Lawan Diktatoriat Kampus Rezim Anti Islam
Upaya Pecah Belah Anak Negeri dengan Isu Radikalisme
Oleh: Mashun Sofyan, S.Kom
Ketua BE BKLDK Nasional
Beberapa hari terakhir diberitakan bahwa ada seorang mahasiswa di Kampus IAIN Kendari, Hikma Sanggala dikeluarkan dari kampus IAIN Kendari karena tuduhan yang terkesan politis. Pengacara Hikma dari LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan mengatakan bahwa kliennya dikeluarkan karena dituding berafiliasi dengan aliran sesat dan paham radikalisme.
Isu radikalisme baru-baru ini di identikan seperti monster yang begitu menakutkan bagi rezim penguasa, hingga semua aparat pemerintahan dikerahkan untuk bisa membendung laju radikalisme dengan dalih menjaga stabilitas keamanan di negeri ini. Dunia kampus yang begitu menjunjung tinggi tradisi intelektual juga menjadi sasaran isu radikalisme. Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan mendata nomor telepon dan media sosial (medsos) warga kampus, mulai dari dosen, pegawai, hingga mahasiswa pada awal tahun kalender akademik 2019/2020, yang akan digunakan untuk mendeteksi keterkaitan dengan radikalisme dan intoleransi.
Di lain kesmpatan, Wakapolri Ari Dono juga membeberkan tantangan keamanan yang dihadapi Polri pada 2020. Salah satunya adalah penyebaran paham radikalisme dan intoleransi yang dinilai bakal semakin mengganggu stabilitas dan keamanan nasional. Wakapolri menjelaskan, kebutuhan anggaran Polri pada 2020 sebesar Rp111,42 triliun.
Isu radikalisme disinyalir oleh beberapa tokoh menjadi alat politik pecah belah anak negeri, lebih khsusus menjadi alat adu domba umat islam. Namun, sebenarnya apa makna kata radikalisme itu? Kata radikalisme berasal dari bahasa Latin radix yang berarti “akar”, yang sebenarnya bermakna netral. Akan tetapi kata radikal selalu disematkan kepada umat islam yang lantang suarakan syariah dan tampil mengkritisi kebijakan dzolim pemerintah. Tuduhan radikalisme yang hanya berjalan pada tataran konsepsi dan ide saja sudah dimusuhi begitu rupa oleh pemerintah.
Selain itu kata radikalisme secara definisi pun masih belum disepakati oleh banyak pihak. Belum ada peraturan resmi dari pemerintah yang menyatakan radikalisme adalah tindakan melanggar hukum, bahkan di dunia Internasional pun tidak jauh berbeda. Istilah radikalisme dikonotasikan negatif dan dianggap sebagai common enemy.
Belum juga selesai dengan definisi, dicanangkanlah “proyek” deradikalisasi sehingga masuk dalam APBN dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintah bekerja sama dengan lembaga non pemerintah, LSM, ormas dan lain-lain. Bahkan di tahun 2019, Anggaran BNPT mencapai Rp669 miliar.
Hari ini memang ada upaya ingin melekatkan makna radikalisme dengan kata terorisme. Mereka mengklaim bahwa aksi terorisme dilahirkan dari pemikiran radikal, sehingga radikalisme menjadi pintu masuk aksi terorisme. Tentu kesimpulan ini lahir dari kacamata kuda (subyektif tendensius). Radikalisme yang divonis sebagai akar terorisme, sementara pemerintah abai terhadap gejolak di masyarakat sebagai sebuah gejala sosial sebagai ekses dari meluasnya sikap apatisme dan frustasi sosial akibat kemiskinan, ketidakadilan, ketidakpastian masa depan, dan tekanan hidup yang berat. Selain itu kondisi termutakhir ini terkesan sangat korelatif dengan adanya imperialisme global yang makin menggurita, ditandai dengan peran dagang Amerika Serikat dan China secara global, termasuk di indonesia.
Jika penguasa di negeri ini ingin menyelamatkan negeri dari kehancuran maka seharusnya pemerintah memfokuskan pembrangusan ide sekulerisme dan liberalisme, dimana ide sekuler liberal ini sudah praktis terejawantahkan dalam realitas kehidupan masyarakat hari ini. Ide ini sangat berbahaya karena sudah terbukti menghasilkan kerusakan dalam segala sendi kehidupan masyarakat, termasuk di Indonesia. Langkah strategis tuduhan radikal kepada umat islam disnyalir karena adanya ambisi ideologis untuk menundukkan kaum muslimin pada penjajahan ala demokrasi Barat, serta menjegal bangkitnya kekuatan politik Islam di negeri ini.
Bahaya sesungguhnya adalah bercokolnya paham dan praktik sistem sekuler liberal dalam bingkai kapitalisme yang dipraktekkan negeri ini. Diterapkannya sistem demokrasi liberal menyebabkan Indonesia bangkrut, rusak, gagal dan terjajah. Terbukti dalam sistem demokrasi kemaslahatan dan nasib umat Islam akan terus dipinggirkan. Konspirasi Barat ini dilakukan tidak lain karena Islam dan umat Islam dinilai mengancaman terhadap dominasi peradaban Barat (kapitalisme global). Selain potensi SDM yang sangat besar berikut sumber daya alam (SDA)-nya yang melimpah, Islam dan umat Islam juga memiliki potensi ideologis yang jika semua potensi ini disatukan akan mampu mengubur sistem Kapitalisme global.
Ulama, ormas Islam, Tokoh Masyarakat, akademisi, kaum intelektual dan semua aktifis gerakan Islam harus secara kontinyu dan bersama-sama melakukan kontra isu radikalisme yang terus dituduhkan kepada umat Islam. Harapan besar ditumpahkan kepara para mahasiswa pejuang Islam agar terus konsisten melakukan amr ma’ruf nahi mungkar, dimana peran mahasiswa muslim begitu strategis karena memiliki kapasistas intelektualitas tinggi, idealisme kokoh dan keberanian yang akan membuat penguasa dzolim tidak bisa tidur nyenyak.
Ketika orang-orang kafir (asing) melakukan makar untuk menghadang kebangkitan umat Islam. Niscaya makar itu akan gagal. Maka kehancuran dan kehinaan akan melekat pada diri mereka di dunia dan akhirat.
وَقَدْ مَكَرُوا مَكْرَهُمْ وَعِنْدَ اللَّهِ مَكْرُهُمْ وَإِنْ كَانَ مَكْرُهُمْ لِتَزُولَ مِنْهُ الْجِبَالُ
Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya.(Ibrahim:46)
Ketika penjajah asing ingin memadamkan cahaya Islam yang sudah diinginkan dan diperjuangkan umat islam, maka cahaya itu tidak akan padam. Sebaliknya mereka akan mendapatkan kehinaan dan ideologi yang mereka perjuangkan akan digantikan dengan Islam. Itulah janji Allah.
يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai (at-taubah 32).