5 Hal Penting Tentang Masjid Al Aqsha yang Mungkin Belum Kamu Ketahui

5 Hal Penting Tentang Masjid Al Aqsha yang Mungkin Belum Kamu Ketahui

JURNALISLAM.COM – Beberapa pekan terakhir ini telah terjadi unjuk rasa dan konfrontasi harian antara pasukan zionis Yahudi dan warga Muslim Palestina di wilayah Palestina yang dijajah oleh Israel.

Ketegangan meningkat di Kota Tua Yerusalem Timur yang diduduki setelah pasukan zionis menutup kompleks Masjid Al Aqsha untuk pertama kalinya sejak 1969, setelah baku tembak senjata antara warga Muslim Palestina dan pasukan Israel.

Serangan yang terjadi pada 14 Juli tersebut berakhir dengan kematian dua pasukan penjajah Israel dan tiga warga Palestina. Israel kemudian menutup situs tersebut untuk sholat Jum’at dan membuka kembali hari Ahad berikutnya dengan aturan baru, termasuk detektor logam dan kamera tambahan, di pintu masuk kompleks.

Warga Muslim Palestina menolak memasuki kompleks Masjid Al Aqsha sampai Israel menghapus aturan baru tersebut, yang dipandang sebagai tindakan terbaru oleh Israel untuk menguasai dan me-Yahudisasi kota tersebut. Sudah lebih dari sepekan kaum Muslim Palestina sholat di luar gerbang Masjid Al Aqsha untuk menyatakan protes.

Selama sholat Jum’at pada 21 Juli, ribuan orang Palestina keluar untuk sholat di jalan-jalan di luar Gerbang Singa (Lion’s Gate), salah satu pintu masuk ke Kota Tua. Ketegangan berkecamuk setelah unjuk rasa damai ditindas dengan brutal oleh pasukan penjajah Israel, mengakibatkan ratusan korban luka-luka. Empat orang Muslim Palestina sejauh ini telah ditembak mati di Yerusalem Timur yang diduduki dan Tepi Barat, yang salah satunya ditembak oleh seorang pemukim Yahudi Israel.

Berikut ini adalah rincian mengapa kompleks Masjid Al Aqsa merupakan titik pertikaian yang konstan dalam konflik Palestina-Israel.

  1. Apa itu Masjid al Aqsha dan mengapa Masjid al Aqsha penting?

Al-Aqsa adalah nama masjid berkubah perak di dalam kompleks seluas 35 hektar yang disebut al-Haram al-Sharif, atau Tempat Suci, oleh umat Islam, dan diklaim sebagai Bukit Kuil (Temple Mount) oleh Yahudi. Kompleks ini terletak di Kota Tua Yerusalem (Al Quds), yang telah ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia oleh badan budaya PBB, UNESCO, dan penting bagi tiga agama Ibrahim.

Situs ini telah menjadi bagian wilayah yang paling banyak diperebutkan di Tanah Suci sejak Israel menjajah Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua, pada tahun 1967, bersama dengan Tepi Barat dan Jalur Gaza. Namun, konflik di sana bahkan jauh lebih luas, sebelum pencaplokan Israel.

Pada tahun 1947, PBB menyusun sebuah rencana partisi untuk memisahkan Palestina yang bersejarah, kemudian di bawah kendali Inggris, menjadi dua negara: satu untuk orang Yahudi, terutama dari Eropa, dan satu lagi untuk orang-orang Palestina. Negara Yahudi ditetapkan mendapat 55 persen dari tanah tersebut, dan sisanya 45 persen adalah untuk sebuah negara Palestina.

Yerusalem, yang menampung kompleks al-Aqsa, termasuk dalam komunitas internasional di bawah pemerintahan PBB. Ini diberikan status khusus ini untuk kepentingannya terhadap tiga agama Ibrahim.

Perang Arab-Israel yang pertama pecah pada tahun 1948 setelah zionis Yahudi mendeklarasikan kenegaraan, merebut sekitar 78 persen tanah, dengan hanya menyisakan wilayah-wilayah Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Gaza yang berada di bawah kontrol Mesir dan Yordania.

Perambahan wilayah Israel semakin meningkat pada tahun 1967, setelah perang Arab-Israel kedua, yang mengakibatkan pendudukan Israel di Yerusalem Timur, dan akhirnya aneksasi ilegal Yerusalem, termasuk Kota Tua dan al-Aqsha.

Pengawasan ilegal Israel terhadap Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua, melanggar beberapa prinsip hukum internasional, yang menguraikan bahwa kekuasaan penjajahan tidak memiliki kedaulatan di wilayah yang dijajahnya.

Selama bertahun-tahun, pemerintah zionis telah mengambil langkah lebih jauh untuk mengendalikan dan memperebutkan Kota Tua dan Yerusalem Timur secara keseluruhan. Pada tahun 1980, Israel mengeluarkan sebuah undang-undang yang mengumumkan Yerusalem sebagai ibukota Israel yang “lengkap dan bersatu”, yang melanggar hukum internasional. Saat ini, tidak ada negara di dunia yang mengakui kepemilikan Israel atas Yerusalem atau atas upayanya untuk mengubah susunan geografi dan demografi kota.

Warga Palestina di Yerusalem, yang jumlahnya sekitar 400.000, hanya memiliki status residensi permanen, bukan kewarganegaraan, meski lahir di sana – berbeda dengan orang Yahudi yang lahir di kota tersebut. Dan sejak 1967, Israel telah memulai pendeportasian kota Palestina dengan menerapkan kondisi sulit bagi mereka dalam mempertahankan status tempat tinggal mereka.

Pemerintahan zionis Yahudi juga telah membangun sedikitnya 12 permukiman ilegal khusus-Yahudi di Yerusalem Timur, yang menampung sekitar 200.000 orang Yahudi, sementara menolak izin bangunan bagi warga Palestina dan menghancurkan rumah mereka sebagai hukuman karena bangunannya dianggap tidak sah oleh penjajah Israel.

  1. Pentingnya al Aqsha bagi agama Ibrahim

Bagi umat Islam, Suaka Suci (the Noble Sanctuary) adalah lokasi situs tersuci ketiga Islam di dunia, Masjid al-Aqsha, dan Kubah Batu (the Dome of the Rock), sebuah struktur abad ketujuh yang diyakini sebagai tempat Nabi Muhammad SAW naik ke Sidratul Muntaha.

Orang-orang Yahudi percaya bahwa kompleks tersebut adalah tempat kuil Yahudi yang pernah ada, namun hukum Yahudi dan Rabbinate Israel melarang orang Yahudi masuk ke kompleks dan beritual di sana, karena dianggap terlalu suci untuk dilalui.

Bangunan Tembok Barat (Western Wall), yang dikenal sebagai Tembok Ratapan (the Wailing Wall) bagi orang-orang Yahudi, diyakini merupakan sisa-sisa Kuil Kedua (the Second Temple), sementara umat Islam menyebutnya sebagai Tembok Buraq dan di situlah Nabi Muhammad SAW mengikat Buraq, makhluk yang membawanya naik ke langit dan bertemu kepada Allah SWT.

  1. Status quo

Sejak 1967, Yordania dan Israel sepakat bahwa lembaga Wakaf Islam, akan memiliki kendali penuh atas masalah-masalah di dalam kompleks tersebut, sementara Israel akan mengendalikan keamanan eksternal diluar komplek. Orang-orang non-Muslim diizinkan masuk ke tempat itu selama jam kunjungan, tapi tidak diizinkan untuk melakukan ritual di sana.

Namun, gerakan-gerakan Kuil yang meningkat, seperti Temple Mount Faithful dan the Temple Institute, telah menantang larangan pemerintah Israel untuk mengizinkan orang-orang Yahudi memasuki kompleks, dan mereka bertujuan untuk membangun kembali Kuil Yahudi Ketiga di kompleks tersebut.

Kelompok tersebut didanai oleh anggota pemerintah Israel itu sendiri, walaupun mereka mengklaim ingin mempertahankan status quo di lokasi tersebut.

Saat ini, pasukan zionis Yahudi secara rutin mengizinkan beberapa kelompok, terkadang berisi ratusan pemukim Yahudi illegal yang tinggal di wilayah Palestina yang mereka jajah, untuk masuk ke kompleks Masjid al-Aqsha di bawah perlindungan polisi dan tentara zionis, meningkatkan ketakutan warga Palestina bahwa Israel akan mengambil alih kompleks tersebut.

Pada tahun 1990, Temple Mount Faithful menyatakan bahwa mereka akan meletakkan batu penjuru untuk Bait Suci Ketiga di lokasi Dome of the Rock, yang menyebabkan konflik dan pembantaian di mana 20 warga Muslim Palestina dibunuh oleh pasukan penjajah Israel.

Pada tahun 2000, politisi zionis Ariel Sharon memasuki tempat suci diikuti oleh sekitar 1.000 polisi Israel, dengan sengaja mengulangi klaim Israel terhadap tempat suci ke tiga umat Islam di dunia sehubungan dengan perundingan damai yang diperantarai Perdana Menteri Israel Ehud Barak dengan pemimpin Palestina Yasser Arafat, yang mencakup diskusi tentang bagaimana kedua belah pihak bisa berbagi Yerusalem. Masuknya Sharon ke kompleks tersebut meletuskan Intifadah Kedua, di mana lebih dari 3.000 warga Muslim Palestina dan sekitar 1.000 orang Yahudi Israel terbunuh.

Dan yang paling baru di bulan Mei, kabinet Israel mengadakan pertemuan pekanan mereka di terowongan di bawah Masjid al-Aqsa, pada peringatan 50 tahun pendudukan Israel di Yerusalem Timur, “untuk menandai pembebasan dan penyatuan Yerusalem” – sebuah langkah yang membuat warga Palestina marah.

Militer Israel membatasi masuknya warga Palestina ke dalam kompleks tersebut melalui beberapa metode, termasuk tembok pemisah, yang dibangun pada awal tahun 2000an, yang membatasi masuknya warga Palestina dari Tepi Barat ke Israel.

Dari tiga juta orang Muslim Palestina di Tepi Barat yang diduduki, hanya mereka yang berusia di atas batas usia tertentu yang diizinkan masuk ke Yerusalem pada hari Jumat, sementara yang lain harus mengajukan permohonan izin ketat dari pihak berwenang Israel. Pembatasan sudah menyebabkan kemacetan dan ketegangan serius di pos pemeriksaan antara Tepi Barat dan Yerusalem, di mana puluhan ribu orang harus melewati pemeriksaan keamanan untuk memasuki Yerusalem demi menunaikan sholat Jumat.

Langkah terakhir, termasuk detektor logam baru, dilihat oleh Palestina sebagai bagian dari cara Israel untuk menerapkan kontrol lebih lanjut (menguasai) lokasi tersebut, dan merupakan pelanggaran terhadap kebebasan beribadah, yang dilindungi oleh hukum internasional, menurut para ahli di dunia.

Presiden Mahmoud Abbas baru-baru ini mengumumkan bahwa pimpinan Palestina telah membekukan semua kontak dengan Israel karena ketegangan yang meningkat di kompleks al-Aqsha, mengatakan bahwa hubungan tidak akan berlanjut sampai Israel menghapus semua tindakan pengamanan di komplek Masjid Al Aqsha.

  1. Ketegangan baru-baru ini

Ketegangan telah bergejolak di dekat al-Aqsha selama dua tahun terakhir. Pada tahun 2015, bentrokan pecah setelah ratusan orang Yahudi ekstrem mencoba memasuki kompleks Masjid untuk memperingati hari raya Yahudi.

Setahun kemudian, unjuk rasa juga meletus setelah kunjungan pemukim illegal Yahudi di kompleks tersebut selama 10 hari terakhir bulan suci Ramadhan, bertentangan dengan tradisi Yahudi itu sendiri.

Sebagian besar bentrokan di kompleks tersebut terjadi karena pemukim Israel mencoba untuk melakukan ritual di dalam kompleks tersebut, yang secara langsung melanggar status quo.

Selama dua pekan terakhir, pasukan penjajah Israel menembakkan amunisi, gas air mata dan peluru baja berlapis karet ke arah warga Muslim Palestina yang berunjuk rasa, termasuk pembatasan pria Muslim di bawah usia 50 tahun dari tempat suci tersebut.

Setelah kejadian baru-baru ini, Militer zionis telah mengerahkan 3.000 polisi Israel dan unit polisi perbatasan di sekitar kompleks tersebut.

  1. Konteks yang lebih besar

Al-Aqsha hanyalah sebuah wilayah kecil di Palestina, tapi ini adalah wilayah yang amat penting bagi umat Islam dan juga sebagai bagian simbolis dari konflik antara Yahudi Israel dan Muslim Palestina.

Masjid itu sendiri sangat penting bagi umat Islam di seluruh Dunia, bahkan orang-orang Kristen Palestina turut memprotes perambahan Israel di kompleks tersebut, dan bergabung dengan umat Islam dalam sholat di luar Gerbang Singa pada hari Jumat.

“Isu al-Haram al-Sharif berdiri sebagai katalisator simbolis, namun sangat kuat akibat rutinitas ketidakadilan dan penindasan yang dihadapi oleh warga Muslim Palestina di Yerusalem, dan ini menyebabkan letusan kemarahan dan perlawanan umat Islam Palestina yang terus berlanjut,” Yara Jalajel, seorang Mantan penasihat hukum menteri luar negeri Palestina, mengatakan kepada Al Jazeera.

Bentrokan baru-baru ini di dekat kompleks al-Aqsha juga menyebabkan unjuk rasa dan konflik di seluruh Tepi Barat dan jalur Gaza.

Dengan lebih banyak pembatasan bagi akses Muslim Palestina ke kompleks Masjid Al Aqsha dan seruan yang terus berlanjut oleh kelompok agama Yahudi Israel untuk mengizinkan orang zionis Yahudi beribadah di lokasi tersebut, banyak warga Palestina kuatir akan pengambil alihan Masjid tersebut.

Waqf Al Aqsha menyatakan pada hari Rabu lalu bahwa semakin lama Israel menunda penghapusan tindakan baru di Masjid Al Aqsha, maka akan semakin buruk situasinya.

Bagikan