JENEWA (Jurnalislam.com) – Oposisi Suriah menjelaskan bahwa pertemuan pertama mereka di sini dengan utusan PBB di putaran terakhir pembicaraan damai “umumnya positif”, dan memuji de Mistura karena lebih terlibat dalam membahas transisi politik.
Komentar itu muncul sehari setelah Staffan de Mistura, utusan khusus PBB untuk Suriah, secara resmi meluncurkan perundingan putaran keempat di kantor PBB di tengah harapan yang minim.
Pembicaraan tersebut merupakan bagian dari inisiatif politik terbaru untuk mengakhiri perang enam tahun yang telah menewaskan hampir 500.000 orang, melukai lebih dari satu juta, dan mengungsikan hampir setengah dari penduduk Suriah.
“Kami mendengar ide-ide positif dan saran dari Mr de Mistura,” Nasser al-Hariri, pemimpin negosiator oposisi, mengatakan pada konferensi pers, Jumat (24/02/2017).
“Saya percaya dia lebih antusias dari sebelumnya dalam membahas transisi politik di Suriah. Sejauh ini tidak ada langkah-langkah khusus.”
Hariri mengatakan oposisi menyajikan poin-poin “pemahaman” dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254 yang membahas transisi politik di Suriah, termasuk pemerintahan, pembentukan konstitusi baru dan pemilihan baru yang diawasi PBB.
Tujuan oposisi adalah menempa “solusi politik yang adil yang menjamin aspirasi dan mimpi bagi rakyat Suriah, yang telah membayar harga yang sangat tinggi”, katanya.
Hariri mengatakan bahwa diskusi hari Jumat dengan de Mistura tersebut hanya menutupi aspek “prosedural” dari pembicaraan yang sedang berlangsung. Titik-titik tertentu tentang bentuk dan ruang lingkup transisi apapun akan diklarifikasi dalam beberapa hari mendatang.
Para pejabat oposisi mengatakan kepada Al Jazeera bahwa delegasi mereka pada hari Senin akan merespon kerangka kerja transisi politik (pemerintahan baru) yang diajukan oleh de Mistura.
“Apa yang akan dibahas pada hari-hari berikut adalah perbaikan dari badan transisi – seperti, siapa saja yang akan menjadi anggota dalam badan ini,” Mohammad Sabra, negosiator utama untuk delegasi oposisi, mengatakan kepada Al Jazeera.
Dia mengatakan partisipasi oposisi di putaran terakhir perundingan Jenewa bertujuan menemukan cara-cara untuk menerapkan “mekanisme” dalam “memaksa rezim Suriah untuk mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB di sekitar Suriah, jika mereka menolak untuk melakukannya”.
“Rezim selalu mengklaim bahwa mereka mencari solusi politik,” kata Sabra.
“Sejauh ini, rezim belum mengatakan bahwa mereka menolak melaksanakan resolusi. Resolusi 2118 menetapkan bahwa jika terjadi penolakan, Dewan Keamanan dapat mengambil tindakan berdasarkan Bab VII Piagam PBB […] untuk memaksa rezim mematuhi hukum internasional, sehingga kita dapat mencapai transisi politik.”
Tak lama setelah konferensi pers Jumat kemarin, delegasi oposisi kembali ke hotel dan mengadakan pertemuan tertutup dengan Michael Ratney, utusan khusus AS untuk Suriah, dan beberapa diplomat Eropa.
Sementara itu, de Mistura bertemu dengan perwakilan dari pemerintah Suriah pada hari sebelumnya.
Dalam konferensi pers singkat setelah pertemuan itu, Bashar al-Jaafari, yang memimpin negosiator pemerintah Suriah, mengatakan bahwa de Mistura telah menyajikan kepada delegasinya “dokumen” yang isinya akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
Meskipun pembicaraan Jenewa dipandang sebagai upaya paling serius dalam beberapa bulan terakhir untuk mengakhiri perang Suriah, tujuan politik kedua belah pihak yang berseteru tetap berbeda dan tidak berubah sejak putaran negosiasi sebelumnya, memunculkan keraguan tentang kemungkinan tercapainya kemajuan.
Bagi oposisi Suriah, transisi politik yang menjamin penghapusan (menurunkan) Presiden Bashar al-Assad tetap menjadi satu-satunya pilihan untuk perdamaian. Pemerintah Suriah yang berbasis di Damaskus secara konsisten selalu menolak untuk mempertimbangkan masalah ini.
“Satu-satunya solusi yang akan kita terima adalah membentuk badan transisi, dimana Bashar al-Assad tidak akan memiliki peran, baik dalam masa transisi ini, maupun di masa depan Suriah,” Salem al-Muslet, juru bicara delegasi oposisi, mengatakan kepada Al Jazeera.
Pembicaraan terbaru nyaris berantakan sebelum dimulai pada hari Kamis, setelah oposisi mengancam akan melewatkan upacara pembukaan karena ketidaksepakatan mengenai format pembicaraan.