YLBHI: Presiden dan DPR Memang Harus Dikritik

YLBHI: Presiden dan DPR Memang Harus Dikritik

 JAKARTA(Jurnalislam.com) — Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai kritik terhadap Kepala Negara dan lembaga negara merupakan hal wajar. Ia tak sepakat dengan rencana penghidupan pasal penghinaan Presiden dan lembaga negara dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Asfinawati mendesak pemerintah dan parlemen menaati prinsip demokrasi. Ia menyayangkan semangat demokrasi yang kian redup dalam pembahasan RKUHP.

“Presiden, DPR itu memang harus dikritik karena lembaga publik. Kalau enggak boleh dikritik maka namanya bukan demokrasi lagi,” kata Asfinawati Selasa (8/6).

Asfinawati menyinggung secara khusus perubahan yang diklaim dimuat dalam pasal penghinaan presiden terbaru. Menurutnya, delik aduan yang dicantumkan tak tepat karena jabatan presiden bukan mewakili individu.

“Delik aduan lebih baik, meski tetap aneh karena esensinya presiden kan lembaga negara, bukan orang,” ujar Asfinawati.

Selain itu, Asfinawati mengkritisi pasal-pasal kontroversial dalam RKUHP. Di antaranya sanksi penjara bagi pelaku prank bila korbannya melapor, tukang gigi tanpa izin praktik, pelaku kumpul kebo, dan pelaku penodaan agama.

“Ini menunjukkan watak represif politik saat ini dan berkehendak mengatur ruang privasi warga,” ucap Asfinawati.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, pemerintah berharap RUU KUHP dapat disahkan menjadi UU pada 2021. Tujuannya demi kepastian hukum bagi masyarakat.

“Sebab, kalau tidak disahkan maka pertanyaannya mau sampai kapan kita hidup dengan ketidakpastian hukum dengan berbagai terjemahan KUHP,” kata Edward, dalam sebuah diskusi, Kamis (27/5).

Sumber: republika.co.id

Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.