, semua itu bohong dan penuh dengan rekayasa," tambah Bapak Jalil, salah satu keluarga korban menguatkan penjelasan istri korban.

“Setelah aksi densus yang begitu cepat, kemudian bayat dibawa beserta sajadah yang digunakan untuk sholat entah kemana, kami pun tidak bisa mendekati lokasi karena dijaga ketat oleh aparat setempat. Jadi tidak ada perlawanan sedikitpun apalagi dengan menggunakan bom molotov, ini semua rekayasa,” lanjut Bapak yang biasa disapa Ustadz Jalil itu.

Ustadz Jalil atas nama keluarga kemudian meminta pihak kepolisian untuk mengembalikan jenazah Nurdin.

"Kami sudah mengikhlaskan semua ini maka kami menuntut kepada pihak Densus untuk mengembalikan jenazah saudara kami Nurdin," tutup beliau.

Nurdin adalah satu-satunya korban meninggal dari aksi penggerebekan yang dilakukan Densus 88 pada hari Sabtu (20/9/2014). Menurut Kapolda NTB Brigjen Pol Sriyono, Nurdin dan lima orang lainnya merupakan DPO kasus Poso dan termasuk kelompok Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso alias Abu Wardah.

Reporter : Abu ul Haq

Editor : Amaif

Densus 88 Tangkap 4 Orang di Bima

BIMA (Jurnalislam.com) – Densus 88 menangkap 4 orang di Bima, NTB, Ahad (20/9/2014). Ke empat orang tersebut adalah Suhail (23), Gun (30), Juwaid (25) dan Salman (45). Mereka ditangkap di tiga tempat berbeda di Kota Bima.

Suhail dan Gun ditangkap sekitar pukul 16.10 WITA saat dalam perjalanan pulang menuju rumah mereka di Desa Punti, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima, NTB bersama rombongan keluarganya. Kejadian itu membuat shock anak istri korban serta ibu mertuanya yang menyaksikan langsung tindakan represif Densus  88 menangkap suami mereka.

"Ketika itu mereka sedang dalam perjalanan pulang bersama keluarganya dengan menggunakan mobil kijang," ujar Abu Hilman, saudara kedua korban ketika diwawancara di rumah korban.

Sebelumnya pada hari yang sama Densus 88 menangkap Juwaid yang sedang membawa barang dagangannya dengan sepeda motor. Sedangkan Salman ditangkap menjelang magrib saat menuju masjid untuk melaksanakan shalat magrib bersama anaknya Asraf (11) di dekat rumahnya di Rabangodu, Kota Bima.

Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait penangkapan keempat orang tersebut. Namun akibat aksi tersebut, istri korban Suhail yang tengah mengandung 8 bulan dan istri Gun yang sedang mengandung calon anak pertamanya itu kini mengalami shock cukup berat.

Ini adalah penangkapan pertama sehari pasca dirilisnya pernyataan resmi Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang mengaku bertanggungjawab atas tewasnya Fadli (50), seorang warga Poso yang dieksekusi dengan cara digorok di Desa Bulog Taunca, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso pada hari Kamis (18/9/2014).

Reporter : Abu Al Haq

Editor : Amaif

IS-ISIS & Terorisme Menyandra Poso?

Di sebuah diskusi terbatas (FGD, 10 Sept 14), BNPT mengakui bahwa isu ISIS pertama kali mereka yang hembuskan. Tentu ada latarbelakang dan tujuan BNPT kenapa melakukan strategi tersebut. Akhirnya isu ISIS bergulir layaknya bola salju, menarik perhatian publik secara luas berlanjut pada larangan ISIS di Indonesia. Banyak element pemerintah dan non pemerintah dilibatkan untuk implementasi larangan tersebut. Mulai dari masyarakat dan tokohnya, institusi Depag, Kemenkominfo, Mabes Polri plus Densus-88, BNPT, TNI, Kejaksaan Agung, serta aparatur intelijen.

Sudah banyak orang ditangkap dengan alasan anggota ISIS, bahkan Presiden SBY dalam rapat kabinet terbatas secara spesifik kembali menyikapi isu ISIS paska tertangkapnya 4 WNA  di wilayah Parigi-Sulteng. Pemetaan kantong-kantong potensial pendukung ISIS dilakukan oleh pihak BNPT, Densus88 dan aparatur intelijen lainya. Melalui ruang pusat kontrol imigrasi monitoring pergerakan WNI yang diduga Suriah menjadi destinasi (tujuan) juga dilakukan. Dengan cover identity, operasi intelijen juga dilakukan di dalam negeri maupun luar negeri untuk mempertajam pengindraan mereka. ISIS diruang publik Indonesia seolah menjadi “cammon enemy”, begitu juga konstalasi politik global Amerika bersama 40 negara lebih berijma’ untuk memerangi ISIS.

Paska larangan ISIS di Indonesia, BNPT yang paling dominan berkepentingan melihat larangan tersebut butuh legitimasi payung hukum yang kuat. Publik kemudian mengerti kenapa BNPT mengusulkan perlunya UU BNPT agar eksistensi dan perannya makin tajam untuk proyek kontra terorisme. Begitu pula wacana yang terus digalang tentang urgensitas amandemen UU Terorisme (UU Nomer 15 Tahun 2003), agar bisa diperluas spektrum jangkauannya. Strategi yang paling tajam untuk mereduksi eksistensi ISIS di Indonesia yaitu dengan menggunakan piranti Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme. Karena itu di berbagai kesempatan rapat dan diskusi para pakar terkait isu ISIS rekomendasinya adalah terorisasi ISIS atau kriminalisasi ISIS bahkan kalau perlu status kewarganegaraannya dicabut. Penalaran dan logika hukum terus dikonstruksi, agar bisa memberikan legitimasi hal tersebut. Asumsinya, regulasi yang jelas membuat law enforcement oleh pihak Polri (Densus-88) atau BNPT dengan Satgasnya (BKO) tidak akan menghadapi kritik dan kendala di lapangan.

Isu dan opini tentang “Indonesia darurat ISIS” digulirkan sedemikian rupa secara sistemik. Yang selama ini Poso dalam isu terorisme ditempatkan sebagai episentrum akhirnya disebut juga oleh pihak Polri dan BNPT sebagai wilayah yang banyak pengikut ISIS. Para “teroris” jaringan Santoso cs (MIT-Mujahidin Indonesia Timur) terekspos sudah berbaiat kepada Islamic State (IS)-ISIS di Iraq-Suriah. Dengan pengolahan dan komunikasi yang “ciamik” dari pihak Polri dan BNPT, semakin kokoh image Poso menjadi basis ISIS di Indonesia paska tertangkapnya 4 WNA di Parigi Sulteng (6 Sept 2014). Karena isu ke publik melalui Polri bahwa 4 WNA diduga terkait jaringan Santoso, dan ada hubungannya dengan ISIS. Ditambah komentar beberapa pengamat teroris (baca; agent influence) bahwa warga Poso paling banyak berbaiat kepada IS-ISIS, maka makin establis image “Poso sarang teroris dan ISIS”. Padahal bagi sebagian tokoh masyarakat Poso komentar diatas sangat berlebihan dan tendensius, ini terungkap saat diskusi dihelat oleh FAAI (Forum Alumsi Afghanistan Indonesia) di Hotel Sofyan Cikini-Jakarta bulan Agustus untuk mensikapi isu ISIS.

Saya yakin semua masyarakat Poso merindukan ketenangan, kedamaian bahkan kesejahteraan dalam kehidupan mereka. Bahkan di hari Senen (22 Sept 2014) dibuatkan perhelatan diskusi terbuka, menghadirkan sekitar 70 orang lebih para tokoh dan representasi masyarakat Poso dari berbagai element. Mengangkat sebuah tajuk “Saatnya Orang Poso Bicara. Menyelesaikan Poso Secara Komprehensif”, dari pukul 09.30-16.00 Wita di Hotel Kartika Poso. Namun perhelatan ini seolah ditantang secara langsung atas peristiwa aktual penangkapan 4 WNA dan 3 WNI yang diduga terkait jaringan Santoso (MIT), bagaimana resolusi keamanan bagi masyarakat Poso bisa dibuat sevisibel mungkin?. Bahkan yang lebih heboh lagi, agenda yang di inisiasi oleh Komnas HAM Pusat ini seolah diberi PR (pekerjaan rumah) tambahan terkait peristiwa pembunuhan seorang warga Poso bernama Fadli (18 Sept 2014) yang akhirnya diklaim dilakukan oleh MIT (Mujahidin Indonesia Timur) melalui rilisnya ke beberapa media online (20 Sept 2014).

Poso dalam baluran darah dan misteri instabilitas keamanan tidak hanya saat ini saja, tapi sudah menahun sejak konflik tahun 2000-an. Dalam konteks sekarang, Poso menyimpan potensi ketidak-amanan dan ketidak-nyamanan bagi warganya tidak bisa dipungkiri. Meski kondisi ini bertolak belakang dengan alam bawah sadar komunal masyarakat Poso yang mengimpikan kadamaian. Bagi BNPT dan Polri (Densus-88) kelompok sipil bersenjata yang dilabeli teroris oleh mereka sebagai faktor utama instablitas keamanan di Poso. Bahkan narasi yang lebih dramatis lagi, Poso menjadi kawah condrodimuko para “teroris” yang akan menebar “hantu” ketakutan di berbagai pelosok negeri Indonesia. Terlepas disadari atau tidak,  bahwa treatment selama ini yang mereka desain juga berkontribusi  melahirkan banyak blunder di Poso. Kekerasan demi kekerasan menggeliat tanpa kendali, penyelesaian holistik komprehensif jauh panggang dari api. Aroma proyek kepentingan opurtunis dengan menjadikan Poso sebagai panggung perhelatan juga “anyir” tercium. Egoisme Polri dan BNPT juga terkesan tampak dalam penanganan Poso. Lengkap lagi keterpurukan Poso adalah berada dititik nadzir rendahnya kepedulian tokoh-tokoh Ormas Islam Indonesia.

Sekarang Poso disandra dengan opini “ISIS dan terorisme”, di sisi lain  kelompok sipil bersenjata (Santoso cs) tersandra dengan label teroris dan buronan kelas kakap. Ibarat posisi, di sebuah ujung jalan buntu bagi Santoso cs tidak ada yang bisa dilakukan kecuali melawan atau mati. Variabel yang mejadi “ruh”perlawanan bagi mereka makin berderet; dari dendam, pengkhianatan, qishas, rasa ketidakadilan dari resolusi konflik masa lalu Poso, sampai ideologi baru perlawanan mereka dapatkan paska deklarasi IS (Islamic State) oleh ISIS.

Dari perspektif inilah, kasus terbaru pembunuhan terhadap Fadli seorang petani Kakao diklaim dilakukan oleh MIT (Mujahidin Indonesia Timur) bisa di eja.

Mengeja Kasus Terbaru di Poso

Fadli tewas mengenaskan di malam Jumat (18 Setp 2014), berdasarkan kesaksian istrinya dilakukan 5 orang yang ia tidak mengenalnya. Kemudian jarak sehari ada klaim dari MIT melalui rilis kemedia (http://m.arrahmah.com/news/2014/09/19/mit-bertanggungjawab-atas-penggorokan-warga-poso.html, 20 Sept 2014) bahwa benar mereka yang melakukan sebagai bentuk hukuman kepada Fadli. Pertanyaan mengelitik, benarkah rilis tersebut original dari kelompok MIT? Mengingat banyak orang yang juga bisa membuat rilis semacam itu.

Pengirim rilis dengan alamat email “abu nuh” abunuh423@gmail.com, dari riset yang dilakukan diduga kuat pengirim rilis tersebut bukan di atau dari Poso, Sulteng tapi justru berada di Jakarta. Dari forensik IT ketahuan pemilik akun menggunakan IBM data dan servernya di sebuah gedung tinggi di bilangan Kuningan-Jakarta. Bisa jadi pelaku adalah pendukung MIT, ring inti, anggota, atau level bawahnya lagi adalah simpatisan. Tapi bisa dipastikan pengirim rilis ada komunikasi dengan orang dilapangan (Poso) karena konten dari rilis mengisaratkan dia tau dinamika dan alasan utama kenapa Fadli dibunuh. Terlebih lagi “abu nuh” sudah beberapa kali kirim rilis ke media dengan alamat email yang sama. Dan foto korban (Fadli) diunggah melalui FB (Facebook) dengan nama akun “abu qiya al-qutb”. Apakah forensik cyber crime Densus-88 bisa menjejak ini? Hubungan antara peristiwa di lapangan dengan bagian propaganda seperti kasus di atas sering menyisakan kabut dan kebenaran dibaliknya tidak pernah terungkap kepublik.

Benarkah nyawa Fadli sebagai ganti (qishas) dari Handzalah alias Hendro dan Fani yang mati ditangan Densus-88? Bisa jadi demikian. Sekelumit fakta penting yang perlu diketahui publik,  dari riset kita dapatkan gambaran sebenarnya; Fadli, Handzalah (Hendro) dan Fani plus Evan (Ipar dari Fadli) adalah satu grup. Pada awalnya mereka dalam lingkaran MIT, dan Fani seorang tukang kayu yang tinggalnya di lorong Jati tewas bersama Hendro (Handzalah) saat kontak penggrebekan yang dilakukan oleh Densus 88 di Taunca Poso beberapa bulan lalu. Peran Fani adalah kurir, berbeda dengan Handzalah yang berperan ganda sebagai kurir dan menangangi urusan propaganda (IT). Berbeda nasibnya dengan Fadli, Evan sampai kini lenyap tanpa jejak disinyalir ada yang mengamankan. Tapi tidak untuk Fadli, ia sempat ditangkap oleh Densus-88 kemudian dilepas disinyalir dijadikan sebagai “panah” pihak Densus-88 dengan sejumlah kompensasi (uang). Dari hasil penggalangan terhadap Fadli inilah pihak Densus-88 bisa menjejak posisi Hendro dan Fani saat di Taucan Poso. Inilah alasan utama kenapa Fadli jadi target kelompok MIT dibawah komandan Santoso dan supervisernya Daeng Koro (disertir Kostrad). Fadli dicap sebagai pengkhianat dan bekerja untuk aparat Densus-88.

Dari rilis MIT terindikasi ada benarnya bahwa mereka yang melakukan, ada beberapa indikasi dan barang bukti yang menjadi jejak langkah mereka.

Dari investigasi dan sumber CIIA didapatkan jejak, paska 5 OTK (orang tidak dikenal) mengkeksekusi Fadli mereka lari mengambil rute ke arah Desa Taunca menuju ke arah Sumber air panas di Patanggolemba. Kemudian bergerak melintasi Gereja di Tongko Situru Membangun, dilanjutkan menyusuri sungai Masani tembus ke Tamanjeka. Diduga kuat pemimpinnya adalah Sabar Subagio alias Daeng Koro (disertir Kostrad). Saat aparat TNI melakukan penyisiran (Jumat, 19 Sept 2014) di kawasan Dusun Ratalemba Desa Masani, Poso Pesisir di kawasan kaki Gunung Biru dijumpai pondokan salah seorang warga di kebun menjadi salah satu tempat suplai logistik kelompok MIT yang lari ke arah Gunung Biru paska kontak senjata dengan aparat TNI. Ada beberapa barang bukti yang didapatkan di TKP; beberapa bom rakitan, Munisi Rangsel, 1 SIM  atas nama “MP” asal Purbalingga Jateng. Dan juga didapatkan 1 KTP atas nama “MP” juga, 1 KTP atas nama “BS”, dan 1 buah kartu ATM BRI.

Selain itu juga masih didapatkan dari TKP (Pondokan) yang digrebek aparat TNI; 1 buah magazen pistol berisi 3 butir munisi kal. 9mm, 1 buah cas HP, 1 buah parang yang diduga dipakai menggorok Fadli,  ratusan munisi Kal.5,56mm, 1 buah magazen M16, 7 buah sleeping bag, 1 buah rompi bom, 1 buah rompi magazen, 1 buah senter kepala, 1 buah teropong, 3 kaleng obat multivitamin, 1 HP merk Nokia, 1 buah senter kecil, 1 buah cas HP satelit,1 buah kompos gas beserta tabung LPG, 2 buah pemicu bom, 6 pasang sepatu kebun dan 6 buah tempat tidur ikat dan pakaian. Dan semua BB (barang bukti) diserahkan ke pihak Polres.

Lantas bagaimana dengan 4 WNA yang di tangkap di Parigi- Sulteng, apakah benar mereka terkait ISIS yang mau gabung dengan MIT? Sejauh ini sumber resmi Polri mengungkap ada kendala bahasa untuk mengorek keterangan dari 4 WNA yang dikurung di Mako Brimob Kelapa Dua. Dari kajian CIIA didapatkan informasi, data pelintasan imigrasi mereka terekam masuk ke Indonesia melalui Malasyia-Bandung. Kemudian dilanjutkan ke Makkasar, diduga kuat datang secara bertahap ke Makassar kemudian singgah di sebuah tempat yang tuan rumah masih punya hubungan dengan orang-orang MIT di Poso. Tapi diluar dugaan mereka (WNA dan guide), aparat Intelijen mengehendus kehadiran mereka saat masuk Makkasar dan kemudian dilakukan tailing (penjejakan), hingga akhirnya ada rekomendasi untuk di adakan swepping didepan Polres Parigi Sulteng.  Berbaliknya arah mobil (yang berisi 4 WNA, 3 WNI) membuat aparat curiga sampai akhirnya terjadi pengejaran dan ditangkap 7 orang tersebut.

Kita bisa membuat analisa sementara, dengan kehadiran orang WNA mengindikasikan orang-orang MIT punya kemampuan kemunikasi keluar untuk mencari dukungan dan simpati. Tapi apakah orang WNA yang hadir adalah representasi dari jaringan jihad global seperti al Qaida atau utusan dari IS (Islamic State)-ISIS, tentu perlu pendalaman lagi terhadap 4 WNA yang ditangkap. Jangan sampai propaganda dari pihak-pihak opurtunis lebih banyak menentukan narasi ISIS eksis di Poso dibanding fakta yang sebenarnya. Dan peristiwa penggorokan Fadli yang diklaim oleh pihak MIT bisa jadi juga memberikan pesan bahwa agenda-agenda komunikasi mereka (MIT) dengan orang-orang asing tidak mau bocor karena “embernya” mulut warga. Mengingat 2 pekan sebelum tertangkapnya 4 WNA dilapangan sudah ada dinamika intimidasi dari kelompok MIT kepada masyarakat agar tutup mulut jika tidak maka nyawa taruhannya. Disamping itu ada konsistensi pesan mereka (MIT), bahwa mereka (MIT) masih eksis dan selalu mengibarkan bendera perang terhadap Densus-88. Namun seorang Fadli  (sipil-petani) dan bukan Densus-88 nya yang menjadi korban. Sebuah ambiguitas perlawanan!

Peristiwa ini adalah letupan dari magma persoalan yang lebih besar di Poso. Tapi yang pasti Poso masih menjadi negeri yang elok dengan deretan lembah bukit dan gunung-gunung hijaunya. Tapi dihadapkan pada anomali Poso menjadi “panggung” banyak kepentingan. [CIIA-Sept ‘14] 

Serangan Mematikan Virus Ebola Makin Mengganas di Guinea

GUINEA (Jurnalislam.com) – Sebuah tim yang berusaha untuk mendidik penduduk setempat tentang risiko virus Ebola di daerah terpencil Guinea tenggara, juga mendapat serangan virus ebola.

“Delapan mayat, termasuk tiga wartawan, ditemukan di jamban desa. Tiga dari mereka memiliki celah di tenggorokan mereka,” kata Damantang Albert Camara, seorang juru bicara pemerintah kepada Reuters, pada hari Kamis (18/9/2014).

Penemuan mengerikan itu terjadi saat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa telah muncul lebih dari 700 kasus Ebola lainnya di Afrika Barat dalam sepekan terakhir.

Badan kesehatan PBB tersebut mengatakan pada hari Kamis bahwa lebih dari 5.300 orang kini telah terjangkit virus, dan bahwa statistik terbaru menunjukkan bahwa hampir setengah dari kasus tersebut dicatat dalam tiga minggu terakhir.
Hanya tiga minggu lalu jumlah kasus baru sekitar 500 untuk jangka waktu satu minggu.

Korban tewas mencapai 2.600 orang, meningkat sekitar 200 dari perkiraan terakhir, WHO mengatakan.

Kemudian pada hari Kamis, Dewan Keamanan PBB menyatakan wabah tersebut sebagai “ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional” dan meminta semua negara untuk menyediakan sumber daya dan bantuan secepatnya untuk membantu mengatasi krisis.

Peringatan tersebut datang setelah Sierra Leone disiapkan untuk penguncian nasional tiga hari yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mencegah penyebaran virus Ebola, dalam sebuah langkah kontroversial yang menurut para ahli dianggap malah bisa memperburuk epidemi.

Penduduk yang berjumlah enam juta tersebut akan dibatasi hanya boleh berada di rumah mereka sejak Kamis tengah malam karena hampir 30.000 relawan akan mengunjungi tiap rumah, mencari dan mengobati pasien yang tersembunyi di rumah-rumah penduduk.

“Cuaca hujan atau cerah, kami tetap bekerja. Selama tiga hari … Pekerjaan ini akan dilakukan,” kata Steven Gaojia, kepala pusat operasi darurat pemerintah.


Larangan perjalanan ke Sierra Leone terkait virus Ebola.

Wabah terburuk Ebola yaitu menewaskan lebih dari 500 jiwa di Sierra Leone, salah satu dari tiga negara episentrum epidemi.

“Ose to Ose Ebola Tok” dalam bahasa Krio  berarti “dari rumah ke rumah Ebola bicara” – dan akan ada lebih dari 7.000 tim relawan mengunjungi 1,5 juta rumah di negara itu.

Mereka akan membagikan sabun batang dan informasi tentang cara mencegah infeksi, serta mendirikan komunitas tim “pengawas lingkungan” Ebola.

Pemerintah mengatakan tim tidak akan masuk ke rumah-rumah penduduk dan tidak bertugas mengumpulkan pasien atau jenazah, tapi akan memanggil layanan darurat atau tim pemakaman “jika kebetulan tim bertemu situasi seperti itu.”

Tempat tidur tambahan telah didirikan di sekolah-sekolah dan rumah sakit di seluruh negeri, termasuk 200 di Freetown, dan pemerintah memproyeksikan 15 sampai 20 persen munculnya kasus baru, yaitu pasien baru ditemukan.

Aktivis masyarakat dan pemimpin masyarakat sipil telah direkrut untuk membantu ribuan polisi dan tentara menegakkan jam malam. 

Dituduh Mata-mata Aparat, Seorang Warga di Poso Dibunuh OTK

POSO (Jurnalislam.com) – Seorang warga Desa Bulog Taunca, Kecamatan Poso Pesisir Selatan,Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, tewas dibunuh sekelompok orang tak dikenal, Kamis (18/9/2014) malam.

Polisi menduga, pelaku pembunuhan tersebut ada kaitannya dengan kelompok teroris Santoso.

Korban, Fadli (46), dibawa ke Kamar Jenazah RSUD Poso pada Jumat (19/9/2014) sekira pukul 01.15 Wita dalam pengawalan ketat kepolisian.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petugas Polres Poso di RSUD Poso, petani cokelat tersebut dibunuh pada Kamis sekira pukul 22.00 Wita saat menonton televisi bersama istrinya.

Tiba-tiba, Fadli didatangi lima orang tidak dikenal. Para pelaku langsung menyelonong masuk ke rumah lalu menariknya ke luar. Sang istri yang berupaya melepaskan suaminya dihadang pelaku dengan menodongkan senjata api.

Sementara itu, istri korban mengungkapkan, para pelaku membunuh suaminya karena dituduh sebagai mata-mata aparat kepolisian. Namun dia tidak mengenal para pelaku.

Fadli dibunuh dalam kondisi dua tangan diikat ke belakang menggunakan tali jemuran. Korban menderita luka parah di leher. Pembunuhan berlangsung sangat cepat yakni sekira lima menit. Setelah itu para pelaku langsung melarikan diri.

Sumber : okezone

Umat Islam Tolak “Pura Terbesar Se-Asia” di Dompu, NTB

DOMPU (Jurnalislam.com) – Keberadaan Pura Hindu yang diklaim sebagai Pura terbesar se-Asia di Desa Pancasila Kecamatan Pekat Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat yang diresmikan tanggal 9 September 2014 terus mendapat kecaman dari umat Islam.

Keberadaan Pura seluas lebih kurang 10 hektar tersebut dianggap telah meresahkan oleh warga desa Pancasila dan sekitarnya yang mayoritas bergama Islam.

Abdullah, seorang warga Desa Pancasila menuturkan kekecewaannya atas didirikannya Pura tersebut dengan alasan mayoritas warga desa Pancasila dan dusun sekitarnya beragama Islam, serta letak mata air desa mereka yang berdekatan dengan Pura tersebut.

"Kami masyarakat desa Pancasila dan enam dusun lainnya disini tidak setuju dengan keberadaan Pure tersebut, karena bukan daerah mayoritas umat hindu serta keberadaan sumber mata air kami yang berdekatan langsung dengan bangunan Pure," ungkapnya kepada Jurnalislam.com, Jumat (17/9/2014).

"Mereka mengerahkan aparat yang banyak beserta Pangdam Udayana serta jajaran tinggi lainnya, seakan ingin mengintimidasi kami yang tidak setuju dengan keberadaan Pura ini," lanjut Abdullah.

Pernyataan Sikap Forum Umat Islam (FUI)

Setelah melakukan kunjungan dan silaturahmi langsung ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dompu, Pemerintah Daerah melalui Wabup(wakil bupati) dan jajarannya, tokoh Agama, Ulama dan elemen masyarakat, maka Jamaah Ansharu Syariah (JAS) Mudyriah Dompu, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Dompu, Yayasan As-Salam, serta ormas Islam lainnya yang tergabung dalam FUI Dompu, mengeluarkan pernyataan sikap atas keberadaan Pura “terbesar di Asia” yang berada diwilayah Kab. Dompu NTB.

Pernyataan sikap Forum Umat Islam Dompu terdiri dari 9 poin, diantaranya:

1. Kami atas nama umat islam dompu,menolak pembangunan Pura Hindu di daerah mayoritas muslim tersebut, karena tidak sesuai dengan SKB 3 menteri mengenai ijin pendirian tempat ibadah, yaitu dalam pasal 13 ayat 1, 2 dan 3 dan pasal 14 ayat 1, 2 dan 3, serta pasal 15 ayat 1 dan 2.

2. Pembangunan Pura Hindu yang dilaksanakan dengan penuh rekayasa dan intimidasi terhadap penduduk setempat yang mayoritas muslim dapat menimbulkan gesekan dan intoleransi umat beragama.

3. Di lokasi keberadaan Pura Hindu tersebut, berdekatan langsung dengan sumber mata air masyarakat yang merupakan sumber kebutuhan hidup masyarakat muslim dalam kehidupan sehari-hari.

4. Kegiatan peribadatan umat Hindu yang dilaksanakan pada hari selasa tanggal 09 september 2014 kemarin, yang dihadiri oleh Pangdam Udayana, Korem serta dengan memobilisasi umat Hindu yang banyak, telah mengganggu ketentraman umat islam yang merupakan warga mayoritas di wilayah tersebut

5. Penggunaan istilah atau kalimat "Pura terbesar di Asia" tersebut, mencederai perasaan umat Islam yang merupakan umat mayoritas di bumi Nggahi Rawi Pahu (Beriman) Dompu NTB.

6. Kami mengajak pemerinrah Kabupaten Dompu untuk meninjau ulang ijin pembangunan Pura terbesar di Asia tersebut.

7. Kami menghimbau kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, serta umat Islam untuk merapatkan barisan dan melakukan penolakan terhadap keberadaan Pura terbesar di Asia tersebut.

8. Kami menghimbau umat islam di kabupaten Dompu khususnya dan umat Islam ditempat lain untuk tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis,sara dan selalu menjaga stabilitas keamanan.

9. Bila pernyataan sikap ini tidak ditanggapi dengan bijak dan serius, maka kami akan mengerahkan massa untuk melakukan aksi atas nama Hak Umat Islam yang ternodai.

Editor : amaif

Astaghfirullah, Puluhan Zionis Yahudi dan Tentaranya Memaksa Masuk ke Kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur

PALESTINA (jurnalislam.com) – Puluhan pemukim zionis Yahudi dan tentara penjajah Israel pada hari Rabu (17/09/2014)  memaksa masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur, kata seorang pejabat Palestina.

"Tidak kurang 50 pemukim zionis Yahudi menyerbu kompleks suci melalui Gerbang Al-Magharbeh di bawah perlindungan polisi penjajah Israel," Sheikh Omar al-Qiswani, direktur Palestina di Masjid Al-Aqsa, mengatakan kepada Anadolu Agency.

Dia mengatakan bahwa ratusan jamaah Palestina menghadang para pemukim setelah terakhir mencoba untuk melakukan ritual Talmud dekat gerbang Al-Rahmeh.

"Mereka berjalan melalui halaman kompleks tersebut dari Al-Magharbeh Gate, melewati masjid Qibali dan Marawani sebelum berangkat dari gerbang Al-Silsila," tambah al-Qiswani.

Sementara itu, polisi zionis Israel meningkatkan keamanan di pintu masuk tempat suci, mencegah orang berusia di bawah 40 tahun memasuki kompleks.

Dalam beberapa bulan terakhir, kelompok ekstremis zionis Yahudi – sering kali disertai dengan pasukan penjajah Israel – berulang kali memaksa masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa.

Seringnya pelanggaran ini membuat marah kaum Muslim Palestina dan kadang-kadang menyebabkan konflik kekerasan.

Bagi umat Islam, Al-Aqsa merupakan tempat paling suci ketiga di dunia.

Sedangkan zionis Yahudi menganggap wilayah ini sebagai "Temple Mount," mengklaimnya sebagai tempat dua candi Yahudi terkemuka di zaman kuno.

Zionis Israel menduduki dan menyerang Yerusalem Timur selama  Perang Timur Tengah tahun 1967 dan kemudian menganeksasi kota suci tersebut pada tahun 1980, mengklaimnya sebagai ibukota negara Yahudi – sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.

Pada September 2000, kunjungan ke lokasi oleh pemimpin  zionis Israel yang kontroversial Ariel Sharon memicu " Intifada Kedua " – sebuah perlawananan rakyat Palestina melawan pendudukan Israel di mana ribuan warga Palestina gugur dan terluka . [ded412/ AA / world bulletin]